Foto Kamu dan Dia, Kan?

6.4K 339 48
                                    

"Bu Jena ..."

Sudah dari tadi Kamya memperhatikan Jenaka yang agak berbeda beberapa hari terakhir ini. Jenaka selalu periang di saat bersama anak-anak di rumah penampungan Sina. Namun, Jenaka kelihatan murung. Seringkali anak-anak di situ menegur Jenaka karena tidak fokus.

"Iya, Ya," balas Jenaka begitu ia memutar badannya. "Ada apa kamu panggil saya?"

"Bu Jena baik-baik aja, kan?" tanya Kamya hati-hati. 

Jenaka mengerutkan dahi. Ia tidak mengerti kenapa Kamya bertanya demikian. Ia rasa, dirinya baik-baik saja. Bahkan ia baru saja mendapatkan hasil pemeriksaan kesehatannya yang benar.

"Maaf kalau saya lancang, atau terkesan sok tahu, Bu. Tapi, Bu Jena kelihatan murung. Apa Bu Jena sedang sakit?"

Kamya sangat hati-hati bicara kepada Jenaka. Walau Jenaka sama baiknya seperti Sina dan Lembayung, tetap saja Kamya memiliki batasan. Tidak boleh asal bicara, bertanya sesuka hatinya seperti kebiasaannya kepada Sina. Karena Jenaka bukanlah Sina. Kamya belajar menempatkan diri di mana pun ia berada.

"Kelihatannya kayak gitu, ya?" gumam Jenaka. Kamya segera menganggukkan kepala. 

Jenaka tidak menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Ia merasa semua berjalan seperti biasanya. Ia pergi ke rumah penampungan Sina sebanyak tiga kali dalam satu minggu setelah berdiskusi dengan Lembayung.

Ah, menyebut Lembayung, suasana hati Jenaka menjadi lebih buruk. Atau Jenaka baru sadar alasan ia menjadi lebih pendiam karena lelaki itu?

Jenaka tidak bohong. Akhir-akhir ini hubungan mereka kurang baik. Bukan karena ia bertengkar dengan suaminya. Tapi, waktu. Waktu yang menjadi alasan kenapa Jenaka begitu kesal kepada Lembayung.

Kamya mengangkat kepalanya ke atas menatap awan yang gelap, tanda-tanda akan turun hujan sebentar lagi. Kamya secara otomatis mengajak Jenaka masuk kala muncul cahaya kilat.

"Anginnya tambah kencang. Kita masuk ke dalam aja, ya, Bu. Yang lain pasti lagi ngumpul di ruang tengah," ajak Kamya.

Energi Jenaka terasa habis, padahal ia tidak melakukan pekerjaan berat. Di sini ia bertugas menjaga, dan merawat anak-anak hingga lansia. Tapi entah kenapa Jenaka sangat lelah, apa efek dari perasaan kesalnya kepada Lembayung?

***

Jenaka hampir ketiduran di kamar anak-anak ketika ia menemani mereka semua yang ada di sana bermain.

Hujan turun begitu deras dari siang hingga menjelang sore. Didukung oleh cuaca yang dingin, Jenaka jadi mengantuk. Semalam ia tidak kurang nyenyak, alhasil, ia menjadi sangat mengantuk.

Tapi niat Jenaka untuk tidur menjadi urung ketika Kamya mengetuk pintu dan masuk ke dalam mencari dirinya.

"Ada Pak Lembayung di luar lagi nunggu Ibu." Kamya bicara sangat pelan. Ia menatap anak-anak di kamar itu sebentar.

Jenaka sontak menurunkan kakinya dari ranjang. "Lembayung ke sini?"

"Iya." Kamya mengangguk kecil. "Baru aja sih, Bu. Tadi waktu datang, bajunya Pak Lembayung basah kuyup. Saya lihat nggak ada mobil di halaman."

"Terus, sekarang Lembayung di mana?" Jenaka bersiap melangkahkan kakinya menuju ke luar kamar.

"Itu, ada di ruang tengah lagi—" Belum sempat Kamya menjelaskan sampai selesai, Jenaka tahu-tahu berlari meninggalkan Kamya yang kini terbengong.

Di ruang tengah, Lembayung diberi satu buah handuk bersih oleh salah satu anak di situ. Tanpa banyak bicara ia menerima handuk tersebut, mengusap puncak kepala si anak yang ia perkirakan berusia sepuluh tahun.

Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Oct 22, 2023 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

Ayo, Kita Cerai! Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu