Menemui Jalan Buntu

9.1K 674 81
                                    

"Dari hasil test yang keluar, kondisi Bu Jenaka sangat sehat. Begitu pun dengan organ Bu Jenaka." 

"Ya?" Jenaka bengong sesaat. "Saya nggak sakit, Dok?"

Dokter menjadi bingung. "Siapa yang bilang Ibu sedang sakit? Ibu bisa melihat hasil test yang keluar. Bu Jenaka dalam keadaan sangat sehat. Ibu sama sekali nggak sakit apa pun."

Jenaka keluar dari ruangan seorang Dokter sembari terus memikirkan percakapannya tadi. Ia tidak sakit. Ia dalam kondisi sehat.

Sebelumnya Jenaka telah memutuskan akan menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia meninggal. Namun Dimar mengatakan ia harus melakukan serangkaian test untuk melihat kondisi penyumbang. Dalam keadaan sehat, atau malah memiliki penyakit kronis. Untuk mengetahuinya, Jenaka memutuskan pergi ke rumah sakit dan melakukan berbagai test. Dan hari ini hasil test itu keluar. Tapi Jenaka malah menjadi bingung.

Ia tidak sakit...

Kalimat itu terus terngiang di telinga. Ia menepuk kedua pipinya agak keras, lalu disusul suara pekikkan dari bibirnya sendiri.

"Sakit ternyata," gumam Jenaka menyentuh kedua pipinya. "Gue lagi nggak mimpi berarti, kan?" tanyanya kepada diri sendiri.

Tapi walau pun begitu Jenaka tidak bisa percaya begitu saja. Mana tahu hasil test yang keluar ada yang salah. Dua bulan lalu ia didiagnosa sakit, waktunya tersisa tinggal tiga bulan lagi. Namun, yang barusan apa? Yang salah yang mana?

"Je! Jenaka!"

Langkah Jenaka berhenti. Seorang perempuan bersama tim medis mendorong brankar melewatinya. Sepasang mata Jenaka terus mengikuti perempuan itu pergi.

"Jenaka! Lo dengar gue, kan! Je!" seru perempuan itu panik.

Kemungkinan perempuan bernama Jenaka terbaring di atas brankar. Dan perempuan satunya mungkin teman atau saudaranya. Melihat perempuan itu menjadi sangat panik dengan suara gemetaran karena menangis.

Jenaka jadi urung pergi. Samar-samar ia mendengar obrolan perempuan tadi di lorong. Sementara pasien bernama Jenaka—dibawa masuk ke sebuah ruangan oleh para perawat.

"Udah dua bulan terakhir Jenaka drop! Gue udah suruh dia pergi ke Dokter buat periksa. Tapi dia selalu kekeuh bilang udah pernah, dan hasilnya dia sehat-sehat aja."

Jenaka mendengar obrolan perempuan tadi di telepon. Jenaka menajamkan pandangan, terlihat tangan si perempuan menjadi gemetaran memindahkan ponsel di sebelah telinganya.

Jenaka menggelengkan kepala menyadarkan diri. Ia terlalu lama menguping perempuan itu sejak tadi. Jenaka menggerakkan kepala, memutar badan memutuskan pergi dari sana.

Nama mirip, nama persis sekali pun menjadi hal wajar. Bisa saja terjadi pada orang lain termasuk Jenaka. Nama Jenaka pasti ada banyak yang memakai. Mungkin ada ratusan orang yang menggunakan nama itu tanpa Jenaka ketahui.

Ia memasukkan hasil test miliknya ke dalam tas. Berjalan cepat ke arah lift berada. Masih ada hal yang akan dilakukannya hari ini daripada melamun dan memerhatikan masalah orang lain.

***

"Jenaka, ya?"

Jenaka mengangguk kecil. "Lo masih ingat gue?"

Perempuan di depannya mengibaskan tangan, menyemburkan tawa. "Masih, dong! Eh, masuk dulu yuk. Lo jauh-jauh ke sini sama siapa? Pacar?"

"Sendiri," jawab Jenaka. Ia mengangkat sebelah tangan menunjukkan cincin di jari manisnya. "Gue udah nikah dari tiga tahun lalu."

Perempuan itu membulatkan kedua mata. "Ya ampun, Jen! Gue kira lo masih lajang."

Perempuan bernama Lili tersebut mengajak Jenaka masuk ke dalam rumahnya. Mengajak Jenaka duduk di salah kursi yang ada di ruang tamu. Tidak lupa Lili menjamu Jenaka dengan banyak makanan juga minuman.

