Chapter 21

23K 3.6K 1.5K
                                    

PEMBUKA

Sesuai voting, tetep update walaupun kemaleman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai voting, tetep update walaupun kemaleman. Akutuh lupa, kirain sekarang bukan malem minggu wkwkwk

Emot buat chapter ini jangan lupa.
***



Mendengar namanya dipanggil, Janu menghentikan langkah. Bersamaan dengan itu, tangan berototnya terulur menarik tas yang Jia gendong untuk menghentikan pergerakan bocah liar itu. Bisa bahaya kalau dibiarkan berkeliaran sendirian.

Janu kira ia menarik dengan tenaga pelan, tapi ternyata cukup keras sampai tubuh Jia nyaris terjungkal ke belakang kalau saja lengannya terlambat menyelamatkann. Wajah bocah itu sampai panik dan membuatnya menahan senyum lalu membantu berdiri sempurna. Dari tas gendong, tangan Janu beralih ke tangan Jia untuk digenggam erat-erat agar tidak kabur. Usaha bocah itu untuk meloloskan diri pun percuma. Tenaga dari lengan Jia bukan tandingan otot-ototnya yang menonjol.

"Mas Janu, kan?" tanya pria berbadan kekar dengan pakaian serba hitam. Setahu Janu, pria itu adalah petugas keamanan di gedung apartemen ini.

"Iya. Ada apa, ya, Pak?"

"Maaf menganggu. Ini ada titipan buat Mas Janu."
Pria itu mengangsurkan travel bag ukuran besar berwarna merah muda dengan gambar donal bebek.

Sontak saja Janu bingung. "Ngomong-ngomong ini dari siapa, Pak?"

"Dari Ibu Tifanny, Mas."

Perasaan Janu mulai tidak enak.
Apapun yang melibatkan peran Tifanny patut dicurigai.
Janu tidak bisa berpikir positif lagi pada mama yang akhir-akhir ini lebih banyak memberi tekanan.
Detik ini juga, Janu mulai mempersiapkan mental. "Oh itu mama saya. Tadi beliau ke sini?"

"Iya, tapi langsung pergi lagi karena buru-buru makanya itu dititipin ke saya."

"Mama saya ada nitip pesan nggak?"

"Nggak ada, sih, Mas. Cuma nitip tas itu, katanya isinya barang-barang keperluan Jia."

Alis Janu menukik nyaris menyatu satu sama lain.
Barang keperluan Jia?
Semakin mencurigakan.
Mari berdoa, semoga saja Janu tetap bisa mempertahankan kewarasan. "Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya pergi dulu."

"Sama-sama, Mas."

Tangan kiri Janu menenteng travel bag yang membuatnya bertanya-tanya soal isinya, sementara tangan kanan setia menggenggam tangan mungil Jia yang tidak bisa melihat karena kepala bocah itu ditutupi jas milik Janu.

Memasuki lift, Janu meletakkan travel bag dan melepaskan tangan Jia. Begitu dilepas Jia mengambil langkah kecil dan berdiri di belakang Janu dengan berpegangan pada pinggang pria itu. Janu hanya bisa menghela napas berat. Ia berusaha menahan diri agar tidak membuang-buang energi hanya untuk menegur aksi kekanakan bocah yang tengah memainkan ikat pinggangnya.

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang