29. Senyummu Tampak Tak Baik-Baik Saja

4K 955 108
                                    

Pahlevi merasakannya lagi. Rasa penolakan yang telah lama ia tak sesap, kini berubah menjadi berbongkah-bongkah emosi di relung hati. Berdesakan ingin dilampiaskan. 

Hanya satu yang bisa ia lakukan sekarang. Memacu kecepatan, hingga di titik tertinggi spedometer motor putih besarnya. Berkendara ke area jarang kendaraan, yang kemudian menjadi saksi bisu kecelakaan tunggal yang menimpa dirinya di tengah hujan deras mengguyur. Langit seraya menyambut duka yang sama.

Pahlevi tergelincir. Ia terpelanting jauh dari motornya. Tubuh yang terus menjadi langganan aspal jalanan itu, kini beradu dengan pembatas semen yang tak kalah kerasnya. Darah mengalir dimana-mana. Menyurutkan kesadaran pria itu. Tak ada seorang pun lewat. 

Sebelum ia menutup mata, 3 bulir air akhirnya mengalir dari sudutnya. Menyimpulkan perasaan hatinya yang terluka, mencintai seorang wanita dengan senyum palsu yang menyembunyikan lubang menganga amat besar di hati. Mewakili kekecewaan pada diri, yang sepertinya takkan bisa kembali malam ini juga, menjemput dia ... Cantika Aasiya Sudjatmiko ... yang ingin dibawanya lari sejauh-jauhnya.

----------------

"Saya terima nikah dan kawinnya Cantika Aasiya Sudjatmiko binti Sudjatmiko dengan maskawin yang telah disebutkan, dibayar tunai."

Penghulu menanyakan saksi tentang keabsahan pernikahan ini. Dan saat semua orang beramai-ramai dalam suka cita menjawab, "saaahh!!!" Cantika melepaskan sesenggukan yang ia tahan sejak semalam.

Baginya, ini ... mimpi buruk.

"Hei? Nangis? Duhh, sayangnya Mama. Cup ... cup ..."

Mama Hayati memeluk penuh lembut seolah anaknya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4 ini begitu ringkih dalam dekapan. Saudara perempuan dan ipar perempuannya turut tersenyum lebar mengokohkan rentangan tangan ke punggung Cantika dan Mama Hayati, untuk sekadar menambah kekuatan pengantin yang kini berbalut dress pengantin warna putihnya. 

Butir payet dan Swarovski berpendar memenuhi gaun rancangan desainer kondang langganan lama almarhumah nyonya Maharaja Rais. Perhiasan mahal melingkar di leher dan pergelangan Cantika. Ia bukan lagi seorang mantan ratu sejagad. Kini, Cantika Aasiya telah resmi menjadi Ratu Maharaja Rais. 

Segala kemewahan yang Rais tawarkan, kini berada dalam genggaman Cantika jika ia mau menerimanya suka rela. 

Apakah gemerlap dunia ini bisa membeli damai hatinya? Menggadai kebahagiaannya hingga akhir hayat? 

"Duh, nanti make-upnya luntur, Kak? Udah dong. Ini saking bahagianya ya sampai nangis begini?" Sang adik mengusap lembut pipi si kakak.

Cantika digiring langkahnya menuju pelaminan. Di sana, telah berdiri seorang pria tampan berbalut jas licin warna putih senada, menggenggam sebuah kotak beludru warna biru di tangan kanannya. 

"Hei ... ?" sapanya lembut di telinga istri begitu mereka dijajarkan. 

"I love you, Sayang," imbuhnya ketika jemari suami menyemat cincin pernikahan di jari manis Cantika.

Sorak sorai tepuk tangan membahana memenuhi ballroom hotel Maharaja di Jakarta Pusat. Gegap gempita pengiring acara melantunkan lagu romantis, sungguh mendebarkan hati setiap tamu yang hadir. 

Hingga tiba saatnya acara sungkem pada orang tua, Cantika tersedu sedan di pangkuan Papa Miko. Pun, lelaki kuat yang tak pernah menangis di dua pernikahan anaknya sebelumnya, memeluk perempuan penutup kelegaan tugas orang tua yang harus menikahkan anaknya ini, dalam derai air mata dan dalamnya sayatan pilu.

