Kecemburuan Awan

10.3K 854 36
                                    

Jenaka berusaha mengabaikan keberadaan Awan di antara dirinya dan Dimar. Walau dalam hati Jenaka merasa risi karena terus diperhatikan lelaki itu, Jenaka tetap fokus pada Dimar. 

Dimar menjadi lebih kurus dari biasanya. Wajahnya terlihat lelah, menunjukkan kalau Dimar tidak mendapat kualitas tidur dengan baik. Jenaka mengambil duduk di sebelah Dimar, meletakkan tangan kanannya ke punggung lelaki itu sesekali menepuknya. Jelas saja pemandangan barusan membuat hati Awan terbakar. Ia tidak suka Dimar dekat dengan teman lelaki, tapi keberadaan Jenaka dan mendiang Nasti, lebih mengganggu hati dan pikiran Awan.

Mungkin Jenaka tidak begitu mengancam posisi Awan—karena status Jenaka istri orang. Sudah bersuami. Tapi saat Nasti masih ada, rasanya setiap Awan kemari, bahkan ketika ia dan Dimar berbicara di telepon, pasti Nasti selalu mengganggunya. Ada saja alasan yang dibuat Nasti agar bisa dekat-dekat dengan Dimar.

Terakhir kali, sebelum Nasti ditemukan meninggal, Awan dan Dimar bertengkar hebat. Karena—Dimar lebih memilih menjemput Nasti di tempat kerja, daripada pergi ke apartemen Awan. Dari awal Awan sudah terganggu dengan kedekatan Nasti dan Dimar. Maksud Awan, apa Nasti tidak punya pacar untuk diminta menjemputnya? Atau teman lelaki—selain—Dimar? Katanya teman Nasti banyak, tapi kenapa cuma Dimar saja yang sering direpotkan?

"Buat bantuan lo, makasih ya, Jen." Dimar menggerakkan kepala, menarik kedua sudut bibirnya. "Gimana bisa Lembayung mau bantu gue, Jen? Dia, kan...,"

Hubungan Dimar dan Lembayung memang kurang bagus dari dulu. Lembayung tidak menyukai Dimar, karena Dimar lebih dulu menatapnya sinis. Jangan kira Lembayung cemburu. Bukan. Karena Jenaka juga tahu, Lembayung tidak mencintainya sepanjang pernikahan mereka. Sementara dari sudut pandang Dimar sendiri, Dimar tidak menyukai sikap Lembayung kepada Jenaka. Jika Lembayung lelaki bertanggungjawab, benar-benar menerima perjodohan itu karena menyayangi orang tuanya, seharusnya Lembayung belajar membuka hati, menerima Jenaka sebagai istri.

Di samping itu, Jenaka tidak bisa menjawab pertanyaan Dimar. Ia tidak mungkin mengatakan ada perjanjian di antara ia dan Lembayung. Demi membebaskan Dimar, mengembalikan nama baik Dimar, Jenaka setuju untuk kembali ke rumah itu. Dan, ia terperangkap dalam hubungan tidak pasti. Ia diminta pulang untuk memulai hubungan yang lebih baik, atau tetap berpisah juga pada akhirnya?

"Jen." Dimar menyentuh punggung tangan Jenaka.

Dari tempat duduknya, Awan mulai merasakan panas. Ia meremas kertas yang ia pegang, sepasang matanya tertuju pada dua orang di depannya—Jenaka dan Dimar—yang belum juga melepaskan tangan Jenaka.

"Lembayung bantu lo karena dia pengacara. Apa pun yang terjadi sama kalian, nggak ada hubungannya sama masalah pribadinya." Jenaka membuat alasan. "Lebih baik lo ambil waktu buat istirahat. Jangan kerja dulu."

"Makasih ya, Jen."

Jenaka tersenyum. "Gue bawain lo makanan dari rumah. Lo jangan lupa makan, ya. Jangan sampai sakit."

"Perhatian banget lo sama pacar orang! Mending lo perhatian gih, sama suami lo di rumah!" seru Awan, sensi.

"Dimar teman gue, wajar gue perhatian." Jenaka menatap Awan, tajam. "Kayak lo baru lihat sekarang aja gue perhatian ke Dimar. Mending tutup mulut bencong lo itu, dan pergunakan buat hal yang lebih bermanfaat!"

Jenaka tidak bermaksud mengatakan hal jahat kepada orang lain. Namun, Awan mengganggunya lebih dulu. Kata-kata itu secara murni keluar dari mulutnya, dan berhasil membuat Awan terkejut.

Ia menyambar tas cokelatnya di samping tempat duduk Dimar. "Gue pulang, deh, Mar. Lembayung barusan chat gue, katanya mau makan siang di rumah."

Dimar berdiri, mengantar Jenaka ke pintu. "Kelihatannya hubungan lo sama Lembayung udah membaik? Kalian kelihatan akur," ujarnya.

Jenaka mendengus. Ia teringat tingkah laku suaminya yang mendadak berubah. "Wah! Ada banyak yang mau gue ceritain ke lo, Mar. Tapi gue keburu malas. Ada anjing galak di rumah lo," sindir Jenaka, melirik Awan yang kini mendelik ke arahnya.

Ayo, Kita Cerai! Donde viven las historias. Descúbrelo ahora