Chapter 4

28.1K 3.5K 660
                                    

PEMBUKA

Absen emot dulu di sini 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Absen emot dulu di sini 💚

***


Kanina menepati ucapannya. Seminggu ini, gadis itu selalu mengirim pesan untuk mengingatkan Janu perihal makan dan istirahat. Kanina rutin mengirim pesan di jam-jam kapan harus sarapan, makan siang, makan malam, dan istirahat. Gadis itu juga memintanya untuk mengkonsumsi buah-buahan, bahkan ia repot-repot menjelaskan manfaat buah itu lewat pesan suara, tidak lupa dengan sedikit bumbu omelan ketika Janu menggodanya. Di waktu senggang Kanina juga kerap kali menghubunginya untuk mengobrol santai. Ketika mengobrol, gadis itulah yang lebih banyak bicara. Janu hanya berbicara sesekali. Itupun hanya ketika ditanya, selebihnya Kanina yang mendominasi, dan Janu menjadi penikmat kecerewetan itu.

Orang-orang mungkin akan kesal jika Kanina sudah mulai banyak bicara, tapi tidak dengan Janu. Ia suka setiap kali Kanina begitu cerewet berkomentar dan mengomel soal kebiasaan buruk. Janu anggap omelan itu adalah wujud kepedulian Kanina padanya.

Ada kalanya keberanian untuk menyatakan perasaan yang sudah ditutup rapat sejak tujuh tahun itu tumbuh ketika merasakan bagaimana gadis itu bersikap padanya. Banyak momen yang membuatnya merasa kalau Kanina juga memiliki perasaan sama dengannya. Hanya saja ketika ia mengingat kalau Kanina baik dan perhatian pada semua orang, keberaniannya runtuh. Janu takut ini hanya perasaan sepihak dan dirinya mungkin hanya salah satunya bukan satu-satunya. Lalu mengutarakan perasaan adalah kesalahan paling fatal yang bisa saja membuat Kanina tidak nyaman dengan 'persahabatan' ini lalu menjauh. Dan saat itu juga mungkin Janu kehilangan Kanina sebelum memiliki.

Inilah yang membuat perasaannya tertutup rapat selama tujuh tahun. Janu selalu menunda karena terpengaruh oleh pikiran buruknya sendiri. Kadang juga ia merasa belum layak untuk menjadi pria paling beruntung memiliki gadis nyaris sempurna yang dicintai dan dipuja banyak orang seperti Kanina. Ia belum memiliki apa-apa untuk menjadi layak di sisi gadis itu.

Seseorang datang tanpa diundang. Dengan kurang ajarnya, pria itu memukul meja beberapa kali dengan kepalan tangan disusul tendangan di kursi yang Janu duduki. Apa yang dilakukan berhasil menarik kesadaran Janu yang larut dalam lamunannya. Sangat terkejut dengan kelakuan sahabatnya yang kurang waras, Janu menatap pria itu tanpa ekspresi sebelum bolpoin di tangannya melayang. Sialnya benda itu ditangkap begitu mudah oleh pria yang melempar senyum meremehkan padanya.

"Galau lo, Nu? Cih, banyak gaya banget sok-sokan galau. Galauin siapa, sih? Atau lagi banyak pikiran?
Perusahaan kecil lo ini mau bangkrut?" cibir pria pengganggu ketenangan Janu. Menyisakan kaus putih tanpa lengan, jaket denim yang baru saja ditanggalkan, dilempar dengan gerakan angkuh ke sofa. Pria itu pun duduk di hadapan Janu.

Perkenalkan, pria berandalan tidak tahu sopan santun itu adalah Yuda Anggana Bagaspati; sepupu jauh sekaligus sahabat yang mengajari 'nakal'.

Kalau hanya dilihat dari penampilan urakannya yang jauh dari kata rapi, mungkin tidak ada yang menyangka kalau Yuda adalah pewaris tunggal seluruh harta kekayaan keluarga Bagaspati yang merajai beberapa industri; makanan, travel dan biro wisata, manufaktur, dan elektronik. Alih-alih bernampilan dengan stelan formal, Yuda lebih sering mengenakan ripped jeans, leather jacket, dan kaus, saat ke acara-acara formal sekalipun. Tidak heran jika kehadiran si penyuka kebebasan ini selalu paling mencolok dan menjadi pusat perhatian.
Dibandingkan di gedung pencakar langit, Yuda lebih mudah ditemukan di arena balap liar, bar, atau tempat-tempat wisata alam.

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang