028

370 139 58
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰


18.30 PM.
3 Juni, 2010
Entahlah untuk perasaan malam ini, aku tidak bisa mendeskripsikan-nya.

Berada di titik terlelah, tapi juga tidak putus asa. Lebih ke apa ya … flat? Hampa? Hanya itu yang jelas terasa.

Kini aku akan hidup mengikuti alur. Membiarkan angin terserah ingin membawaku ke mana. Aku sudah benar-benar tidak peduli pada apapun yang sudah terjadi. Aku muak pada semuanya.

Kata Arjuna, sekarang lebih baik menatap ke depan dan jangan pernah menengok ke belakang.

Anak itu … entah sejak kapan dia berhasil mencuci otakku. Segala sesuatu yang dia bicarakan selalu berhasil masuk ke dalam pikiran, menggangguku sepanjang waktu karena terus terngiang.

"Arun" panggil seseorang dari arah pintu.

Malam ini Arun yang tengah menulis di buku bagian belakangnya seperti biasa, lantas menoleh setelah menutup buku tersebut.

"Iya, pah?" sahutnya, begitu melihat seorang paruh baya lelaki yang sudah berdiri di ambang pintu.

Sunho tersenyum masam, perasaannya tidak enak karena merasa mengganggu sang putri. Tapi Sunho juga merasa harus cepat-cepat membicarakan apa yang ingin ia bicarakan pada gadis yang terduduk di meja belajarnya itu.

"Papa mau ngomong sama kamu" ujarnya, kemudian masuk dan duduk di sisi ranjang Arun.

Arun yang mengerti situasi ini lantas beranjak dan mengambil posisi duduk di samping Sunho.

"Kenapa, pah?" tanya gadis itu.

Sunho diam menatap lamat Arun penuh haru. Perasaan bersalah dan penyesalannya begitu besar sampai tidak bisa paruh baya itu deskripsikan.

Beberapa luka di wajah dan tubuh gadis itu terlihat sangat jelas dan merusak kecantikannya. Sunho sangat tahu siapa oknum yang menciptakan luka itu. Benar, dirinya sendiri.

Dan satu orang lainnya.

"Sebelumnya papa mau minta maaf sama kamu… walaupun mungkin kata maaf aja gak cukup buat semua kesalahan papa selama bertahun-tahun sama kamu" ucap Sunho, terlihat jelas penyesalan di raut wajahnya.

"Pah, Arun udah maafin papa bahkan sebelum papa minta" seulas senyum manis terlukis indah di wajah Arun. Begitu terlihat tulus dan lembut.

Sementara Sunho, hatinya kini semakin di buat sakit dan hancur. Mendapat balasan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya dari sang putri.

Paruh baya itu, mati-matian menahan rasa malunya.

"Ada satu lagi, Arun" ucapnya, "waktu malam itu, kamu denger semuanya?"

Inilah inti dari apa yang ingin Sunho bicarakan sebenarnya. Perihal malam di mana ia yakini kalau Arun mendengar semua yang Selly katakan. Sunho yakin akan hal itu.

"Soal… pernikahan pertama papa" jelasnya, "Arun, papa pikir kamu juga harus tau soal ini. Kamu sudah dewasa, dan papa yakin kamu akan mengerti" lanjut Sunho.

Arun tidak munafik, dia tahu dan dia memang mendengar semuanya. Tapi seperti apa yang baru saja gadis itu tulis di bukunya, kalau dia tidak peduli dan tidak mau memikirkannya.

Tapi… jika memang Sunho tidak keberatan memberitahunya, Arun juga tidak akan mempermasalahkan itu.

"Papa pernah menikah dan mempunyai satu anak berusia 1 tahun, istri papa meninggal karena penyakit kanker paru-paru. Arun… papa benar-benar tidak pernah selingkuh dari mama kamu. Semua yang terjadi salah paham"

ARUNA [END]Where stories live. Discover now