Chapter 52

22.2K 2.1K 274
                                    

P E M B U K A

biar nggak bingung, sekadar informasi aja kalau di extended chapter 51 itu Janu-Jia asyik-asyik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

biar nggak bingung, sekadar informasi aja kalau di extended chapter 51 itu Janu-Jia asyik-asyik

***

Ketika wajah Jia menjadi objek pertama yang tertangkap begitu kelopak matanya terbuka, Janu tersenyum lebar sembari memangkas jarak. Membawa dirinya lebih dekat sampai bisa bersentuhan langsung dengan Jianya. Dari jarak sedekat ini, si kecil nampak berkali-kali lipat lebih menggemaskan. Tidak akan ada kata bosan ketika memandangi gadis semenggemaskan calon istrinya ini. Apalagi dengan posisi tidur meringkuk dalam dekapannya persis seperti bayi yang masih sangat polos. Tidak salah ia menyebut dan memperlakukannya seperti bayi. Jia-nya memang masih bayi.  Janu sampai tidak bisa menahan diri untuk tidak menciuminya, menghirup aroma minyak telon yang tertinggal di perpotongan leher dan lengan.
Ciuman yang membuat calon istrinya mengerang kesal, tidak suka tidur nyenyaknya diusik.

Bibir yang menjadi candunya itu pun bergerak mengeluarkan protes dengan suara rengekan lucu, disusul pukulan. Kalau selucu itu caranya marah, bukannya berhenti, Janu justru semakin menjadi. Terutama saat menyerang pipi empuk Jia yang semakin berisi.

"Jangan cium-cium," larang Jia. Tanpa membuka kelopak mata, ia dorong wajah Janu menjauh dari wajahnya. Setelah berhasil, ia gunakan kedua telapak tangan untuk melindungi wajah dari om-om yang doyan sekali menciumnya. Padahal semalam sudah mencium setiap jengkal tubuhnya, tapi masih saja kurang.
"Jia masih ngantuk banget tau. Om jangan ganggu, ya? Biarin Jia bobok lagi."

Janu singkirkan pelan-pelan telapak tangan Jia agar tidak menutupi wajah yang sedang ia pandangi keindahannya. 
"Ngantukan banget kayak bayi. Katanya nggak mau dipanggil bayi, tapi masih kayak bayi gini," kata Janu dengan nada mengejek. Terus dicubiti oleh si kecil yang tidak mau tidurnya diganggu, ia pun menangkap tangan itu untuk digenggam.
"Bangun dulu, yuk. Udah siang loh, boboknya dilanjut nanti aja ya Sayang. Sekarang sarapan. Kan nggak boleh telat makan, nanti tummy-nya sakit loh. Nggak enak, kan, kalau sakit?"

"Ummm."

"Lagi pengin sarapan pakai apa? Apa mau nyari sarapan di luar?"

"Om sarapan sendirian nggak papa, kan? Jia sarapannya nanti-nanti aja, kalau sekarang belum laper. Masih pengin bobok yang lama."
Jia tahu kalau hari sudah siang, tapi ia tidak berniat bangun dalam waktu dekat. Setelah jam tidurnya dipangkas habis untuk mencoba pengalaman sex pertama dengan Janu sampai tumbang di ronde ketiga, kantuk berat mendera. Jia butuh tidur beberapa jam lagi sebagai pengganti waktu semalam. Selain itu, ia juga butuh istirahat untuk memulihkan tenaga yang terkuras habis setelah melayani sisi liar Janu yang terpendam sangat lama.

Sampai detik ini, Jia masih belum sepenuhnya percaya kalau pria yang menyematkan cincin saat bergerak lembut di atasnya, memiliki hasrat setinggi itu. Seandainya semalam ia tidak merengek bahkan sampai menangis saat memohon, setelah kegiatan di kamar mandi selesai, Janu pasti akan mengajaknya memulai ronde baru di ranjang. Dari cara pria itu menatap dan mengirim rangsangan, terlihat jelas kalau masih sangat menginginkannya. Tiga ronde yang sudah dihabiskan nyatanya belum cukup.

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang