23. Cerita Bersama Hujan

1.5K 183 11
                                    

Sebelum baca part ini, aku mau ingetin untuk selalu vote cerita ini disetiap partnya dan jangan lupa komen sebanyak-banyaknya di setiap paragraf. Supaya aku bisa lebih semangat lagi untuk update ke part selanjutnya!!!

Kalian juga bisa follow wattpad aku dan juga meramaikan Tiktok aku yaitu (rumahsinggah_ dan haniioktav24) lalu Instagram aku yaitu (hanii.oktav dan wattpad_haniioktav24). Selamat membaca kesayangan aku.

*******

Pikiranku liar menerawang jauh menembus ke luar kaca helmku. Mengarah langsung ke langit. Menembus kerumunan awan hitam yang kadang menyala. Kaca helmku penuh dengan lukisan bintik-bintik air terlihat sangat menawan. Namun terkadang salah satu dari mereka meneteskan diri karena tak sanggup menahan beban bobot mereka sendiri dan akhirnya jatuh ke aspal jalanan ini untuk menyatu menjadi genangan.

Namun, kini aku punya kesempatan untuk sedikit bermeditasi. Langit masih menjadi pusat perhatian utamaku. Muncul pertanyaan mengapa langit bisa setinggi dan seluas itu. Padahal tak ada penyangga atau apapun yang menjadikannya tetap di tempatnya. Menggantung begitu saja. Malah sekarang aku diguyur air olehnya dengan begitu hebat. Sekali lagi, hebat!

Meditasiku berlanjut. Namun kini bukan lagi langit yang menjadi pusat perhatianku. Tiba-tiba saja suara pertengkaran orangtuaku berputar kembali di dalam telingaku. Dengan hebatnya pikiranku membelah-belah menjadi banyak bagian. Tadi hujan sempat berhenti namun dengan pengertiannya hujan kembali lebih lebat dari sebelumnya seolah paham bahwa aku butuh suara lain untuk menutupi suara tangisanku.

"Kita neduh dulu yuk!" ajak Natta di sela hujan yang cukup lebat, membuat suaranya kalah dengan suara hujan.

"APA!" teriak aku.

Natta menepikan motornya. "Neduh dulu, hujannya agak lebat nanti kamu sakit kalau hujan-hujanan," ucap Natta yang tampak khawatir dengan kondisiku.

"Aku yang sakit atau kamu yang nggak bisa kena hujan?" tanyaku dengan nada sedikit meledeknya, memang Natta tidak bisa terkena hujan. Bahkan jas hujan masih melekat sempurna di badannya tanpa ada niatan untuk menawariku untuk memakainya. Tidak apa-apa kata Natta, Kita perlu egois untuk diri sendiri.

"Sebenarnya aku mau minjemin jas hujannya ke kamu, cuma nanti aku yang nggak bisa masuk kuliah seminggu, mana badan lebay banget lagi kalau kena hujan langsung sakit," ucap Natta. Lalu dia menggenggam erat tanganku, seolah dia ingin menghantarkan hangat tubuhnya ke aku.

"Nggak-papa, kamu pakai aja, Nat. Aku sering basah kuyup main hujan kok."

"Bentar."

Akupun memperhatikan Natta yang sudah berjalan ke arah motor menerobos hujan, ada sesuatu yang dia ambil di bagasi motornya.

"Pakai, dingin." Nattapun menyodorkan jaket denim miliknya, akupun mengambil jaket itu dan memakainya langsung, tidak berbohong bahwa terkena hujan dan menepi itu lama-kelamaan menjadi dingin.

"Nah gituh dong, pacar aku nggak boleh sakit," ucap Natta. Dia kembali menggenggam tanganku kembali. Hangat, itu yang aku rasa.

Aku memperhatikan Natta yang sungguh radius wajahnya sangat dekat denganku. Aku masih bertanya-tanya, bahwa benarkah yang dihadapanku ini sudah menjadi pacarku? Bahwa benarkah laki-laki yang sedang menggenggam erat tanganku sekarang ini sudah membalas perasaanku? Apakah dia masih mau denganku setelah mendengar langsung bagaimana retaknya rumah yang selama ini berusaha aku tutupi darinya.

"Nggak ada yang mau kamu tanyain, Nat?" tanyaku. Aku menyadari bahwa Natta seperti berpura-pura tidak tahu tentang kejadian yang sempat dia dengar tadi. Tentang bagaimana Natta tahu bahwa orangtuaku bertengkar, bahwa rumahku sudah berantakan.

Alnattan dan Ceritanya | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang