Taraxacum

515 114 5
                                    

Janu tak dapat mengantarkan Na Ra sampai ke parkiran rumah sakit. Pria itu mendadak mendapatkan telepon dan langsung masuk ke dalam rumah sakit. Alhasil Na Ra berjalan sendirian menuju parkiran.

Sepanjang jalan, Na Ra berjanji akan segera beristirahat setelah ini. Efek mimisan, membuat badannya menjadi lemah. Terkadang juga membuat konsentrasinya menurun drastis.

"Na Ra?"

"Na Ra!" Na Ra langsung berbalik ketika namanya dipanggil dengan suara yang lumayan keras.

"Teteh panggil dari tadi kamu nggak denger. Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Harlin, kakak perempuan Janu. Tampaknya perempuan itu baru saja sampai di rumah sakit.

Na Ra hanya bisa tersenyum dan meminta maaf karena tak mendengar panggilan Harlin. Sungguh ia tak sadar bahwa ada orang yang memanggilnya tadi.

"Kamu ada waktu nggak? Teteh mau bicara sebentar, nih," ujar Harlin kemudian. Perempuan itu tersenyum pada Na Ra.

Na Ra sempat berpikir sejenak, lalu menganggukkan kepalanya. Lama ia tak bertemu dengan Harlin. Perempuan itu sudah tidak tinggal bersama orang tuanya semenjak menikah.

Lalu mereka mencari tempat yang nyaman untuk digunakan sebagai tempat mengobrol. Pilihan mereka jatuh di ruang terbuka dekat dengan parkiran rumah sakit. Di sana tersedia kursi panjang yang muat sekitar tiga orang.

"Kamu gimana kabarnya?" tanya Harlin kemudian setelah mereka duduk.

"Alhamdulillah baik. Teteh gimana?"

"Baik juga. Lama ya kita nggak ketemu," balas Harlin sembari tersenyum tipis, begitu pun Na Ra ikut tersenyum. Ia terlihat lelah, namun berusaha terlihat baik-baik saja.

"Terima kasih udah datang jengukin mama."

Harlin lalu menatap Na Ra yang terlihat lelah. Wajah Na Ra memang sedikit pucat.

"Kamu sakit, Ra?"

Na Ra langsung menatap Harlin dan menggeleng. "Ah enggak, Teh. Cuma agak capek aja."

"Oh iya, teteh mau bicara apa?" Na Ra berusaha mengalihkan pembicaraan.

Harlin terlihat berpikir sejenak. Mungkinkah ia harus melanjutkan tujuannya?

"Kamu sama Janu nggak ada hubungan apa-apa? Maksudnya pacaran dan sebagainya, mungkin?"

Raut wajah Na Ra langsung berubah. "Kenapa, Teh?"

Harlin terlihat menatap Na Ra dengan tatapan yang begitu dalam, seakan membaca raut wajah gadis itu.

"Beberapa hari yang lalu, kita sempat ada kumpul bersama dan membahas sesuatu juga. Kami membahas masalah tawaran semacam perjodohan. Tapi tahu sendiri, Janu langsung menolaknya mentah-mentah. Padahal lamaran itu berasal dari kolega papa."

"Kamu tahu siapa gadis yang dimaksud Janu nggak, Ra? Dia bilang ada gadis yang disukai dan nggak mau cepat-cepat nikah dulu."

Na Ra langsung menatap Harlin dengan wajah sedikit kaget.

"Gadis?" Harlin langsung mengangguk.

"Kamu tahu siapa orangnya? Kalian 'kan sahabat, mungkin aja tahu siapa."

Na Ra langsung tersenyum dan menggeleng. "Janu aja paling enggan diajak ngobrol masalah jodoh, Teh. Aku nggak tahu siapa yang dia maksud."

Harlin tampak mengembuskan napasnya panjang. Ia seperti kecewa tak mendapatkan jawaban dari Na Ra.

"Aku kira kamu tahu. Aku benar-benar penasaran dengan gadis yang dia maksud," ujarnya sembari menatap ke depan.

Sementara itu, Na Ra tersenyum kecil.

Menghitung KarsaWhere stories live. Discover now