Dua Puluh

240 16 0
                                    

Tulisan ini dipublikasikan juga di medium @yourstory

Selamat membaca ✨

***

"Yah liburannya udah mau selesai," ucap Zio dengan wajah kecewanya ketika mobil yang dikendarai oleh Hadinata berbelok ke kawasan perumahan Esha. Berjibaku dengan kemacetan Puncak - Jakarta nyatanya tidak membuat Zio lelah. Sedangkan Esha sendiri sudah berkali-kali mengubah posisi duduk dan kursinya agar lebih nyaman.

Esha melirik Hadinata yang mengendarai mobil dengan tenang, tidak terlihat lelah. Mungkin pekerjaannya sebagai pilot yang memerlukan fisik prima membuatnya memiliki daya tahan tubuh yang baik. Liburan ketiganya resmi berakhir setelah mobil Hadinata berhenti tepat di depan rumah Esha. Lampu teras yang menyala dan kondisi gerbang yang tergembok menandakan tidak adanya orang yang mendiami rumah tersebut.

Hadinata dan Zio ikut membantu Esha membawa barangnya. Barang yang dibawanya jelas bertambah banyak daripada ketika ia berangkat. Ditambah dengan oleh-oleh yang diberikan oleh Hadinata sebanyak satu koper membuatnya tidak lagi dapat membawa semuanya sendiri. Saat Hadinata mengatakan satu koper melalui chat beberapa hari yang lalu, ia tidak menganggapnya serius. Namun, ketika melihat sebuah koper berwarna silver berisi oleh-oleh tentunya ia terkejut. Bahkan Hadinata membeli sebuah koper baru hanya untuk membawa oleh-olehnya. Esha hanya mampu menggelengkan kepala tak habis pikir dengan perilaku Hadinata yang menurutnya sangat berlebihan.

"Ini mau ditaruh mana?" tanya Hadinata begitu ketiganya memasuki rumah Esha.

Esha mengajak Hadinata dan Zio ke ruang tamu dan mengarahkan keduanya untuk meletakkan barang-barangnya di sana. Sepertinya Esha harus membuang jauh-jauh pikiran untuk beristirahat karena barang-barang yang diletakkan oleh Hadinata dan Zio tentunya memerlukan perhatian sesegera mungkin. "Makasih banyak Mas dan Zio juga."

Hadinata tersenyum singkat. "Sama-sama kamu pasti mau beres-beres ini semua kan? Apa perlu kami bantu?"

"Iya, Kak Esha mau dibantuin gak?"

Esha menggeleng dengan cepat. "Gak perlu, Mas. Udah jam segini Zio harus segera istirahat besok mau sekolah kan."

"Yakin?" tanya Hadinata dengan pandangan yang tertuju kepada ruang tamu Esha yang semakin penuh dengan tas, koper, juga beberapa paper bag yang tentunya berisi oleh-oleh.

"Iya, Mas. Zio juga udah keliatan ngantuk." Esha menatap Zio yang baru saja selesai menguap.

"Ok, kalau perlu bantuan atau ada apa-apa segera kabari saya ya." Hadinata mengulurkan tangannya, mengusap rambut Esha sekilas.

Esha tertegun di tempatnya, tanpa sadar ia menahan napas ketika tangan Hadinata menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. Setelah tangan Hadinata menjauh Esha baru mengembuskan napasnya dan beralih menatap Zio yang tengah menggenggam tangannya.

"Kak Esha nanti mau kan liburan bareng lagi?" tanya Zio dengan wajah penuh harapnya.

"Mau dong. Nanti kita liburan bareng lagi, tapi saat ini Zio harus istirahat karena besok masih sekolah kan," balas Esha. Zio mengangguk dengan lesu, bibirnya mengerucut tidak ingin menyudahi aktivitas berliburnya.

"Ayo saya antar ke depan, Mas." Esha kembali menatap Hadinata.

Esha menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Hadinata mengerutkan keningnya. "Ada apa? Kamu lupa sesuatu?" tanyanya.

Tidak mendapat jawaban, Hadinata mengikuti arah pandangan Esha. Seorang perempuan terlihat berjalan memasuki rumah Esha. Senyum perempuan itu bahkan tidak memudar sedikit pun berbanding terbalik dengan wajah Esha yang pucat pasi.

Hadinata melirik Zio begitupula sebaliknya. "Kak Esha." Zio menggerakan lengan Esha meminta perhatian.

"Kak Yuna," ucap Esha ketika perempuan itu sudah berdiri di hadapan ketiganya.

"Hai, Dek. Maaf ya gak bilang ke kamu mau ke sini." Esha mengangguk mengerti setelah mengendalikan ekspresinya di hadapan Yuna. Merasa tangannya yang diguncang kecil ia menoleh, menatap Zio yang masih memegang tanganya.

Esha menatap Yuna, tidak ada raut terkejut hanya senyuman yang biasa ia lihat. "Kak Yuna kenalin ini Zio dan ini Mas Nata."

"Zio, ini kakaknya Kak Esha." Esha meminta Zio untuk menyalami tangan Yuna.

Dengan malu-malu Zio mengulurkan tangannya. "Hallo aku Zio." Yuna tersenyum cerah. Merendahkan tubuhnya ia tersenyum dan membalas tangan Zio yang terulur.

"Aku Yuna. Senang bisa ketemu sama Zio," ucap Yuna, "wah jam tangannya ada gambar kameranya. Bagus. Apa Zio suka kamera?" lanjutnya.

Zio menatap jam tangan yang melingkar di tangannya kemudian mengangguk dengan semangat. "Iya Zio suka kamera. Apa Tante suka kamera juga?" tanya Zio tidak secanggung sebelumnya.

"Suka, Tante juga suka foto-foto pemandangan. Kalau Zio gimana?"

"Sama Zio juga suka. Apa Tante punya kamera? Zio punya kamera hadiah dari Papa." Zio menatap Hadinata yang berdiri di belakangnya.

Yuna ikut menatap Hadinata dan tersenyum sopan. "Punya, lain waktu kita harus ketemu lagi ya? Tante mau lihat hasil fotonya Zio pasti bagus deh."

"Mau, mau." Zio tersenyum cerah membuat Yuna juga ikut tersenyum.

"Kak Esha nanti ajak Zio ketemu Tante Yuna, ya."

"Iya," jawab Esha.

Membenarkan posisi berdirinya kembali Yuna beralih menatap Hadinata. "Selamat malam, Pak."

"Malam, Mbak."

Hadinata berjabat tangan sejenak dengan Yuna. Esha mengerutkan keningnya melihat interaksi keduanya, seperti bukan orang yang baru pertama kali bertemu. Interaksi Yuna dan Hadinata jelas berbeda. "Apa kalian saling kenal?"

Yuna tersenyum sembari mengangguk begitu pula dengan Hadinata.

***

The Right Woman On The Right Place [END]Where stories live. Discover now