Rahasia Nasti yang Lain

5.3K 229 26
                                    

Aku nggak tau kalian masih nunggu cerita ini atau udah lupa malahan. Tapi aku berniat buat lanjut ke depannya. Walau nggak bisa update setiap hari.

Happy reading!

Buat yang lupa sama alurnya, bisa baca-baca lagi biar nggak bingung, ya.

***

"Tolong, rahasiakan ini dari istri saya."

"Istri Pak Lembayung, siapa, ya?" 

"Jenaka."

Lili menutup bibirnya dengan kedua tangan. Tentu saja ia mengenal Jenaka. Perempuan itu teman dekat Nasti selain Angel. Malah Jenaka yang paling sering menginap di tempat kost Nasti yang lama. Lili bahkan beberapa kali diajak jalan-jalan oleh mereka hingga akhirnya ikut mengenal Jenaka.

"Saya yakin, kamu pasti juga kenal sama Jenaka."

"Benar," sahut Lili. "Tapi saya baru tahu kalau Jenaka sudah menikah. Wah, selamat!" serunya.

Lembayung menanggapi dengan senyum tipis. "Terima kasih."

Sepintar apa pun Jenaka menyembunyikan rahasia dari Lembayung, seperti diam-diam menyelinap ke ruang kerjanya dan membaca kasus Nasti yang telah ia rangkum, Lembayung mengetahui semua gerak-gerik istrinya. Tebakannya kali ini, Jenaka akan pergi kemari menemui Lili.

Lili adalah teman lama Nasti. Dulunya kedua perempuan ini berada di rumah kost yang sama cukup lama. Hingga akhirnya satu per satu dari mereka pindah. Tapi walau sudah tidak tinggal di tempat yang sama, Lili dan Nasti beberapa kali bertemu. Mereka makan, mengobrol, juga bertemu di luar setiap kali Nasti mengajaknya.

Lili memberi banyak kesaksian. Tepatnya sebelum Nasti ditemukan meninggal di apartemen Jenaka beberapa waktu yang lalu. Lili bersaksi, Nasti tampak gelisah, bahkan pernah menelpon Lili, namun tidak menceritakan apa-apa.

"Nasti pernah datang kemari dari pabrik tempat dia bekerja, Pak." Lili duduk di sofa seberang. "Dia nggak bilang apa-apa selain bawa makanan, dan izin menginap di sini karena waktu itu lagi hujan."

"Kamu beri izin?" tanya Lembayung.

Lili mengangguk. "Iya."

"Ada gelagat aneh yang ditunjukkan Nasti, nggak?"

Lili mendongak, sepasang matanya menerawang. "Dia kelihatan kayak orang nggak tenang. Saya sempat tanya apa dia ada masalah, dia bilang nggak ada. Jadi saya nggak nanya lagi."

Lembayung manggut-manggut. "Okay, saya mengerti." Lelaki itu menatap Lili. "Terima kasih atas waktunya. Tolong ingat pesan saya yang tadi, ya. Jika ada informasi penting lainnya yang baru kamu ingat, kamu bisa hubungi saya."

"Iya, Pak Lembayung," sahut Lili.

***

Lembayung berada di sebuah rumah. Ia harus masuk dari gang ke gang lainnya untuk bisa berada di sini. Ada banyak perempun duduk berjajar, melempar tatapan buas seolah ingin memangsa Lembayung ramai-ramai. Sesungguhnya ia risi, tapi apa boleh buat. Kedatangannya kemari tentu karena sebuah urusan.

Angel.

"BULAAAN!"

Seorang anak perempun berusia sekitar lima atau enam tahun keluar dari sebuah pintu sambil berlarian, menabrak Lembayung ketika akan memasuki sebuah teras rumah. Lembayung membantu anak itu agar tidak jatuh, begitu melihat perempuan bercelana pendek, tangtop, ikut keluar sambil membawa sapu di tangan, anak perempuan mendorong tangan Lembayung kemudian lari lagi.

"Bulaaan! Memang ya, lo, mirip banget sama Ibu lo!" makinya, ditunjukkan pada anak perempuan tadi.

"Angel?" Lembayung menyapa perempuan itu, ragu.

"Siapa?" Perempuan itu menyahut, tebakan Lembayung sepertinya benar. Perempuan di depannya adalah Angel.

"Kamu Angel, temannya Nasti, kan?" tanya Lembayung lagi.

Keduanya saling menatap satu sama lain dengan tatapan berbeda. Jika Lembayung merasa Angel adalah orang yang bisa ia jadikan saksi, maka Angel, ingin kabur dari sana, namun tidak bisa. Mana mungkin ia lari, sementara rumahnya ada di belakangnya persis. Ia sembunyi hari ini, maka besok lelaki ini akan datang lagi kemari.

