Chapter 11

20.2K 3.5K 897
                                    

PEMBUKA

Emot buat chapter ini mana? 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Emot buat chapter ini mana? 💚

Met malming 💃

***

Selesai membantu menyusun belanjaan, Kanina pamit pergi tanpa bisa Janu cegah. Padahal ia sudah berharap banyak gadis itu tinggal lebih lama di apartemennya. Ia bahkan sudah merencanakan beberapa kegiatan seperti masak bersama, menonton film romantis, atau minimal ngobrol santai. Untuk kesekian kali, semua berjalan tak seperti yang Janu harapkan. Kanina buru-buru pergi setelah Yuda menelepon; hal-hal tentang Yuda memang tetap berada di list teratas dalam hidup Kanina. Janu sudah menawarkan diri mengantar Kanina ke tempat Yuda namun ditolak dengan menjadikan Jia sebagai alasan.

Sepeninggal Kanina, Janu yang mulanya semangat, terlihat lesu dan kehilangan gairah. Pria itu bahkan hampir saja melampiaskan kekesalan pada Jia yang begitu berisik dan tidak peka pada suasana hatinya. Kalau tidak mengingat baik nasihat sang mama, Jia mungkin sudah mendapatkan bentakan dan kalimat menyakitkan dari mulut jahatnya.

"Om punya peniti nggak? Kemeja Om gede banget, ini merosot terus."

Kepala Janu menoleh malas ke arah sumber suara. Refleks pria itu tersedak ludahnya sendiri ketika menemukan Jia dengan penampilan asdfghjkl setelah mandi: rambut berantakan yang justru memberi kesan sexy(?) kemeja putih kebesarannya yang menenggelamkan tubuh mungilnya hingga membuat Jia nampak menggemaskan(?), lalu... Janu menggeleng tegas. Sejak kapan ia semesum ini?! Apa mesum adalah sejenis penyakit menular? Jika iya, mungkin ia sudah tertular kemesuman Yuda.

Menepuk dada, Janu meraih teh botol dan meneguk isinya dengan cepat untuk meredakan batuk.
Ini salah. Jia masih kecil dan pria sedewasa dan matang sepertinya tidak seharusnya bereaksi seperti ini pada bocah baru puber seperti Jia. Mengusir hal yang tidak seharusnya dipikirkan, Janu menggunakan botol teh untuk memukul keras kepalanya.

Ketika Jia dengan santai mengisi sofa di hadapannya, Janu langsung sibuk menggulirkan bola mata ke arah lain demi menjaga kesucian hati, mata, dan pikirannya. Jiasya Ivana, sialan! Dalam hati ia mencibir bocah menyebalkan yang sedang berusaha menggodanya.
Apa Jia pikir ia akan tergoda?
... tergoda, sih. Tapi sedikit.
Sedikit sekali.

Maksud Janu, tidak sama sekali. Hanya hampir saja, tapi tidak sampai benar-benar tergoda. Lagipula orang gila mana yang tergoda melihat bocah seperti Jia yang belum tumbuh sempurna. Kalau Yuda pedofil sinting, mungkin-mungkin saja. Tapi ini Janu yang seleranya saja Kanina.

Menarik kerah kemeja kebesaran yang terus merosot, Jia kembali bersuara. "Baju Om pas masih SD ada nggak? Jia pinjem yang itu aja. Ini gede banget, merosot terus. Ini-nya Jia kelihatan."

Sialnya Janu menoleh bertepatan dengan Jia yang sedang menunjukkan bahunya yang putih mulus. Gilanya, pandangannya sedikit turun ke bawah hingga ada sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat.

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang