XII. Teman atau Pasangan

90 23 0
                                    

Para ketua tim baru saja selesai mengadakan rapat tentang peluncuran produk baru yang dipimpin langsung oleh Krystal. Mereka juga sudah menetapkan tanggal perilisan pada bulan depan. Semakin dekat tenggat waktunya akan semakin sibuklah semua tim untuk segala persiapan.

"Kamu dapat ide itu dari mana?" tanya Krystal pada Giyan. Mereka berdua masih berada di ruang rapat sementara yang lain sudah kembali ke ruang divisi masing-masing.

Giyan mengajukan ide tentang penambahan animasi pada produk mereka. Sebab, sejak awal produk ini memiliki tema menggemaskan yang dipersembahkan untuk perempuan-perempuan Indonesia yang akan terlihat muda walau telah bersedia. Produk mereka kali ini juga bukan hanya lipstik dengan varian empat warna baru, tetapi juga dipaketkan dengan bedak, BB cream, serta eyeshadow.

"Zay. Anak baru itu ternyata pintar menggambar. Aku pikir itu akan masuk dalam konsep kita. Bukankah selama ini kita mencari cara gimana agar kemasannya terlihat lucu tapi elegan? Ini salah satu solusi yang bisa kita pakai," jawab Giyan bersemangat.

Krystal mengangguk-angguk setuju. Solusi ini memang membantu mereka.

"Aku memang merasa dia membawa keberuntungan untuk perusahaan kita," tambah Giyan.

"Kamu menyukainya?" tanggap Krystal.

"Sangat. Dia pemuda yang bersinergi dan loyal. Apa aku memberitahumu? Malam itu kami ke apartemenku untuk makan-makan. Dia sangat asik dijadikan teman bercerita. Apa pun yang kita bahas, langsung nyambung. Sangat menyenangkan. Aku yakin, pacarnya pasti tidak akan melepaskannya begitu aja." Giyan benar-benar memberikan tanggapan positif tentang Zay yang baru dikenalnya.

"Dia punya pacar?" entah mengapa Krystal ingin tahu.

"Menurutmu lelaki seperti dia nggak punya pasangan? Aku nggak berpikir demikian. Kalau pun dia single, pasti banyak perempuan yang mengejarnya," jawab Giyan dengan sangat yakin.

"Dia tipe lelaki pengganggu," gumam Krystal dengan jemari yang mengetuk-ngetuk meja.

"Apa katamu?" Giyan tidak mendengar gumaman Krystal yang terlalu kecil.

"Gimana kondisi Papamu?" Krystal segera mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ingin memberitahu Giyan bahwasanya kemarin Zay menggantikannya ketika bertemu WO. Itu bisa mengundang pertengkaran.

"Udah jauh lebih baik. Meski masih harus dipapah, tapi katanya nggak sesakit seperti awal mula."

Krystal masih diam. Pikirannya dihinggapi berbagai macam pertanyaan. Kalau memang baik-baik saja kenapa tidak mengabarinya setelah bertemu dokter? Kenapa tidak bertanya tentang pertemuannya dengan WO? Kenapa seolah kemarin tidak ada kejadian apa pun yang perlu dibahas antar mereka? Dan masih banyak lagi yang dipendam oleh Krystal.

"Kamu setelah itu langsung pulang ke rumah?" Krystal mencoba memancing untuk menyadarkan Giyan apa yang seharusnya dikatakan.

Giyan mengangkat sedikit tangannya seperti orang kaget yang teringat sesuatu. Tindakan itu memberi harapan pada Krystal bahwa jawaban yang diberi Giyan akan menenangkannya. "Aku bertemu dengan teman-teman sekolah. Kami udah lama nggak ketemu dan kami menghabiskan waktu sampai malam hari," jawabnya tanpa rasa bersalah.

Krystal menyunggingkan senyum miris. Pertemanan lebih penting daripada mengurus pernikahan? Jelas saja pertanyaan itu yang kini menjadi fokus isi pikirannya.

Krystal menggigit bibir bawah dan tersenyum getir. "Sepertinya aku hanya akan menikah dengan diri sendiri."

Krystal segera bangkit dari duduknya dan hendak keluar. Giyan yang baru sadar apa yang sedang terjadi segera mengekori Krystal dari belakang.

"Maaf, aku nggak bermaksud membiarkanmu melakukannya seorang diri. Tapi, kupikir semua telah selesai diurus dan baik-baik aja," ungkap Giyan yang menghentikan langkah Krystal tepat di depan pintu.

"Selesai? Kamu pikir akan selesai semudah itu? Kalau pun selesai secepat itu, kamu nggak niat nanya gimana prosesnya? Apa yang aku pilih? Gimana kelanjutannya? Kamu nggak ngabari aku sama sekali. Aku nunggu kamu di sana beberapa waktu. Aku mikirin gimana kamu, tapi kamu ternyata malah lanjut nongkrong dengan teman-teman kamu? Nggak ngerti aku jalan pikiran kamu itu gimana," luap Krystal dengan tatapan tajamnya yang langsung ditujukan ke dalam mata Giyan.

"Sayang, maaf, aku nggak bermaksud begitu. Malam itu aku telepon kamu, tapi kamu nggak angkat," jawab Giyan dengan memelas.

"Malam setelah kamu puas have fun dengan teman-teman kamu? Iya?" bentak Krystal. "Untung ada Zay waktu itu yang datang nemenin aku. Setidaknya pihak WO nggak tahu kalau pasangan aku itu lagi sibuk dengan teman-temannya saat aku lagi ngurus pernikahan sendirian!"

Giyan termangu mendengar ada nama lelaki lain yang tercetus dari bibir Krystal. "Kamu bersama Zay?"

Krystal abai. Ia keluar dari ruang rapat dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa ketika berjalan menuju ruangannya. Sementara di bagian kanan belakang ruang rapat, Zay sedari tadi menikmati tontonan yang menyenangkan itu.

Artificial LoveWhere stories live. Discover now