Dua Puluh Empat

186 14 0
                                    

Tulisan ini dipublikasikan juga di medium @yourstory

Selamat membaca ✨

***

"Mas jangan diem aja dong." Esha menekan pipi kiri Hadinata dengan jari telunjuknya.

Perjalanan menuju kanacake dari sekolah Zio yang cukup jauh membuat Zio terlelap di kursi belakang. Menikmati waktu tidur siangnya di dalam mobil. Sesuai janjinya semalam Hadinata menjemput Esha terlebih dahulu sebelum akhirnya pergi berdua untuk menjemput Zio di sekolahnya.

Esha masih tidak dapat menahan senyuman ketika mengingat wajah gembira Zio begitu melihatnya berada di depan sekolahnya tadi.

"Kak Esha." Zio berlari meninggalkan temannya setelah berpamitan untuk segera memeluk Esha yang berdiri di pinggir mobil dengan tangan yang melambai ke arahnya.

"Seneng banget ternyata Kak Esha beneran jemput Zio." Zio memeluk pinggang Esha dan mendongakkan kepalanya supaya dapat menatap Esha lebih jelas.

"Beneran dong. Masa Kak Esha bohong." Esha mengusap kening Zio yang berkeringat dengan punggung tangannya.

Hadinata menatap keduanya sembari bersandar pada mobil. "Jadi cuma Kak Esha yang dapat pelukan? Papa yang nyetir ke sini gak dapet apa-apa?"

Zio menoleh begitu suara Hadinata terdengar. Kedua tangannya terlepas dari pingang Esha dan beralih ke Hadinata. Memeluknya seperti ia memeluk Esha.

Hadinata tersenyum, tangannya menepuk pundak Zio ringan. "Ayo masuk mobil di sini panas."

"Ayo. Zio mau cepet-cepet makan kue."

Esha membantu Zio untuk membuka pintu belakang, membiarkan Zio masuk terlebih dahulu sebelum ia duduk di depan bersama Hadinata. Begitu Hadinata menyalakan mobilnya Zio segera membuka paper bag berisi baju yang sejak kemarin telah ia letakkan di dalam mobil.

Begitu selesai mengganti baju Zio memperhatikan bajunya dan Esha bergantian sebelum akhirnya berseru senang. "Kak Esha baju kita ternyata sama." Zio menggoyangkan badannya dengan semangat.

Esha menoleh melihat baju yang ia kenakan kemudian menatap baju yang digunakan oleh Zio. Tawanya tiba-tiba terdengar begitu menyadari baju yang mereka kenakan memang sama. Bukan hanya warna seperti yang keduanya bicarakan, tetapi juga model hingga brand yang dikenakan. Hadinata ikut menoleh ketika mobil berhenti di lampu merah. Keningnya mengerut melihat kebetulan yang terjadi saat ini.

"Lucu Kak Esha. Semalem kita janjiannya cuma warna tapi ternyata bajunya malah samaan," kata Zio memperlihatkan bajunya.

"Kalian janjian pakai baju warna samaan cuma berdua?" tanya Hadinata menatap ke arah Esha, "Zio gak kasih tau Papa kalau janjian pakai baju warna hitam," lanjutnya sembari melajukan mobilnya kembali.

Esha dan Zio memilih bungkam, tetapi senyum keduanya tidak pudar seakan senyuman mampu mengucapkan permintaan maaf.

Mengingat hal tersebut tentunya membuat Esha tersenyum. Wajah Hadinata menurutnya begitu lucu ketika mengetahui bahwa ia tidak diikutsertakan untuk mengenakan pakaian dengan warna yang sama dan hal ini merupakan satu hal yang baru Esha ketahui. Mungkin lain kali dia akan kembali melakukan hal ini hanya untuk melihat ekspresi Hadinata yang jarang ia lihat.

"Sekarang kamu yang diam dan senyum-senyum." Hadinata membuyarkan lamunannya, tetapi tidak dengan kedua sudut bibirnya yang masih membentuk sebuah senyuman.

"Mas ngambek karena gak dikasih tau kalau kita janjian pakai baju warna hitam?"

"Enggak. Kamu pikir saya anak kecil?"

Esha mengulum bibirnya. Berusaha menahan tawa yang entah mengapa begitu sulit ia kendalikan. "Tapi muka Mas kenapa gitu. Terus diem aja dari tadi."

"Saya lagi sariawan."

***

The Right Woman On The Right Place [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang