Wisteria

506 80 11
                                    

Na Ra menatap layar laptopnya sedari tadi dengan pikiran kemana-mana. Penjualan produknya mengalami penurunan dan jika dibiarkan terus menerus maka kerugian akan mengintainya.

Na Ra sudah menghubungi Ha Joon dan pria itu akan segera kemari. Sebenarnya penjualan mulai tidak stabil ketika dirinya sakit dan berhasil ditangani oleh Ha Joon. Namun tentunya hal itu harus Na Ra tangani langsung bersama para manajer untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Na Ra memahami jika hal ini berat bagi Ha Joon. Pria itu terbiasa menangani proyek kontruksi dan otomotif, tentu ketika menangani produk kecantikan akan sedikit kendala. Terlebih berbeda pangsa dan budaya. Tetapi pria itu tetap melakukan yang terbaik.

Na Ra lantas menghubungi manajer pemasaran dan penjualan. Na Ra meminta data penjualan selama tiga bulan terakhir beserta penjelasan mereka mengenai penjualan produk. Seharusnya Na Ra mengadakan rapat bersama untuk membahas semuanya. Namun apa daya, ia baru saja melakukan kemoterapi dan diharuskan beristirahat terlebih dahulu.

Cukup lama Na Ra berbicara dengan sang manajer di telepon. Ia lalu memutuskan untuk mengadakan rapat online dengan semua manajer pada hari esok. Setelah menelepon sang manajer, kini Na Ra lanjut membaca laporan yang baru saja dikirim.

Saking larutnya dalam membaca laporan, ia tak sadar jika Janu sudah berada di sampingnya sambil membawa dua paperbag. Na Ra langsung terperanjat kaget.

"Astagfirullah, sejak kapan kamu di sini?" kaget Na Ra seketika. Ia tak sadar ada Janu di sampingnya dan sudah menunjukkan wajah datarnya.

"Aku udah pencet bel sampai puluhan kali tapi kamu nggak denger. Kamu lagi ngapain sih?" omel pria itu. Namun Janu langsung tahu ketika di hadapan Na Ra sudah ada laptop dan tablet.

"Ra, kamu ngapain?" Janu masih belum duduk dan menatap Na Ra yang masih kaget dengan kedatangan Janu. Ia tetap berdiri sebelum pertanyaannya dijawab oleh Na Ra.

"Anjeuseyo," pinta Na Ra pada Janu agar pria itu duduk terlebih dahulu. Ia menyadari perubahan raut wajah Janu.

Akhirnya Janu memilih duduk di sofa seberang Na Ra. Namun sedari tadi tatapan mata pria itu tak lepas dari Na Ra. Hal itu membuat Na Ra memilih menutup tabletnya.

"Kamu bawa apa?" Na Ra berusaha mengalihkan perhatian Janu dengan menanyakan apa yang dibawa pria itu.

Janu masih saja menatap Na Ra. Namun pada akhirnya membuka paperbag yang ia bawa setelah gadis itu menyengir.

Janu mengeluarkan semua yang ia bawa. Na Ra sedikit kaget dengan apa yang dibawa oleh Janu. Pria itu membawa kentang kukus, nasi merah, brokoli kukus, olahan ikan dan daging sehat, serta beberapa makanan pendamping yang lumayan lengkap. Semuanya diletakkan dalam wadah foodgrade dengan rapi.

"Kamu beli semuanya?" tanya Na Ra kemudian.

"Dari mama semuanya," jawab Janu langsung.

Tante Inaya memang sering mengiriminya makanan. Tak jarang sering menanyakan apakah makanan yang dikirim sudah habis apa belum. Jika sudah habis, tak segan langsung dikirim berbagai makanan sehat untuk gadis itu.

"Kamu masih cuti?" tanya Na Ra kembali.

Janu menatap Na Ra. "Kamu belum jawab pertanyaanku loh, Ra."

Na Ra terdiam sejenak dan Janu masih menunggu jawaban gadis itu.

"Emm, perusahaan lagi ada problem dan sepertinya aku yang harus turun tangan."

"Dengan keadaan seperti ini?" Janu langsung menyahut dengan cepat dan suaranya terdengar agak meninggi.

"Ini menyangkut karyawan-karyawanku, Jan. Aku nggak mau kejadian awal-awal aku merintis kembali terulang. Memang dalam berbisnis, kegagalan adalah hal yang biasa. Namun aku tidak mau mengulang pengalaman itu kembali. Aku harus bisa mempertahankan bagaimana pun keadaannya."

Menghitung KarsaWhere stories live. Discover now