N I N E T E E N

25 5 0
                                    

Dannia menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi pandangannya. Ia menatap lurus ke arah depan, memperhatikan guru les-nya yang sedang menerangkan pelajaran.

Beberapa kali ia menguap, rasa kantuk menyerang dirinya. Bahkan ia hampir tertidur jika Elvara yang menjadi teman sebangkunya tidak menegurnya.

"Baik, untuk materinya dicatat, setelah itu Kakak akan kasih latihan soal."

"Oke, Kak!"

"Var, pinjem pensil, dong. Punya gue patah."

Elvara mendecak sembari menyerahkan kotak pensilnya, "Tuh, gue lagi nulis, jangan diganggu, ya!"

Dannia terkekeh, "Galak banget, sih."

Dannia mengambil satu buah pensil dari dalam sana, kemudian mulai mencatat materi yang ada di papan tulis.

.
.
.

"Untuk pembelajaran hari ini sekian dulu, kalo masih ada yang belum dimengerti, hubungi Kakak aja, selamat sore!"

"Sore!"

Kursus pun selesai, semua yang ada di ruangan mulai keluar karena sudah tidak memiliki urusan lagi. Berbeda dengan Dannia yang masih harus mencatat beberapa yang belum ia catat.

Tak lama, ia pun selesai, dengan segera ia merapikan peralatannya untuk pulang. Dan seketika, ia teringat kalau pensil yang ia gunakan adalah pensil milik Elvara.

Dengan segera Dannia keluar dari ruangan untuk mencari Elvara. Ia menatap ke sekelilingnya dengan langkah yang terburu-buru, membuatnya tidak memperhatikan jalan sama sekali.

BRUK!

Dannia terjatuh, ia menabrak seseorang yang berbadan lebih gagah darinya. Ia meringis sembari mengusap lengan kanannya.

"Lo jalan pake mata gak, sih?!"

"Gue jalan pake kaki, lah!" Dannia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak, setelah itu ia terkejut.

"Vara? Lo ganti kelamin?!"

"Pala lo! Gue bukan Vara!"

"Lo kenal Vara?"

"Masa iya, ada abang yang kagak kenal sama adeknya sendiri?!"

Dannia bangun dari posisinya, ia mengambil beberapa buku yang terjatuh.

"Lo ngapain masih di sini, dah?" tanya laki-laki bersurai ungu anggur dengan beberapa helai putih. Dia melepaskan kacamata yang ia kenakan, menampilkan iris merah darahnya yang mengkilat.

"Gue tadi nyatet dulu, ini baru-- Lo sendiri ngapain masih di sini?!"

Laki-laki itu mendecak, "Nyari adek gue, itu bocah gak tau kemane."

"El udah keluar dari tadi, deh. Dia nggak jajan emang?"

"Gak." Laki-laki itu menggeleng, lalu ia menyodorkan tangan kanannya, "Gue Fang."

Dannia membalas jabat tangan itu, "Dannia."

"Lo.. sekelas sama Arin?"

"Arin?"

"Maksud gue, si Vara."

"Oh, nggak. Gue sekelas sama Dara. Gak mungkin lo gak kenal dia."

"Lah, si burung? Jelas gue kenal."

Dannia mengangguk, maniknya tak sengaja menangkap siluet seorang gadis dari kejauhan. Ia pun menunjuk gadis itu.

"Itu Vara bukan?"

Fang menoleh, ia sedikit merinding saat melihat gadis itu. Gadis itu berambut panjang, yang membuatnya merasa deja vu.

Ini.. 'kek, adegan di film yang semalem Arin tonton.

EnchantedWhere stories live. Discover now