Lili adalah teman dari kost lama Nasti. Jenaka juga mengenal Lili walau tidak bisa dibilang sangat akrab. Jenaka bisa mengenal perempuan itu karena Jenaka sering berkunjung ke kost Nasti. Terkadang ia menginap. Dari situ Jenaka sesekali mengobrol dengan Lili.

"Gue kaget banget dengar kabar Nasti meninggal." Lili menurunkan bahu, menghela napas panjang. "Gue bisa bantu apa buat kasusnya Nasti? Gue nggak yakin bisa bantu banyak karena udah lama nggak ketemu sama dia."

Tentu kedatangan Jenaka ke rumah Lili bukan untuk temu kangen mengenang masa lalu. Jenaka datang kemari setelah ia ingat Lili sangat dekat dengan Nasti selain Jenaka dan Dimar. Siapa tahu Lili mempunyai informasi. Karena sekecil apa pun informasi yang Jenaka dapatkan, akan sangat berarti membantu menemukan pembunuh Nasti.

"Baru-baru ini ada yang orang datang nemuin gue, Jen. Cowok ganteng, katanya pengacara," ujar Lili dengan kerutan di dahi. "Dia nanya soal Nasti ke gue."

Jenaka menebak jika itu suaminya, Lembayung.

Pasti Lembayung juga sedang menyelidiki kasus Nasti karena Awan masih ditahan sampai sekarang. Bukti rekaman CCTV dianggap cukup kuat karena Awan ketahuan membuntuti Nasti sepulang bekerja.

"Waktu lo sama Nasti masih tinggal di kost lama, lo pernah lihat ada teman dia selain gue yang berkunjung nggak, sih?" tanya Jenaka. Mengingat Nasti punya banyak teman, bisa saja Nasti sering membawa teman-temannya datang ke tempat kost. Bisa saja, salah satunya adalah Angel.

"Bentar, gue ingat dulu." Lili bergumam, memiringkan kepala. "Ada, sih... cewek seksi. Namanya Angel kalau nggak salah. Gue ingat namanya karena dia sering nginep di kamar Nasti."

"Angel?" sahut Jenaka. "Lo kenal juga, nggak?"

"Nggak, lah." Lili menggeleng. "Bukannya gue pilih-pilih teman. Tapi gue risi sama penampilan si Angel itu. Tapi dia sering banget datang nemuin Nasti, Jen. Lebih sering dari lo."

"Terakhir lo ketemu Nasti kapan, Li?" tanya Jenaka.

Lili diam, menyentuh dagunya. "Lama banget, Jen. Tiga atau dua tahun yang lalu kayaknya. Ah, ya!" seru Lili tiba-tiba. Sepasang mata Lili melebar, seakan ingin menyampaikan sesuatu yang penting. "Seminggu setelah Angel meninggal!"

"Apa?" Jenaka hampir memekik. "Ini Angel yang sama lo sebut tadi, kan?"

Lili mengangguk tegas. "Iya, Nasti nemuin gue waktu itu. Dia kayak orang ketakutan. Padahal yang meninggal kan Angel. Harusnya dia sedih, bukan takut."

Terakhir, Jenaka bertanya sekali lagi. "Menurut lo, waktu Nasti lagi sama Angel, dia nunjukkin gelagat aneh nggak, sih?"

"Apa, ya?" gumam Lili. "Gue lihatnya biasa aja. Cuma, dia jadi sering keluar malam setiap Angel datang ke kamar kost-nya. Itu aja sih kayaknya. Gue nggak berani nanya macam-macam karena takut dianggap lancang sama Nasti."

Harapan Jenaka untuk dapat menemukan Nasti sudah tidak ada. Orang yang ia cari sejak satu minggu lalu nyatanya sudah meninggal dari dua tahun yang lalu. Jenaka menghela napas panjang tanpa kentara. Ia seolah menemukan jalan buntu untuk mencari pembunuh Nasti.

Satu-satunya orang yang bisa Jenaka tanyai siapa sosok 'lelaki berkuasa' itu cuma Angel. Kalau Angel meninggal, di mana lagi Jenaka harus mencaritahu?

Lili dan Malaka sama-sama tidak tahu persis wajah Angel seperti apa. Mereka cuma melihat sekilas, atau dari belakang. Apa lagi di zaman itu, kamera ponsel tidak secanggih zaman sekarang.














To be continue---

Jangan kaget kalau tiba-tiba cerita ini udah ada E-book, ya. Aku udah bikin 5-6 bab yang nggak aku publish, yang harusnya udah di update. Karena lambatnya komen kalian ngumpul, aku tabung aja biar bisa bisa rilis e-booknya lebih cepet.

Ayo, Kita Cerai! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang