PART 14

5.6K 979 15
                                    

PART 14

"Sialan." Darah terus menetes dari hidung Baskara. Dia menunduk dan mata yang melirik ke cermin wastafel toilet siswa. Wastafel putih itu dipenuhi oleh cairan merah yang terus berjatuhan dari hidung Baskara.

Mimisan itu memang bukan karena dia sekadar kelelahan, tetapi karena hidungnya tak sengaja terbentur dan penyebab utamanya adalah karena dia kurang tidur sehingga tak fokus. Selama ini dia jarang sakit. Tak pernah insomnia. Apalagi sakit kepala parah yang terjadi padanya belakangan ini. Sampai akhirnya Bintang muncul dan Baskara mulai tersiksa fisik dan mental.

Baskara bahkan melakukan sesuatu hal di luar kendalinya. Sampai sekarang dia tak menyangka memeluk Bintang seperti orang mesum dan melakukan segala cara untuk membawa cewek itu ke hadapannya demi menyentuhnya.

Rasa sakit tak tertahankan itu membuatnya nyaris membenturkan kepala ke dinding semalam.

"Ck." Baskara menarik tissue dan mengeringkan hidung yang sudah dia bersihkan dengan air mengalir. Keran di wastafel terus terbuka, mengalirkan air yang perlahan-lahan menghilangkan jejak darah mimisannya di sana.

Setelah membersihkan sisa-sisa darahnya di wastafel, cowok itu keluar dari toilet dan berjalan keluar lewat gerbang sambil membawa surat izin ke rumah sakit yang sudah diurus Yoga sebelum Baskara ke toilet. Dia berhasil keluar sekolah. Tentunya dia tak akan ke rumah sakit, tetapi dia ingin pulang dan tidur.

Matanya telah berat karena lelah. Hari ini dia melepaskan Bintang begitu saja karena menyadari Bintang menghindar darinya sejak pagi tadi. Cewek itu lari terbirit-birit ketika melihatnya dari jauh.

Akan sulit membuat Bintang berada di dekatnya. Baskara akan memikirkan cara untuk tidak bersikap agresif.

Baskara berjalan di trotoar sambil memegang kepalanya yang sakit. Masih butuh beberapa ratus meter hingga dia sampai di halte jalan raya untuk mencari taksi. Cowok itu memelankan langkah ketika melihat sekumpulan cowok mendekat ke arahnya. Baskara menghentikan langkahnya ketika salah satu mereka yang tak lain adalah pemimpin kelompok, mengangkat tangan untuk menyuruh Baskara berhenti.

"Hoi, lo sekolah di sekolah itu, kan? Tadi gue lihat lo keluar dari sana." Si pemimpin menunjuk sekolah Baskara. "Lo kenal yang namanya Baskara?"

Baskara menaikkan alis. "Kenapa dengan Baskara?" Lalu Baskara meneliti cara berpakaian mereka satu per satu, membuat mereka tersinggung dengan cara Baskara menatap.

Baskara hanya menebak-nebak bahwa mereka adalah sekumpulan anak jalanan.

Mengingatkan Baskara pada perkataan Bintang.

"Namanya yang di baju itu ... kalau gue nggak salah baca Baskara," bisik salah satu dari mereka, tetapi terdengar oleh Baskara dan membuat Baskara lebih menajamkan pendengarannya. "Dia beneran Baskara kali? Kata Julie orangnya tinggi gede. Bintang yang bilang gitu."

Baskara tersenyum smirk. "Gue Baskara. Kenapa?"

"Jadi lo?!" Si pemimpin maju dan menarik kerah kemeja sekolah Baskara dengan kencang, tak peduli tinggi mereka yang jauh berbeda.

Biar bagaimana pun, Baskara sendirian. Sementara orang-orang yang ada di hadapan Baskara sekarang sekitar belasan.

"Gue kenapa?" tanya Baskara, tersenyum menantang.

"Ikut gue. Gue mau ngasih lo pelajaran." Si pemimpin kelompok menarik kerah kemeja sekolah Baskara sambil mulai melangkah.

Baskara mengikuti kemauan mereka dengan tenang dan senyum cerah.

***

BRAK

Punggung Baskara menghantam tumpukan peralatan dari proyek bangunan yang mangkrak setelah didorong oleh salah satu anak jalanan yang semangat memukulinya dari tadi. Baskra tak bisa lagi membedakan rasa sakit di kepala dan tubuhnya yang penuh luka-luka. Hidung Baskara kembali berdarah, mengeluarkan banyak cairan merah hingga mengotori kemeja putih sekolahnya. Bibirnya membiru karena terkena pukulan bertubi-tubi dari orang yang berbeda. Lebam di pipinya mulai terlihat.

Meski terus mendapatkan siksaan, Baskara menerima semua itu tanpa melawan. Padahal dengan tubuh yang paling tinggi dan besar dari yang lainnya, dia bisa saja melindungi dirinya sendiri. Sejak awal dia bisa saja kabur untuk menghindari pertengkaran, tetapi justru Baskara sengaja melakukan semua itu.

Dipukuli hingga terluka parah adalah tujuan Baskara sejak awal.

"Sialan. Lo masokis, ya, anj*ng?!" Yasah, nama si pemimpin, menatap Baskara dengan tatapan heran sekaligus membuatnya kesal.

Baskara berbaring di atas alat proyek. Wajah penuh darahnya dia tutupi dengan tangan yang juga terluka karena terkena pukulan kayu. Senyum miring muncul di balik tangannya dan tatapan penuh arti yang tak lepas kepada Yasah.

"Biar gue yang jadi penutup." Yasah mengangkat tangannya, melarang seseorang yang ingin memukuli Baskara lagi. Cowok itu mengambil kayu dari lantai berdebu dan mengayunkannya pelan, bersiap-siap mendaratkannya ke kepala Baskara.

Namun, sebelum dia melakukan itu, Baskara akhirnya bicara setelah sekian lama hanya tersenyum seolah menikmati pukulan sadis yang dia terima selama puluhan menit.

"Kalian teman-temannya Bintang? Atau cuma sebagian teman-temannya Bintang? Yang lain cuma ikut-ikutan?" Baskara meringis dan mengusap ujung bibirnya yang terluka. Dia mengubah posisinya menjadi duduk dan mendongak, menatap Yasah yang terdiam setelah Baskara menyebut nama Bintang.

"Kok kaget?" Baskara melebarkan senyum. "Kira-kira biaya luka-luka gue dan rawat inap bisa sampai puluhan juta. Siapa yang bakalan tanggung jawab, ya?"

Yasah menjatuhkan kayu di tangannya dan berlari menarik kerah kaos Baskara. "Sialan. Lo yang salah udah ganggu Bintang kenapa lo yang seolah korban di sini?!"

Baskara tak mengatakan apa-apa. Hanya tersenyum sambil mengangkat satu alisnya.

"Sialan!" Yasah mendaratkan pukulan ke pipi Baskara, lalu berdiri tegak. Dia kesal karena bukannya marah, Baskara justru hanya tersenyum menerima pukulan darinya.

"Ayo balik." Yasah berbalik dan menyuruh belasan temannya untuk pergi dari sana. "Kalau lo gangguin Bintang lagi, gue nggak segan-segan gorok leher lo sampai lo mati. Ingat itu."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang