Tiga Belas

249 19 0
                                    

Tulisan ini dipublikasikan juga di medium @yourstory

Selamat membaca ✨

***

Esha menatap kosong ke arah jalan raya dari dalam taksi yang membawanya pulang ke rumah. Lalu lintas yang ramai, suara klakson kendaraan yang saling bersahutan tidak membuat Esha terganggu sedikit pun.

"Mba baik-baik aja?" Suara supir taksi membuat Esha mengalihkan atensinya.

"Saya baik-baik aja, Pak," jawab Esha seadanya.

"Oh iya, Pak saya gak jadi ke alamat yang tadi, ya. Antar saya ke Jl. Permata Indah aja, Pak." Supir taksi tersebut mengerutkan keningnya ketika mendengar alamat yang disebutkan oleh Esha, sebelum akhirnya mengangguk sembari tersenyum. Sepanjang perjalanan Esha habiskan dengan berdiam diri. Ia juga sempat menghentikan taksi sebentar di salah satu toko bunga untuk membeli bunga kesukaan seseorang yang akan ditemuinya. Membawa bunga menjadi satu hal wajib ketika Esha berkunjung.

Sesampainya di tempat tujuan Esha segera membayar taksi dan melangkah perlahan memasuki tempat tersebut. Kepalanya menunduk memperhatikan bunga yang ia bawa. "Bunda, Esha kangen." Merendahkan tubuhnya Esha berjongkok tepat di depan pusara bertuliskan nama Adya Putri Widodo.

"Maaf Esha baru datang lagi dan cuma sendirian. Nanti Esha kalau ke sini pasti ajak Ayah, Bang Azri, Kak Yuna, dan Vela juga. Mereka pasti kangen juga sama Bunda. Jangan kasih tau mereka Esha datang sendiri ya, Bun apalagi ke Bang Azri dia cemburuan bisa-bisa dia ngambek gak diajak ke sini." Esha meletakkan bunga yang dibawanya dan mengusap nisan yang berada di hadapannya berulang kali.

"Bunda, Esha sekarang lagi kerja tapi kerjaannya aneh banget jadi pasangan pura-pura. Bunda gak marah kan sama Esha karena hal ini? Esha yakin Bunda gak akan marah sih," ucap Esha diakhir oleh tawa, "namanya Hadinata, Bun. Dia baik, pekerjaannya pilot, tapi dia kaya misteri yang harus dipecahkan. Esha panggil dia Mas Nata dan dia udah punya anak namanya Zio. Sekarang Zio udah kelas 2, Bunda pasti seneng banget kalau bisa ketemu Zio secara langsung," lanjut Esha dengan pandangan lurus ke arah pusara.

"Tadi Esha ketemu sama mamanya Mas Nata terus beliau bilang khawatir dengan hubungan kami ke depannya. Esha sedih dengernya padahal hubungan kami pun akan berakhir nantinya."

Esha mengusap sudut matanya yang entah sejak kapan sudah mengeluarkan air mata. Bunda selalu menjadi tempat Esha bercerita walaupun tidak lagi ia dapati sosok itu di hadapannya. Esha kembali melanjutkan ceritanya mengenai berbagai kegiatan dan keresahan yang ia alami hingga tidak terasa waktu berjalan begitu cepat dan satu jam telah ia lewati.

"Bunda ... Esha pengen banget peluk Bunda. Jangan lupa mampir di mimpi Esha malam ini, ya. Esha sayang Bunda selalu." Esha mengusap nisan tersebut sekali lagi sebelum akhirnya beranjak untuk kembali ke rumah.

***

The Right Woman On The Right Place [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu