019

419 156 26
                                    

•Audio milik Juna,-019

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Audio milik Juna,-019.
Mendengarmu terluka adalah satu-satunya hal yang paling menyakitkan.

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰


Waktu sudah pasti berputar. Beberapa menit berlalu, tapi gadis yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah ini hanya diam mematung di ambang gerbang dengan pandangan yang lurus ke depan. Tak berniat untuk kembali melanjutkan langkah. Ia terus menerka-nerka apa lagi yang akan terjadi hari ini.

Ribuan kali Arun mengeluh takut. Ribuan kali pula melawan perasaan takutnya. Memaksakan diri, berharap dirinya bisa menang. Setidaknya sekali saja. Tapi hasilnya nihil. Apa yang menjadi ketakutannya justru malah semakin kian membesar.

Tangannya bergetar penuh kekhawatiran. Melangkahkan kakinya satu kali saja ia sangat ragu.

"Jangan takut, Arun. Aku di sini untuk mu." Seorang laki-laki datang kemudian menggenggam lengan Arun. Mengusapnya pelan, lalu membawa gadis itu ke dalam.

Satu hal yang nyata, tapi berkali-kali Arun tepis. Hati yang tenang, perasaan dirinya aman, semuanya ia dapatkan dari lelaki tuna netra yang kini menggenggam tangannya.

Tapi tidak, tidak, tidak. Adalah ucapan dari logikanya. Arun harus ingat kalau dia sendiri yang berjanji untuk tidak akan membiarkan siapapun masuk ke dalam hatinya. Dia sudah menutup pintu itu rapat-rapat. Arun harus ingat se-hancur apa dirinya karena pernah begitu percaya pada orang-orang.

Hh … memang rasanya serba salah jika logika dan hati sudah tidak selaras.

"Juna!" panggil Saerin, membuat Arun melepaskan diri dari genggaman tangan Arjuna.

"Kamu ketua panitia, jadi aku minta kamu diem di lapangan dan jangan pergi ke mana-mana."

Ah benar … ini adalah hari festival tahunan sekolah. Acara yang paling di nanti-nanti oleh seisi warga sekolah. Semua sudah mempersiapkan diri untuk ikut berlomba, menonton, atau sekadar meramaikan acara. Sementara itu panitia senantiasa hadir mengurusi segala macam kebutuhannya. Seperti apa kata Saerin tadi. Terlebih lagi Arjuna, dia satu-satunya yang akan sangat diperlukan.

"Saerin. Aku cukup sadar akan posisiku. Lebih baik kamu urus urusanmu," ujar Arjuna.

Sadar diri, tidak akan baik terus berada diantara keduanya. Arun memilih untuk melenggang pergi.

"Sadar? Terus kamu sadar gak? Kamu selalu fokus mikirin Arun, bahkan di saat rapat pun kamu ngelamun, itu yang namanya sadar, Juna?"

"Tapi semuanya berjalan baik sampai sekarang, bahkan tidak ada masalah apapun."

"Ya itu karena aku, Juna!"


Arjuna terdiam. Lelaki itu terlihat sedikit tersinggung atas apa yang baru saja di ucapkan sahabatnya. Tidak, untuk saat ini posisi Saerin adalah wakilnya. Bukan sahabat. "Baiklah … aku pastikan setelah festival ini, hanya kamu yang mengurus semuanya. Aku akan mengundurkan diri," pungkas Arjuna, kemudian pergi meninggalkan Saerin yang amarahnya perlahan semakin memuncak.

ARUNA [END]Where stories live. Discover now