15. Restu

21K 2.3K 38
                                    

Suasana tegang nampak melingkupi ruang tamu di kediaman milik Althaia.

Abraham, selaku kepala keluarga melipat kedua tangannya di depan dada seraya menatap seorang laki-laki yang mengaku sebagai kekasih Althaia dengan tatapan tajam.

“Pa, udahlah. Lagipula dia bukan pacar Althaia. Dia cuma ngaku-ngaku,” kata Althaia mencoba membujuk Papanya untuk tak mengintimidasi Max.

Ia cukup kesal pada Max yang mengaku-ngaku sebagai pacarnya saat bertemu dengan Abraham dan Hani. Dengan penuh percaya dirinya Max bersikap seperti menantu idaman saat tiba di rumahnya. Hal itu membuat Althaia kesal sekaligus takut.

“Gak peduli cuma ngaku-ngaku atau memang dia mengatakan yang sebenarnya, Papa cuma mau tanya apa alasan dia menjadikan kamu kekasihnya?”

Max bisa merasakan jika tubuhnya berubah panas dingin. Sangat merutuki sikapnya yang dengan blak-blakan mengaku di depan kedua orang tua Althaia. Dan lihatlah sekarang, ia seperti seorang tersangka yang sedang disidang dengan berbagai macam pertanyaan.

Sedangkan Althaia, gadis itu sudah angkat tangan memperingatkan Papanya untuk percaya. Sulit untuk membuat Papanya tersebut percaya sebelum mendengar dan melihat secara langsung.

“Kamu!”

Abraham menunjuk Max dengan dagu yang diangkat tinggi-tinggi. Jangan lupakan tatapan tajamnya yang sudah seperti predator mengincar mangsanya.

“Iya, om. Saya kenapa?”

“Apa alasan kamu mendekati putri saya?”

“Gak ada alasan khusus, om. Saya langsung merasa tertarik saat pertama kali melihat Althaia. Dan rasanya saya ingin memilikinya.”

“Dimana pertama kali kamu ketemu anak saya?”

Tubuh Althaia langsung menegang. Ia menggigit bibir bawahnya penuh kecemasan. Jangan sampai Max mengatakan pertemuan keduanya saat di club' malam waktu itu.

“Di tempat hiburan malam.”

Tamat sudah riwayatnya.

Althaia tak berani menatap Papanya karena takut. Dalam hati terus mengumpati nama Max karena berkata jujur.

Berbeda dengan Althaia yang ketakutan, Abraham justru tersentak kaget. Matanya beralih pada Althaia yang menundukkan kepalanya.

“Tempat hiburan malam? Sejak kapan kamu berani masuk ke sana, Althaia?” tanya Abraham dengan datar.

“Althaia bisa jelasin. Ehm, Althaia cuma jemput Grace yang waktu itu mabuk. Demi Tuhan, Althaia gak macam-macam di sana. Papa bisa tanya sendiri ke Max.”

Althaia mengkode Max melalui ekor matanya. Berharap laki-laki itu paham akan kode yang diberikannya. Suasana semakin tegang saat Max tak berusaha menyangkal perkataan Althaia.

“Benar itu?” tanya Abraham yang kini beralih pada Max.

“Benar om. Althaia hanya menjemput temannya.”

“Papa harap itu yang terakhir kalinya kamu pergi ke sana, Althaia.”

“Iya Pa! Althaia janji gak akan pernah ke sana lagi.”

Abraham beranjak dari duduknya. Hendak meninggalkan Althaia dan Max sendirian di ruang tamu.

“Om? Jadi saya diberi restu atau tidak?” tanya Max dengan gamblang. Setelahnya, laki-laki itu menutup mulutnya dengan sebelah tangan karena tak percaya kalimat tersebut bisa keluar dari mulutnya dengan lancar.

Abraham berbalik. Alisnya terangkat sebelah. “Kamu mau saya kasih restu atau tidak?”

“MAU!” teriak Max tanpa malu.

Hello MaxWhere stories live. Discover now