Sepuluh

264 20 0
                                    

Tulisan ini dipublikasikan juga di medium @yourstory

Selamat membaca ✨

***

Zio berdiri di pinggir panggung dengan gusar. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kemudian pintu masuk dan begitu seterusnya. Sebentar lagi giliran kelasnya yang akan menampilkan drama mengenai persahabatan para hewan di suatu hutan. Zio menahan tangisnya ketika seorang guru memintanya untuk bersiap, tetapi belum juga ia dapati kehadiran Esha di antara para orang tua murid.

Dengan langkah perlahan ia memasuki panggung dan sekali lagi melirik ke arah penoton berharap Esha ada di sana, tetapi nihil. Sampai lampu sorot berubah warna tanda pertunjukkan di mulai Zio tidak lagi berfokus kepada penoton melainkan peran yang akan dia mainkan. Perasaannya sangat tidak nyaman hingga rasanya ia ingin menangis saat ini juga.

"ZIO SEMANGAT."

Sebuah teriakan membuat Zio menoleh ke sumber suara. Terlihat Esha duduk di barisan tengah sambil melambaikan tangannya. Secara sekejap kedua sudut bibir Zio tertarik membentuk sebuah senyuman. Zio balas menatap Esha sejenak sebelum kembali menatap temannya yang sedang berdialog.

Di kursi penoton Esha mengembuskan napasnya berulang kali, rasanya melelahkan harus berlarian mengejar waktu. Ketika di perjalanan taksi yang dinaikinya tidak sengaja terkena paku di jalan dan membuat taksi tersebut harus segera ke bengkel terdekat. Dengan terpaksa Esha harus mencari taksi baru untuk pergi ke sekolah Zio.

Esha mengambil ponselnya dan mulai merekam juga memotret Zio di depan sana. Dengan kostum burung hantu, Zio terlihat sangat mengemaskan di mata Esha. Setiap Zio melihat ke arahnya Esha akan mengacungkan jempolnya dan mengepalkan tangannya tanda memberi semangat.

"Anaknya yang pakai kostum burung hantu tadi, ya, Mba?" tanya seorang wanita yang duduk di sebelahnya. Jika dilihat dari penampilannya mungkin wanita ini berusia sama dengan Hadinata.

"Iya, Mba," jawab Esha sembari tersenyum dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Penampilan Zio dan teman-temannya telah selesai yang ditutup oleh tepuk tangan gemuruh seluruh penoton.

"Saya permisi duluan, ya, Mba mau ke sana buat ketemu anak saya." Esha berdiri dan pamit kepada wanita yang baru saja mengajaknya berbicara.

"Oh iya silakan, Mba." Wanita itu tersenyum sopan.

Esha berjalan keluar aula pertunjukkan untuk menghampiri Zio yang berada di kelasnya. Sebelumnya Zio telah memberi tau jika ia akan berada di kelas setelah penampilan untuk berganti baju. Ketika sampai di depan kelas Zio ternyata sudah banyak para orang tua murid yang berfoto dengan anaknya.

"Zio," panggil Esha ketika melihat Zio yang sedang duduk dengan beberapa temannya. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, hingga dilangkah keempat Zio berlari menghampiri Esha dan memeluknya erat.

Esha merendahkan tubuhnya dengan bertumpu pada lutut supaya memudahkannya membalas pelukan Zio. Suara tangis Zio terdengar pelan di telinganya membuat Esha terkejut. "Zio kenapa?"

Tidak ada jawaban yang ada hanya pelukan Zio yang semakin erat. Esha tidak lagi bertanya dan memilih untuk mengusap punggung Zio.

"Zio pikir Kak Esha gak jadi dateng," bisik Zio setelah tangisnya mereda.

Esha tersenyum. "Maaf ya, Sayang. Tadi di jalan ban taksinya kena paku jadi Kak Esha harus cari taksi lain."

Zio melepaskan pelukannya dan menatap tepat ke manik Esha. "Tapi Kak Esha gapapa kan?"

"Gapapa, ini sekarang ada di sini, di depan Zio." Esha menjulurkan tangannya mengusap kedua pipi Zio yang dibasahi oleh air mata.

"Zio seneng Kak Esha ada di sini."

"Kak Esha juga seneng, tadi Zio keren banget loh. Gimana kalau sekarang kita foto bareng?"

Zio mengangguk semangat. "Ayo ayo, kita harus foto yang banyak."

***

The Right Woman On The Right Place [END]Where stories live. Discover now