"Iya, lo siapa? Kok, tahu gue temannya Nasti?" tunjuk Angel ke Lembayung.

Angel mengamati wajah Lembayung. Mau tidak mau ia harus menghadapi lelaki ini jika ingin kehidupannya tenang tanpa diganggu. Angel mengangguk saja, mengantar lelaki itu duduk di teras kemudian mereka mengobrol di sana cukup lama. Membahas Nasti, dan siapa saja orang yang berada di belakang perempuan itu selama ini.

"Kamu tahu kan, Nasti sudah meninggal?"

Pertanyaan yang dilemparkan Lembayung terlalu mendadak untuk Angel. Namun, dengan cepat ia mengubah raut wajahnya menjadi tenang, agar ia tidak dicurigai. Kedatangan lelaki ini tentu tidak mungkin memiliki maksud. Jika Angel tebak, bisa jadi Lembayung sedang menyelidiki sesuatu. Tapi, apa benar Nasti meninggal? Kapan? Kenapa? Atau karena orang itu....

"Oh, itu." Angel memainkan rambut menutupi rasa gugup. Bukan karena orang yang mengajaknya bicara lelaki tampan dan kaya. Ia sudah sering bertemu dengan lelaki semacam ini. "Tahu, kok. Iya, tahu. Kenapa, ya? Kok, nanya ini ke gue, sih? Gue kan bukan keluarganya Nasti."

"Begini," gumam Lembayung, memberi jeda sebentar sebelum menjelaskan alasannya datang kemari.

Jantung Angel rasanya berdebaran, ia takut dituduh yang bukan-bukan. Padahal ia dan Nasti sudah lama tidak bertemu. Sejak Nasti menitipkannya, Nasti seolah tidak ingin memiliki hubungan lagi dengan Angel. Nasti sengaja mengganti nomor ponsel, tidak memainkan akun sosial medianya lagi, seolah Nasti telah hilang ditelan bumi.

"Benar, Nasti pernah jadi simpanan dari lelaki kaya? Dari kesaksian Malaka, adiknya Nasti, juga Lili teman satu kost Nasti, kamu orang yang mengenalkan Nasti ke beberapa lelaki kaya?"

Angel semakin gugup. Ia tidak menjawab, apa lagi mengelak.

"Saya harap kamu jawab dengan jujur. Apa benar juga, kalau Nasti.... pernah melahirkan seorang anak?"

Belum cukup dibuat terkejut dengan pertanyaan Lembayung soal Nasti dan rahasia perempuan itu, Bulan, anak perempuan tadi pulang ke rumah dengan diantar oleh tetangga. Anak itu pulang dengan badan yang dibasahi air got.

"Nih, Ngel, anak lo jatuh ke selokan tadi! Lagian, bandel banget anak lo, sih!" Tetangga Angel mendorong bahu Bulan agak lembut, Angel bersiap akan mengomeli Bulan, namun karena adanya Lembayung, Angel menahan diri.

"Lo bikin susah mulu, ya!" seru Angel, kesal. Ia menyeret Bulan hendak masuk ke rumah.

Lembayung beranjak dari kursi, kemudian berseru, "Berapa usia anak itu?" tanya Lembayung tanpa basa-basi. "Dia... bukan anak kamu, kan?"

Angel tanpa sadar mencengkram kedua bahu Bulan. Sementara anak itu tidak tahu situasi. Di saat Angel merasa terancam dengan kehadiran Lembayung secara tiba-tiba, Bulan justru menangis kencang.

Pertama, Angel mendorong Bulan masuk ke dalam rumah lebih dulu kemudian membanting pintu dari luar. Angel siap pasang badan melindungi Bulan. Diletakkan kedua tangan ke pinggang, dagunya terangkat naik, seolah menantang Lembayung.

"Jangan sembarangan ya, lo." Angel menunjuk Lembayung. Seketika perempuan itu menjadi berani karena keadaan yang memaksa. "Dia anak gue, lo pikir anaknya siapa? Nasti?!" pekik Angel. "Gue yang besarin dia, ngasih dia makan, gue juga yang—"

"Kamu nggak menyebutkan kamu yang melahirkan Bulan," sela Lembayung, berhasil membuat Angel mengatupkan bibir. "Saya cuma tanya. Berapa usia Bulan sekarang? Kapan dia lahir, dan siapa Ibu kandungnya."

Angel menurunkan tangan, ia meremas ujung kaus tanpa lengan yang dikenakannya. Lelaki di depannya tidak bisa ia bohongi begitu saja. Entah tahu dari mana, sekadar menebak, atau Lembayung tahu semua rahasia Nasti? 












To be continue---

Ayo, Kita Cerai! Donde viven las historias. Descúbrelo ahora