E I G H T T E E N

23 4 3
                                    

Seorang laki-laki dengan surai silver menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Raut wajahnya sedang tidak bersahabat, ia baru saja merasakan pedih-perih yang diberikan oleh kedua orang yang dia benci.

Perlahan kedua tangannya terangkat, terdapat banyak bekas luka cambukan serta darah yang hampir membasahi tangannya. Sakit, marah, dan kecewa bercampur aduk di benaknya.

Dia menoleh ke belakang, ia melihat adik laki-lakinya yang tertidur pulas dengan bekas air mata di pipinya. Adiknya masih memakai selimut karena berlindung dengan kedua telinga yang ia sumpal dengan headphone.

Dirinya hampir saja terlambat. Adiknya hampir menjadi korban kekerasan kedua orang tuanya yang sedang beradu mulut karena mencoba untuk memisahkan mereka. Untungnya, dia sempat membawa adiknya kembali ke kamar sebelum akhirnya dia yang terkena.

Lelaki itu menghela napas, dia bangun dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya. Dia juga mengunci pintu kamar adiknya agar mereka tidak mengganggu adiknya.

Si surai abu-abu itu segera beranjak ke kamar mandi di dalam kamarnya. Ia membuka seragam yang masih ia kenakan, lalu menatap sejenak fleksi cahaya dari dirinya di cermin. Ia terlihat sangat berantakan.

Berbagai luka cambuk, luka lebam bekas pukulan yang terdapat di tubuhnya, serta tangannya yang sedikit dilukis oleh dirinya sendiri.

Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyuman yang miris untuk mengejek dirinya sendiri.

Ia sebenarnya tidak peduli seberapa banyak luka yang ia dapatkan dari kedua orang bajingan itu. Tapi, ia tetap tidak mau kalau adiknya juga harus merasakan apa yang dia rasakan.

Arti nama Solar adalah matahari. Jika ia adalah sang matahari, maka adiknya adalah semesta baginya. Semesta yang harus ia jaga, dan semesta yang harus selalu dia hangati dengan cahayanya.

Ia tak mau, jika adiknya ikut seperti dirinya. Ia ingin adiknya tumbuh dengan masa kecil yang bahagia seperti anak-anak lainnya.

Kalau saja ia dapat membawa adiknya pergi. Ia sudah melakukannya sedari dulu.

Itu semua karena.. ia juga masih anak-anak.

===

"Lo ini ngapain aja, sih, Lar? Luka lo tambah banyak, tau!"

"Lo gak perlu tau."

Pukul setengah enam, Solar langsung berangkat ke sekolahnya dan menuju ke UKS untuk mengobati lukanya. Ia tidak mengobatinya sendiri, ia dibantu oleh Dannia, salah satu teman kelasnya yang merupakan salah satu anggota PMR.

Semalam, ia menghubungi Dannia untuk meminta tolong, maka dari itu, mereka sudah ada di sekolah sebelum pukul enam.

Dannia menatap lekat kedua iris silver milik Solar. Ia sedikit takut dengan tatapan kosong Solar.

"Solar, lo benar-benar gak apa-apa?"

Solar menoleh, "gue gak papa, ini luka kecil."

"Bukan itu maksud gue," Dannia menghela napasnya. Ia tidak tahu harus apa, padahal luka-luka Solar termasuk luka parah.

Saat Solar baru datang, laki-laki itu langsung membuka kemejanya, dan itu sukses membuat Dannia menjerit.

Luka cambuk, goresan, serta lebam berkumpul di punggungnya. Belum lagi dengan tangan dan kaki Solar.

Kini Dannia sedang menyiram luka yang ada di punggung Solar dengan alkohol. Ia bahkan sampai meringis dan tidak berani untuk melihat, namun Solar malah menampilkan wajah tidak berekspresi sama sekali.

EnchantedWhere stories live. Discover now