43. Titik Rapuh Manusia

1.9K 193 24
                                    

Sebelum baca part ini, aku mau ingetin untuk selalu vote cerita ini disetiap partnya dan jangan lupa komen sebanyak-banyaknya di setiap paragraf. Supaya aku bisa lebih semangat lagi untuk update ke part selanjutnya!!!

Kalian juga bisa follow wattpad aku dan juga meramaikan Tiktok aku yaitu (rumahsinggah_ dan haniioktav24) lalu Instagram aku yaitu (hanii.oktav dan wattpad_haniioktav24). Selamat membaca kesayangan aku.

*******

Di dunia ini, setiap manusia pasti pernah merasakan rapuh di dalam hidupnya. Manusia punya kelebihan untuk bisa mengerti tanpa harus diminta untuk mengerti oleh manusia lainnya. Pada sebuat titik dimana kebaikkan tidak selalu berbalas kebaikkan. Pada sebuah titik dimana ketenangan berubah menjadi kesepian. Atau pada titik-titik rapuh lainnya.

Dan Hairis masih bisa mengingatnya dengan jelas, titik rapuhnya saat Ibu pergi meninggalkannya. Di tahun itu, dimana dia seorang bocah kecil yang mencari Ibunya kesana-kemari namun tak kunjung dia temui. Atau pada tahun dimana dia sudah mulai mengerti arti kehilangan seseorang, dunianya jauh lebih hancur dari apa yang orang lain bayangkan.

Di Selasa pagi, rumahnya sudah di penuhi dengan harum bahan-bahan kue Bunda, juga harum roti bakar yang dibuat oleh Natta pagi ini. Seperti hari-hari biasanya, Natta selalu menyiapkan sarapan untuk penghuni rumah, membuat bekal untuk kembar, atau kopi panas untuk Bapak dan Mas Rey sebelum berangkat ke kantor. Jika pagi-pagi biasanya, suara ribut akan menggema di seluruh area rumah. Namun pagi ini berbeda, kesunyian menghampiri mereka. Hanya ada suara sendok-garpu bertabrakan atau suara kicauan burung Bapak di halaman belakang rumah.

Semua yang berada di meja makan menatap Hairis dan Cessa yang hanya fokus pada sarapan mereka. Dua manusia yang biasanya paling berisik berubah menjadi pendiam pada satu malam. Hairis terus mengunyah sarapannya yang hanya tinggal beberapa suap lagi.

"Aku berangkat," pamit Cessa saat makanannya sudah habis. Melihat jam pada pergelangan tangannya yang masih cukup pagi untuk berangkat ke sekolah. Dia hanya ingin menghindari Hairis untuk beberapa saat.

"Loh! Gua belom habis ini." Jay yang makanannya belom habis tidak terima jika Cessa sudah mau berangkat ke sekolah. Bagaimana bisa Cessa menghabisi makanannya namun dia tidak, itu tidak adil.

"Ayo cepetan!"

"Duduk dulu, biar Jay habisin dulu makanannya." Mas Rey akhirnya bersuara agar Cessa lebih sabar menunggu hingga Jay menghabisi makanannya.

Disisi lain, Hairis juga langsung berdiri dari kursinya. Dia langsung ke dalam kamarnya, biasanya anak itu akan mengajak gelud kembar sebelum berangkat sekolah, kali ini tidak dia lakukan. "Terima kasih sarapannya," ucap Hairis pelan, sebelum pergi kedalam kamarnya.

*******

Untuk waktu yang sangat lama, Cessa terdiam. Dia memperhatikan kembali bola basket hadiah pemberian Hairis tahun lalu. Bola basket yang setahun ini menemami hari-hari yang cukup melelahkan baginya. Cessa tidak lagi marah dengan Hairis, dia hanya marah pada dirinya sendiri yang terlalu sembrono pada hari itu. Mulutnya yang tidak berhenti berbicara menguarkan semua umpatan yang bisa dia keluarkan.

Akhirnya, yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah menarik napas panjang. Semalam Cessa telah berpikir panjang, bahwa hari ini dia akan mengunjungi kamar Hairis untuk meminta maaf, jika harus dia berlutut akan dia lakukan. Dia tidak mau lagi memperpanjang durasi tanpa bicara dengan abangnya itu.

"Kamu main basket?" Cessa mendongak dan mengangguk menjawab pertanyaannya Bunda. Cessa melihat Bunda membawa sepiring somay yang baru saja Bunda beli pada abang-abang di depan rumah yang lewat. "Jangan kelamaan, kamu baru sembuh nanti sakit lagi." Bunda memperingati dan Cessa melihat Bunda masuk ke dalam rumah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Alnattan dan Ceritanya | Na JaeminWhere stories live. Discover now