Chapter 26

17.3K 3.4K 1.3K
                                    

P E M B U K A

Emot buat chapter ini mana?



"Om Janu jangan tinggalin Jia lagi, Jia takut sendirian. Tadi sopir taksinya nakal mau jahatin Jia."

Meski selalu menunjukkan sikap acuh tak acuh ketika Tifanny mengoceh hal-hal tentang Jia, diam-diam Janu menyimak dan mengingat semua itu dengan baik, hal sekecil apapun. Karena itulah ia tahu bagaimana cara ampuh menenangkan gadis yang terisak sembari memeluknya begitu erat. Berhasil meyakinkan diri, sepasang lengan berototnya berada di pinggang ramping Jia lalu mengangkatnya dalam sekali hentakan, membawanya ke gendongan ala koala.  

"Pegangan biar nggak jatuh."
Janu berkata dengan suara yang sangat lirih, terdengar seperti bisikan.
Hanya Jia yang mendengar.
Setelahnya, gadis itu pun mengalungkan tangan di leher, sementara kepalanya yang terasa berat ia baringkan di pundak kokoh pria itu.

"Yud, ada ruangan kosong?" tanya Janu menahan berat Jia dengan satu tangan, sementara tangannya yang satu tak berhenti mengelus punggung sempit gadis itu.

Selama beberapa saat Yuda terdiam, sibuk merangkai kepingan puzzle tentang Janu dan Jia. Ia tidak sembarang mengambil kesimpulan. Semua tentang mereka sudah sangat jelas.

"Yud?"

"Lurus sampe ujung, belok kiri."

"Oke," kata Janu lirih agar tidak mengganggu ketenangan Jia. Sebelum benar-benar pergi, ia menyempatkan diri untuk menitipkan Kanina pada Yuda. "Sama Yuda dulu, gue mau urus Jia sebentar."

Dari cerita yang dikarang oleh Nyonya Tifanny Putri, kondisi gadis yang ia gendong sangat rawan ketika merasa terancam, takut, mengalami banyak tekanan, dan diingatkan tentang masa lalu. Jika tidak segera ditenangkan, kemungkinan terburuknya Jia akan mengamuk hebat. Kalau sampai itu terjadi, tidak hanya diamuk sang mama, Janu juga akan diamuk oleh bala tentara pelindung Jia.

Menemukan ruangan kosong yang Yuda maksud, Janu membawa Jia masuk, tidak lupa mengunci pintu untuk memastikan tidak ada yang mengganggu usahanya menenangkan gadis yang masih terisak kecil.
Ia pun duduk di sofa dekat jendela kaca yang baru dibuka. Sementara Jia duduk di pangkuannya.

"Tasnya dilepas dulu, ya?" pinta Janu. Ia mengontrol diri untuk bisa memperlakukan Jia selembut mungkin.

Anggukan pelannya sebagai jawaban. Tangannya yang bertaut di tengkuk Janu pun diurai untuk memudahkan pria itu membantu melepas tas beruang yang digendong.

"Mau pinjem tangan gue?" tawar Janu. Lagi-lagi ia melakukan sesuatu berdasarkan dongeng Tifanny tentang Jia yang selalu menggenggam tangan Arkan atau Kevin untuk mencari ketenangan. Janu sendiri tidak yakin kalau tangannya bisa memberi ketenangan untuk Jia, namun tidak ada salahnya mencoba kan?

Tawaran itu tidak langsung ditanggapi. Jia hanya mengerjap beberapa kali lalu menunduk tak melepas tatapan dari telapak tangan yang Janu tawarkan.

"Jia pinjam tangan Om," kata Jia. Tangan mungilnya pun tenggelam dalam tangan besar Janu.
Kehangatan menyeruak disusul gelombang yang membawa ketenangan untuk diri Jia. Apalagi ketika ibu jari pria itu membelai lembut punggung tangannya seperti yang biasa daddy atau abang lakukan.

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang