018

437 161 27
                                    

• Audio milik Juna,-018

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

• Audio milik Juna,-018.
Bukan apa-apa … bukan hal yang penting. Aku hanya terlalu takut kehilanganmu.

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

Setelah selesai berbelanja, keduanya kini berjalan menuju mobil yang terparkir di baseman supermarket.

"Lo gila?! Kenapa lo kasih jawaban seolah-olah kita tuh beneran ada hubungan!" omel Arun, setelah mengusap wajahnya kesal.

Sementara di sisi lain, Narthan dengan ekspresi datarnya tanpa merasa bersalah sedikitpun. Seolah emosi gadis di sampingnya itu bukan apa-apa.

"SPG nya gak salah kok. Gue juga tadi kan udah bilang sama lo, kalo lo udah cocok buat jadi pendamping hidup gue," ujarnya.

"Tapi gue gak suka!"

Narthan diam, menatap wajah Arun yang kini terlihat lebih serius. "Iya, iya maaf."

Tak menghiraukan kata maaf dari lelaki di sampingnya, Arun memilih diam dengan pandangan fokus ke arah lain. Membuat Narthan yang melihatnya meringis senyum, gadis itu benar-benar terlihat lucu jika seperti ini.

"Arun," panggilnya, di tengah-tengah kecanggungan yang menyelimuti.

"Hm."

"Jangan ngambek, lo makin cantik kalo ngambek. Ntar keinginan gue untuk memiliki lo semakin tinggi."

Padahal amarahnya perlahan mereda, tapi Narthan malah membuatnya kembali memuncak. Kini bukan hanya marah, Arun bahkan sebal tidak mengerti lagi.

"Lo bisa diem gak?!"

"Iya, iya, maaf lagi. Btw gue laper, kita makan dulu yuk."

"Enggak, gue males mau pulang," ketus Arun.

"Plis …."

Kembali dengan ekspresi sok lucu dan memohon Narthan yang menyebalkan. Sungguh Arun tidak tahan melihatnya.

Menghela napas, lalu, "Sumpah ya, ini pertama dan terakhirnya gue kayak gini sama lo!" serunya, benar-benar terpaksa menuruti lelaki itu.

Berharap semoga keputusannya tidak menjadi sebuah penyesalan.

"Yes. Let's go baby."

Diam, tak menjawab lagi. Bahkan ketika lelaki itu terus mengoceh selama di perjalanan, Arun benar-benar acuh tidak peduli, seolah keberadaan Narthan sama sekali tidak ada.

Sampai di tempat restoran yang tuju. Restoran yang katanya sering lelaki itu kunjungi bersama sang ibu. Narthan memarkirkan mobil hitamnya, kemudian bergegas turun lebih dulu berniat membukakan pintu untuk gadis cantik yang duduk di sampingnya.

Tapi naas, bahkan sebelum menyentuh pintu mobilnya … Arun sudah lebih dulu membukanya. Masih belum jera. Kemudian lelaki itu mencoba mengulurkan tangan, yang pada akhirnya tak di hiraukan juga.

ARUNA [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora