Dua Puluh Tujuh

175 15 0
                                    

Tulisan ini dipublikasikan juga di medium @yourstory

Selamat membaca ✨

***

"Ini kopi ayah." Esha meletakkan secangkir kopi di meja yang tersedia. Kebiasaan Rudi di pagi hari adalah membaca berita melalui ponselnya sembari menikmati secangkir kopi. Esha tidak mungkin lupa dengan kebiasaan ayahnya yang selalu ia lihat setiap paginya bahkan sejak ia kecil.

"Duduk, Esha." Rudi mematikan ponselnya, meletakkannya di samping cangkir kopi.

Esha duduk di kursi sisi lainnya yang masih kosong. Pandangannya mengarah ke halaman rumahnya yang dipenuhi oleh berbagai jenis tanaman. Semenjak Rudi pensiun ia menjadi lebih sering berkebun untuk mengisi berbagai waktu luangnya. Halaman yang dulunya tidak banyak ditumbuhi tanaman telah berubah dengan berbagai jenis tanaman di setiap sisinya.

"Ayah, Esha minta maaf," ujar Esha setelah beberapa saat hanya menikmati pemandangan yang berada di hadapannya.

"Esha minta maaf karena gak cerita dari awal. Esha gak berani buat mengatakannya lebih cepat. Ayah pasti marah sama Esha kan?"

Rudi menoleh, menatap Esha dengan pandangan teduhnya. "Ayah marah, tapi dibandingin marah sama kamu. Ayah lebih marah sama diri sendiri. Bisa-bisanya Ayah gak tau kalau putri Ayah ini lagi mengalami kesulitan."

Esha membasahi bibirnya, matanya mulai terasa memanas. "Ayah jangan bilang gitu," lirih Esha.

"Apa kamu begitu kesulitan selama ini?" tanya Rudi yang membuat air mata Esha meluruh.

Esha menggeleng. Bibirnya tertutup rapat tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

"Esha tau kan, kalau Esha merasa semuanya berat Esha bisa bilang ke Ayah karena mau gimana pun Esha tetap putri kecilnya Ayah."

Esha mengusap sudut matanya dan menggeleng untuk kesekian kalinya. "Ayah jangan bilang gitu. Ini salah Esha yang gak jujur dari awal. Seharusnya Ayah luapin amarah Ayah ke Esha. Seharusnya Ayah gak bersikap kaya gini."

Esha bangun dari posisi duduknya, memeluk Rudi yang masih duduk di kursinya. "Maafin Esha yang masih belum bisa jadi anak baik buat Ayah."

"Esha udah jadi anak yang baik. Siapa yang bilang kamu bukan anak baik?" Rudi mengusap kepala Esha dan menepuk punggungnya sebelum akhirnya Esha melepaskan pelukannya.

"Apa kamu bahagia? Waktu kamu di sini kamu sempat bertemu mereka. Setiap kamu pulang Ayah selalu melihat kamu bahagia setelah bertemu mereka."

Esha menjawab ya tanpa ragu. Dia sangat bahagia bisa bersama dengan Zio dan Hadinata, ia tidak ingin membohongi perasaannya sendiri dengan berkata tidak.

"Kalau kamu bahagia Ayah juga akan ikut bahagia. Jadi kapan Ayah bisa kenalan dengan Hadinata dan Zio? Ayah juga harus bertemu secara langsung dengan mereka kan. Kamu curang cuma kenalin ke Bunda tapi belum ke Ayah."

"Apa ayah gak masalah dengan Mas Nata yang pernah gagal sebelumnya?"

"Ayah harus bertemu dan berbicara secara langsung sebelum menilai Hadinata kan."

"Sampai saat ini Mas Nata masih sering konseling," ucap Esha membuat kening Rudi mengerut.

"Memangnya kenapa? Kamu pasti tau, dulu Bundamu selalu bilang orang yang mau konseling itu orang yang bertanggung jawab dan berani. Ayah percaya itu," ucap Rudi tanpa ragu.

***

The Right Woman On The Right Place [END]Where stories live. Discover now