23. Ketampanan Hakiki

4.3K 867 38
                                    

Pahlevi tertawa tanpa ampun hingga denyut nyeri merambat dari setiap titik sumber luka. Mulai dari ubun-ubun sampai ujung jempol. 

"Aduh aduhh sakittt! Mii, bangunn. Levi sakit nihh.."

Mami Didi membuka mata. Bibir wanita paruh baya yang masih tampak segar itu memberengut. Tangannya telah meraih bantal dacron untuk dilempar penuh tenaga. Namun, urung. Ia kasihan melihat anak raksasa panjangnya sudah kesakitan.

"Dasar! Kalau kamu nggak sakit, udah Mami lemparin ini bantal ke muka kamu!!"

Pahlevi makin terbahak. Matanya yang sipit menurun dari mojang Bandung keturunan campur-campur, terlihat makin sipit. Ia mengernyit menahan perih. Urat-urat dalam tubuh serasa hampir putus karena tawanya sendiri.

"Ya habis, ngapain sih pura-pura tidur? Memangnya Levi jadi anak Mami, baru kemarin sore? Levi tahu."

"Kasihan Cantik. Kamu serius nggak sih?!" geram Mami. 

"Menurut Mami? Come on, Mi! Baru juga kemarin, Levi sama Sarah ketahuan cerainya."

"Mami setuju kalau kamu serius mau move on dari Sarah. Jangan lama-lama! Keburu tua! Cantik juga!"

"Masih muda gini. Harusnya Mami ngintip dan lihat ekspresi Cantik tadi," tawa Pahlevi.

Gigi Mami Didi bergemeretak.

Kumpulan awan kesal Mami Didi pada akhirnya berhasil mengalahkan rasa iba pada anak yang baru saja hampir kehilangan nyawanya. Semoga saja lembutnya bantal dacron tidak melukai apapun. Beruntung, berbekal pengalaman lempar galah Mami Didi zaman SD, bantal mendarat tepat di area sehat.

"Awww!!! Mamiii..!!"

"Anak orang itu, Leviii!!! Anak oraaang!!"

------------

Beruntung lagi, Bapak Sudjatmiko tidak ada di TKP ketika Pahlevi mematikan gerak Cantika di rumah sakit VVIP paling terkenal di Bandung. Jika ada, kemungkinan tulang-tulang sehat Pahlevi yang lain pasti tidak akan selamat dari misi pematahan berkelanjutan dan berkesinambungan.

Gara-gara Mami Didi.

Benar, Pahlevi bukan orok yang baru ceprot kemarin sore. Ia paham betul tingkah ajaib Mami. Termasuk Bude Retno, sahabat satu frekuensi Mami Didi dalam segala hal. 

Mami Didi dan Bude Retno akan melakukan segala cara untuk menyatukan keduanya jika Pahlevi melepas topeng kamuflase di wajahnya saat ini. Mengingat perjalanan cinta Pahlevi dan Sarah dulu, tidak lepas dari misi perjodohan paling ciamik seantero Dago-Depok. Dari kisah pemuda malas memikirkan pasangan hingga berlanjut bersanding ke pelaminan.

Andai Mami Didi tidak ada, bisa jadi, Pahlevi tidak akan terbahak. Bisa jadi, ia takkan menerima lemparan bantal dari Ibu Menkes. Ia justru akan merenungi matang-matang balasan ekspresi dan respon walk out Cantika dari arena perbincangan. Untuk ke sekian kalinya, seseorang yang ia inginkan, melarikan diri usai Pahlevi menyatakan perasaan. Hal lumrah dalam kehidupan Athar Pahlevi, tapi tetap menyakitkan. 

Sekali lagi, Raja Tipu-tipu berusaha mengelabui isi hatinya dari siapapun yang berusaha membaca. Terutama dari keluarga yang tidak bisa untuk tidak ikut campur dalam usaha peningkatan taraf kebahagiaan anak pertama Bapak Menkes.

Salah siapa sebenarnya?

Pahlevi, Mami Didi, atau perasaan yang selalu tak karuan?

Pahlevi, lelaki yang banyak dikejar cinta oleh teman sejawat dan adik kelas, justru menuai penolakan dari setiap wanita yang sangat ingin ia halalkan.

----------

Dokternya para mayat terbahak sendirian di tengah orang hidup yang saling tersenyum menyapa para tamu. Lagi. Tepat ketika mendapati Cantika menghindarinya sejak muncul dari pintu kayu tinggi ballroom Maharaja Hotel Bandung.

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaWhere stories live. Discover now