Strelitzia reginia

612 98 17
                                    

Janu akhirnya sampai di Jakarta setelah dua bulan lebih melaksanakan tugas negara. Pria itu masih sibuk mengurus beberapa hal sehingga belum bisa mengabari sang mama secepatnya.

Janu menatap sejenak anggotanya yang masih berlalu lalang setelah kepulangan dari tugasnya. Ia bersyukur bisa pulang dengan keadaan selamat tanpa ada kurang satu pun. Semua anggotanya bahkan diberikan keselamatan selama menjalankan tugas.

Setelah semua urusannya beres, Janu lalu menepi pada pendopo kantor untuk menelepon sang mama terlebih dahulu. Saat membuka kontak pesannya, ia terdiam sejenak sebab melihat kontak Na Ra yang ia sematkan pada aplikasi pesannya. Selama bertugas, ia memang sengaja tak menghubungi Na Ra. Janu ingin menyelesaikan kesalahpahaman itu secara langsung. Ia masih belum menerima Na Ra memutuskannya secara sepihak. Ia akan menuntut penjelasan yang lebih logis. Selain itu, Janu tak akan menyerah begitu saja dengan keputusan Na Ra. Ia akan memperbaiki semuanya jika ada yang salah. Kali ini ia tak akan menjadi pengecut lagi.

Janu lalu menelepon sang mama. Pria itu merindukan rumah dan tentunya masakan sang mama.

"Halo, assalamu'alaikum, Ma."

"Halo, waalaikumsalam, A'," sahut sang mama di seberang sana.

"Gimana kabar mama?"

"Alhamdulillah. Udah sampai di kesatuan A'?"

"Iya, Ma. Sebentar lagi mau pulang ke rumah. Ini nunggu apel dulu sebentar. Mama di rumah, 'kan?"

"Mama lagi di rumah sakit, A'."

Janu mengerutkan dahinya. "Siapa yang sakit, Ma?"

Sang mama terdiam sejenak tak langsung menjawab pertanyaan Janu.

"Na Ra," jawab tante Inaya kemudian.

Kini gantian Janu yang terdiam. Tiba-tiba perasaannya tak enak. Namun begitu, ia tetap melanjutkan percakapannya.

"Sakit apa, Ma?"

"Leukimia stadium 2. Besok Na Ra kemoterapi yang kedua."

Seketika Janu tak bisa berkata-kata. Rasanya masih tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh sang mama. Bahkan sapaan dari para bawahannya itu seperti tak terlihat olehnya saking syoknya dengan berita yang dibawa oleh sang mama.

Janu pun langsung berdiri. "Di mana?"

Suaranya seperti tercekat. Ia tak bisa membayangkan Na Ra melewati itu semuanya. Ternyata dua bulan lebih ini Na Ra tengah berjuang antara hidup dan mati, sedangkan dirinya tak tahu sama sekali.

"RSUP, A'."

Tepat sang mama menyebutkan tempat di mana Na Ra dirawat, Janu langsung mematikan sambungan teleponnya.

Janu langsung melangkahkan kakinya keluar pendopo kantor dengan langkah kaki yang lebar. Ia tak peduli dengan apel dan pertemuannya bersama Danyon setelah ini. Ia harus ke rumah sakit bagaimana pun caranya. Janu pun langsung mengambil mobilnya yang sebelumnya memang sudah berada di kesatuannya.

Seperti biasa, jalanan di Jakarta akan macet di beberapa titik. Rasanya ia ingin membuka lebar-lebar jalanan di depannya. Namun ia harus tetap tenang dan tidak tersulut emosinya akibat kendaraan yang begitu padat.

Akhirnya Janu sampai di rumah sakit. Pria itu masih mengenakan seragam PDL lengkap dan berlari kecil menuju lift untuk naik ke kamar rawat inap Na Ra.

Janu sampai di depan kamar rawat inap Na Ra. Sejenak pria itu terdiam sebelum akhirnya membuka pintu dengan pelan. Terdengar suara sang mama tengah berbincang dengan-- Na Ra. Sudah lama ia tak mendengar suara Na Ra yang ia rindukan.

Menghitung KarsaWhere stories live. Discover now