T W E N T Y T W O

3 1 0
                                    

Solar keluar dari sekolah sambil menaiki sepedanya. Ia menoleh pada sekitarnya, mencari kedua gadis yang merupakan partnernya. Namun, ia tidak melihat siapa-siapa.

Lelaki itu menghela napas. Ia bergerak menuju rumahnya. Namun, saat ia melewati sebuah gang, ia mendengar suara yang cukup familiar di telinganya. Suara minta tolong serta permohonan berhenti yang terdengar cukup keras. Ia pun memutuskan untuk menghampirinya.

Alangkah terkejut lelaki itu ketika melihat Aurora, partner lombanya, sedang dilecehkan oleh pria tua.

Dengan segala amarah yang memenuhi dirinya, ia melayangkan tinjunya pada pria itu. Sehingga terjadinya penganiayaan Solar terhadap pria tersebut.

Aurora hanya dapat bersimpuh bertakutan. Ia menutup matanya rapat-rapat karena takut melihat adegan tersebut. Tangisnya semakin kencang mengingat bagaimana perlakuan pria tadi.

Itulah yang dapat Solar ceritakan pada Adara.

Kembali ke masa sekarang, Adara sedang menghampiri Aurora. Merengkuhnya dengan lembut, seakan-akan dia adalah kayu yang rapuh.

"Aura, sttt tenang, tenang, gue di sini. Maaf gue ninggalin lo. Maafin gue."

"K-kak Solar.."

"Biarkan dia ngasih hukuman ke orang terbrengsek sedunia." Adara mencoba untuk mengalihkan Aurora dari adegan yang sedang terjadi di belakang mereka. Gadis itu menatap datar pada Solar, lalu memanggilnya dan memintanya untuk berhenti.

"Lo gila nyuruh gue berhenti, Ra?! Makhluk bajingan ini harus dikasih pelajaran!!"

"Giliran gue, dong."

.
.
.

Solar dan Adara membawa Aurora ke rumahnya. Mereka disambut hangat oleh Ibu Aurora, tetapi sambutan hangat itu beralih menjadi tangisan panik karena melihat kondisi anaknya.

Aurora dibawa ke kamarnya. Di situlah Adara menceritakan apa yang terjadi kepada Ayah Aurora. Ayah Aurora hendak menuntut tersangka yang melakukan hal sekeji itu pada putrinya, tetapi Adara mengatakan bahwa orang tersebut sudah mendapatkan hal setimpal.

Orang tersebut sudah dibawa ke polres terdekat. Itu juga sedang diurus oleh salah satu panitia mereka, yaitu Pak Gege. Beliau datang tepat disaat pria itu sudah kehilangan kesadarannya karena.. ya, sudahlah, tidak perlu di jelaskan.

Mereka memberitahu alamat kantor polisi yang sedang menahan pelaku untuk sementara waktu kepada Ayah Aurora. Setelah itu pamit pulang setelah Ibu Aurora menyuruh mereka untuk segera kembali ke rumah.

Sebelum itu, kedua orang tua Aurora berpesan agar mereka pulang bersama. Lebih tepatnya, mereka menyuruh Solar untuk mengantarkan Adara pulang dengan selamat. Bukan karena hal pencomblangan atau semacamnya, tetapi untuk mencegah hal yang serupa terjadi kembali.

Alhasil, kini mereka berdua bersama-sama menelusuri jalan menuju rumah mereka. Mereka berjalan kaki, karena Solar menenteng sepedanya sepanjang jalan agar dapat sejajar dengan Adara.

Namun, yang menemani mereka hanyalah hening semata. Mereka tidak berani untuk membuka topik, atau sekadar menanyakan kabar masing-masing.

Terkadang memang gengsilah yang menguasai tubuh kita. Gengsi adalah pengaruh besar bagi kita. Tak sedikit orang yang mengalami hal yang sama seperti mereka berdua.

Mereka terus seperti itu hingga sampai di depan komplek perumahan Mars yang di mana terdapat rumah Adara di sana. Adara bersikeras untuk diantarkan sampai di depan komplek, tapi Solar menolaknya dengan alasan agar tidak terjadi hal yang sama.

"Rumah lo di komplek Galaksi sana, Solar. Kejauhan! Ini itu udah mau malem, mending lo pulang!"

"Gue ada sepeda, lo gak perlu khawatir."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EnchantedWhere stories live. Discover now