"Maafin Papa, Nak. Papa belum jadi Papa yang baik selama ini. Nggak bisa jaga kamu. Papa harap, Allah memberi kebahagiaan berlimpah di kehidupan rumah tangga kalian. Aamiin."

"Maafin Cantika, Pa. Maaf."

Acara pemberian restu berubah menjadi upacara saling meminta maaf. Tidak ada yang mengetahui besarnya lumbung hati setiap insan yang kini saling memeluk diabadikan berpuluh kamera ini, kecuali si insan itu sendiri.

Senyum keduanya, tak ada yang baik-baik saja di sini.

"Jaga anak Papa, Is. Jaga baik-baik. Dia anak kesayangan Papa," pesan Papa Miko pada menantunya yang baru. 

"Pasti, Pa. Pasti."

-----------

Mata perempuan itu mengedar ke seisi ballroom dalam sesi ucapan selamat para tamu kepada pengantin. Satu per satu undangan menaiki panggung. Entah sudah berapa ratus kali Cantika memberi cipika-cipiki pada kolega, teman, juga sahabat yang sama-sama merasakan suka cita hari ini. Namun, hati Cantika berada di tempat lain. Pria yang ia tunggu selama dua minggu terakhir tak kunjung muncul di hadapan Cantika. Harapan ada seorang kesatria gagah membawanya melarikan diri dari jerat raja adidaya pupus, seiring ketidakhadiran Athar Pahlevi yang memberinya penawaran menggiurkan kala itu.

Dia menemukannya. Cantika menemukan sosoknya. 

Pahlevi berdiri tersenyum dengan sebuah kruk menyangka kaki di barisan para tamu. Sahabat-sahabatnya asyik terbahak satu sama lain. Entah membicarakan apa selagi menunggu giliran bersalaman tiba. Mata Pahlevi dan Cantika saling pandang. Mereka saling mempertanyakan alasan dalam keheningan diri di tengah riuh lautan manusia.

Mata sendu menyiratkan arti. 

Hingga tiba saatnya Pahlevi mengucap selamat, Cantika menunduk sedalam-dalamnya. Mengusap mata menggunakan tisu yang tak lagi menampung pedih dalam dua minggu ini.

Jika boleh, Cantika ingin memukuli Pahlevi dan menendang kruk yang sok-sokan ia pakai. Dasar si Bocah. Mengapa pesan yang Cantika kirim padanya hanya ditanggapi balasan foto-foto bahwa Pahlevi seolah sedang menikmati hidup? Mana janjinya? Atau, benar kata dia? Itu hanya sebatas candaannya pada seorang calon pengantin? Cantika mendengar jelas apa yang Pahlevi katakan. Dia serius. Apa keseriusan dan candaan selalu berbatas tipis dalam kamus dokter mayat ini?

Mau beribu spekulasi pun, takkan bisa mengubah takdir yang sekarang berjalan. Takdir Cantika bersanding di sisi Maharaja Rais, yang dengan gagahnya menyalami rival sembari berbisik dalam pelukan jantan, tepat di depan telinga. "See? Cantika memang ditakdirkan untuk gue."

Pahlevi mengangguk mengakui kekalahan. Doanya tetap tulus. Dia mengharapkan kebaikan terbaik yang bisa Allah beri untuk kebahagiaan wanita yang selalu ada dalam hatinya. Mengharap dengan sangat, Maharaja Rais mampu mengubah senyum Cantika yang tidak baik-baik saja, menjadi tawa riang seorang Putri Indonesia yang pernah ia temui kala dulu mereka pertama kali bertemu ... di parkiran masjid Rektorat Universitas Negeri Indonesia. 

Pahlevi menengadahkan doa di depan keduanya. Memanjatkan cita-cita paling tulus terutama untuk perempuan penyayang berwajah ayu yang sedang menunduk tak ramah.

"Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian. Memberikan kalian kebahagiaan dan menghimpun kalian dalam kebaikan. Aamiin."

----------------

💐💐💐💐💐💐
100 komen yuk. Bunga-bunga pun allowed.
Eh pada mau ngasih selamat nggak nih? Apa kekesalan? Hehehee.
Takdir Cantika sama Aa Rais 🤥

Nah sekarang, ada yang mau menggenggam tangan Pahlevi sementara? Atau meluk sebentar? He's free now. 🤭

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang