Dianthus caryophyllus

511 114 12
                                    

Sesuai dengan janji Na Ra, mereka merealisasikan makan malam bersama di salah satu restoran dekat apartemennya. Sebenarnya Na Ra ingin makan sate, namun Janu sudah terlanjur reservasi tempat di sana. Alasannya sederhana, mereka butuh tempat yang tenang dan privasi untuk berbicara lebih. 

Tadi pagi, Na Ra sudah ke rumah sakit. Estimasi waktu yang seharusnya selesai sekitar pukul 12 siang, sedikit molor hingga menjelang ashar. Setelah itu pun Na Ra tak kembali ke apartemennya. Gadis itu langsung menuju kantornya dan mengurus beberapa urusan yang sudah ia tinggalkan selama seminggu lebih. Sekitar maghrib, semua pekerjaan Na Ra baru selesai. Kemudian, Na Ra memilih beribadah terlebih dahulu sebelum ke restoran.

Lantas sekitar pukul 20.30 WIB, mereka bertemu di restoran. Sebenarnya janji mereka adalah pukul 20.00 WIB. Namun Na Ra baru sampai di restoran tersebut sekitar pukul 20.30 WIB karena macet yang begitu parah. Adanya perbaikan jalan serta tumpahan solar di jalan, membuat perjalanan Na Ra menjadi molor satu jam. Gadis itu belum sempat mandi, bahkan belum berganti baju. 

"Gimana hasil pemeriksaan tadi?"

Na Ra terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Hmm, normal, hanya butuh istirahat. Aku terlalu lelah akhir-akhir ini," jawab Na Ra dengan begitu menyakinkan.

Janu menatap Na Ra dengan seksama. Takut-takut jika Na Ra menyembunyikan sesuatu darinya. Namun Na Ra terlihat begitu tenang dan tak ada hal-hal yang janggal.

"Ra, kamu mau 'kan dengerin penjelasanku? Dan juga permintaan maafku?" tanya Janu kemudian.

Na Ra langsung mengangguk. "Tapi lebih baik kita makan dulu, baru setelah itu kita bicara."

Janu setuju dengan usulan Na Ra. Mereka makan malam tanpa adanya obrolan. Mereka menikmati makan malam yang cukup ekslusif itu. 

"Besok-besok kamu nggak perlu ngajak ke tempat kayak gini," ucap Na Ra setelah menghabiskan makanannya. 

Janu tak menyanggah. Pria itu langsung mengangguk. "Iya, asalkan kamu bilang mau makan di mana, aku bakal turutin."

"Ya udah kalau gitu besok makan bakso ke Malang," sahut Na Ra tanpa beban.

Janu hanya menatap Na Ra yang masih memperlihatkan raut wajah tanpa ekspresinya. Tanpa disangka, Janu mengangguk. 

"Challenge diterima. Besok malam aku antar kamu ke sana."

"Emang bisa? Pakai mobil? Nggak mungkin," balas Na Ra meragukan ucapan Janu. 

"Bisa kok pakai mobil. Ada bakso malang enak di Cijantung. Yang jualan bapaknya asli Malang. Rasanya asli dan otentik," sahut Janu dengan entengnya serta tersenyum konyol. 

Mendengar jawaban Janu, membuat Na Ra berdecak. Ia sudah bisa memprediksi jika pria itu hanya berkelakar. Janu hanya bisa tersenyum ketika melihat muka malas Na Ra.

"Nanti kalau aku udah punya jet pribadi, aku bakal turutin," sambung Janu kembali. 

Na Ra kembali berdecak. "Jan, nggak usah aneh-aneh, deh. Nggak lucu demi punya jet kamu nanti berbuat dosa."

Janu justru tertawa melihat wajah masam Na Ra. Padahal dia hanya bercanda. 

"Ya ampun, Ra. Kamu kenapa mikirnya sampai situ? Tenang aja, walaupun gajiku nggak seberapa, tapi buat menuhin keinginan kamu, aku bisa. Dan pastinya itu nggak bikin aku kena hukum, apalagi dosa."

Bukannya bangga, Na Ra justru menatap jengah. "I hope you are joking."

Janu seketika tertawa. Na Ra memang aneh. Di saat gadis lain amat bahagia ketika dijanjikan dengan hal manis, Na Ra justru berbeda. Gadis itu tak butuh hal-hal semacam itu. 

Menghitung KarsaWhere stories live. Discover now