Pesan Jenaka untuk Lembayung

12.2K 870 31
                                    

"Kenapa, Bi?"

Pagi-pagi sekali, Bi Sumi mengetuk pintu kamar kedua majikannya. Bahkan Lembayung dan Jenaka belum bangun. Lembayung yang mendengar itu, lantas segera membuka, dan menemukan sosok Bi Sumi berdiri di depannya. 

"Ada tamu di bawah, Pak," beritahu Bi Sumi.

"Siapa, Bi?" Lembayung sampai menoleh ke belakang menatap jam di dinding. Tamu dari mana datang pagi-pagi begini? Bahkan si pemilik rumah belum ada yang bangun.

"Pak Dimar, Pak. Temannya Bu Jenaka."

Jawaban Bi Sumi menarik Lembayung untuk mengerutkan dahi. Bi Sumi sebenarnya tidak enak jika harus membangunkan kedua majikannya. Apa lagi Jenaka baru keluar dari rumah sakit kemarin sore. Tapi, melihat Dimar datang dengan wajah gelisah, Bi Sumi terpaksa mengetuk pintu kamar majikannya.

Lembayung menghela napas, mengusap wajahnya menggunakan tangan kanannya. Ia mencoba agar tidak terpancing emosinya. Ia kesal bukan karena Dimar ingin menemui Jenaka. Toh, mereka dari dulu sudah berteman, bahkan sebelum Jenaka dan Lembayung menikah. Hanya saja, Dimar seperti tidak tahu tata krama. Bertamu di rumah orang pagi-pagi sekali.

"Ya udah, Bibi tolong buatin kopi untuk Dimar, saya turun sebentar lagi."

Bi Sumi mengangguk patuh. Ia pamit kembali ke lantai bawah, membuatkan Dimar secangkir kopi seperti yang diminta Lembayung.

Lembayung menahan pintu, mengarahkan kedua matanya pada sosok Jenaka yang masih tidur. Lembayung meletakkan sebelah tangan ke pinggang, ia memutuskan yang akan menemui Dimar di bawah.

***

Sebelah tangan Jenaka meraba ranjangnya. Sontak, ia bangun dan membuka mata. Ia tidur sendirian, mungkin Lembayung sudah bangun lebih dulu.

Tubuh Jenaka jauh lebih baik daripada kemarin. Walau terkadang Jenaka masih merasakan pusing, setidaknya ia kuat berjalan agak jauh.

Jenaka baru selesai mencuci muka dan menggosok gigi. Di depan cermin, ia menyisir rambut panjangnya, lantas mengenakan bando. Jenaka berniat turun menyusul Lembayung. Ia bosan jika harus makan di kamar. Ia ingin makan di bawah saja bersama Lembayung.

Sebelum Jenaka menginjakknya kakinya ke anak tangga pertama, Jenaka mendapati Lembayung duduk membelakangi tangga, dengan seorang lelaki—berkemeja biru. Jenaka meniruni satu per satu anak tangga, menajamkan pandangannya pada lelaki itu. Saat ia semakin dekat, Jenaka baru sadar jika orang yang ia lihat adalah Dimar.

"Jen," sapa Dimar setelah ia menemukan Jenaka di belakang Lembayung.

Lembayung menoleh, kemudian tersenyum pada Jenaka. Jenaka mengambil duduk di sebelah Dimar, ia terlihat heran kenapa ada Dimar di rumahnya pagi-pagi sekali.

Lembayung memerhatikan pergerakkan Dimar. Lewat tatapan matanya, Lembayung seolah memberi ancaman agar Dimar tidak membahas apa-apa soal kasus Nasti di depan Jenaka. Apa lagi diketahui polisi telah mengamankan seorang lelaki yang diduga pelaku pembunuhan Nasti.

Sejak kasus pembunuhan Nasti, Jenaka jadi sering melamun. Masih sering mimpi buruk, lalu tiba-tiba menangis. Lembayung berusaha menyingkirkan apa saja yang bisa membuat Jenaka sedih, menjadi kepikiran, lalu berakibat pada kondisi kesehatannya.

"Gue cuma mampir, Jen." Dimar dengan cepat memahami maksud tatapan Lembayung.

"Habis dari mana pagi-pagi gini, Mar?" tanya Jenaka.

"Joging," jawab Dimar sekenanya.

Jenaka menatap penampilan Dimar. "Joging? Pake kemeja?" gumamnya. "Lo joging di mana sampai nyasar ke sini, Mar?"

Ayo, Kita Cerai! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang