XL. Krystal Dikhianati

100 14 0
                                    

Jarum jam sudah menunjukkan angka sepuluh. Tim pemasaran masih kekurangan satu anggotanya. Padahal lima belas menit mereka akan ada rapat penting agar produk baru bisa segera diluncurkan. Zay yang memegang peran penting karena ia memiliki seluruh desain untuk lipstik yang akan diluncurkan tidak berkabar sampai sekarang. Ratu dan Niko bergantian menghubungi nomor Zay, tapi tidak ada tanggapan sama sekali.

Giyan selaku ketua tim merasa kesal dengan cara Zay yang tiba-tiba menghilang seperti ini. Ia sampai terpikir, apa karena pukulannya kemarin? Jika memang karena itu, bukankah terlalu kekanakan sampai tidak masuk kerja? Giyan menilai Zay tidak profesional karena mencampuri urusan kerjaan dan pribadi.

"Zay mana?" Krystal yang entah dari mana munculnya langsung menanyakan nama itu terlebih dahulu saat tiba di ruang kerja tim pemasaran.

Tidak ada yang menjawab dan malah mengalihkan pandangan pada Giyan. Biasanya Krystal datang untuk mencari tunangannya, kali ini ia datang untuk mencari si karyawan baru, di hadapan tunangannya. Bukankah ini patut dipertanyakan?

"Ada yang salah dengan pertanyaan saya?" Krystal bertanya kembali dengan ekspresi datarnya. Ia tahu apa yang mereka pikirkan, tapi berhubung ini bukan sesuatu seperti yang dipikirkan, maka Krystal memilih abai.

"Kami udah coba hubungi dia, Bu, tapi telepon kami nggak diangkat sama sekali," jawab Ratu seadanya. Ia menunjukkan kecemasan karena khawatir akan adanya penundaan peluncuran produk ini, padahal semuanya telah dijadwalkan dengan baik.

Giyan yang tipikal sistematis terencana, tentu akan mengamuk jika ada jadwal yang kacau. Terlebih ini disebabkan oleh karyawan baru. Jelas Giyan tidak bisa terima.

Krystal mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang tidak diketahui oleh siapa pun.

"Dia juga nggak jawab," gumam Krystal.

Sontak Giyan, Ratu dan Niko kaget mendengar gumaman tersebut. Secara tidak langsung Krystal mengumumkan pada karyawannya bahwa ia memiliki nomor Zay dan kemungkinan sering menghubungi. Karena, Ratu da Niko saja yang sudah bertahun kerja di sana tidak memiliki nomor petinggi perusahaan tersebut. Ratu semakin curiga dengan Zay yang memiliki niat khusus terhadap pasangan Giyan-Krystal.

"Kita batalkan saja rapatnya," putus Krystal sekenanya.

"Sayang, nggak bisa gitu dong. Zay itu cuma karyawan baru, dia nggak punya pengaruh besar untuk membatalkan rapat penting ini," sanggah Giyan cepat. Wajah lebarnya memerah karena menahan rasa cemburu akibat Krystal yang terlihat seperti memihak Zay.

Krystal menggeleng pelan. "Dia punya peran penting dalam rapat ini. Tanpa dia, kita kayak berdiri tanpa kaki kali ini."

Mengabaikan Giyan yang masih tidak terima dengan alasan Krystal, perempuan dengan rambut dikuncir itu pergi meninggalkan tim. Dalam perjalanannya kembali ke ruang kerja, pikirannya tercuri untuk fokus pada Zay.

Apa hujan kemarin membuatnya sakit dan nggak sanggup bangun? Apa ada masalah besar dengan adiknya? Kalau kutahu akan terjadi sesuatu semestinya aku nggak pergi begitu aja kemarin. Ya Tuhan, Zay, kemana kamu?

Krystal mondar-mandir di ruangannya sembari menggigit jari. Ingin ia hubungi kembali Zay untuk mengetahui apa yang terjadi, tapi ia takut mengganggu, sementara lelaki itu mungkin sedang dihadapi pada situasi sulit.

Z

Bu Krystal merindukanku?

Di tengah kecemasannya, pesan dari Zay masuk tanpa permisi. Krystal mengembuskan napas lega mendapat pesan tersebut. Jika biasanya ia terganggu dengan godaan yang dilempar Zay, kali ini ia merasa baik-baik saja. Jika Zay masih menggoda itu artinya Zay waras.

Tak cukup sampai di situ, lelaki itu malah meneleponnya. Giliran Krystal yang tidak tahu harus bagaimana. Apa yang harus dilakukan andai ketahuan ia mengkhawatirkan kondisi Zay?

Mengatur napas berulang kali demi suara yang normal, Krystal memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Pun, dia tidak melakukan kesalahan besar, kenapa harus menghindar?

"Semua orang menghubungiku berulang kali, itu artinya mereka sedang mendesakku. Sementara Ibu hanya menghubungiku sekali, itu artinya Ibu nggak ingin menggangguku. Bukan begitu?" Zay langsung saja dengan tebakan mautnya saat Krystal mengangkat telepon. Suaranya serak pertanda ia tidak sehat sama sekali.

"Kalau memang sakit, semestinya izin, bukannya malah menghilang," tandas Krystal dengan wajah kesal.

Zay tertawa di seberang sana. "Maaf, Bu. Rapatnya batal karena saya ya? Saya akan segera masuk, kok. Ibu nggak perlu sekhawatir itu sama saya," tanggapnya masih diselingi godaan.

Krystal menggigit ujung bibir bawahnya. "Kamu sakit karena kehujanan kemarin?" Pertanyaan yang sedari tadi ditahan akhirnya lolos juga dari bibir kecilnya.

"Nggak, Bu. Tubuh saya lagi protes aja karena terlalu saya paksa belakangan ini."

"Kamu ada kerjaan sampingan? Kuli bangunan?" tanya Krystal polos.

"Tampang begini kuli bangunan? Ya ampun, Bu, nggak ada pekerjaan yang lebih cocok untuk saya?" protes Zay tidak terima.

"Mau makan apa?" Krystal lagi-lagi mengubah pembicaraan. Serius, ini bukan karena bentuk perhatian dari perasaan. Ini hanya rasa bersalah karena tidak menunggu Zay menyelesaikan permasalahan adiknya kemarin.

"Ibu nggak perlu repot-repot masak. Masakan saya jauh lebih enak. Ibu aja ketagihan," ledek Zay.

Krystal langsung memutuskan panggilan antar keduanya. Sepertinya berbicara dengan Zay dalam situasi seperti ini tidak pernah mencapai titik temu. Selalu saja lelaki itu berceloteh tidak jelas. Padahal ia sedang serius.

Demi menghapus rasa bersalahnya, Krystal memutuskan untuk membawakan makan siang untuk Zay. Segera ia keluar kantor. Ia pun menitipkan pesan pada Stephanie untuk mengubah jadwalnya sampai sore nanti. Walau tidak yakin akan lama berada di rumah Zay, firasatnya mengatakan bahwa jika sudah bersama lelaki itu maka waktunya akan habis begitu saja; tanpa terasa.

Belum sampai Krystal di parkiran, ia melihat Giyan berjalan ke arah gudang. Mengingat Giyan adalah ketua tim Zay, maka ia berencana untuk mengajak Giyan sekalian menjenguk Zay. Ini juga untuk mengurangi kesalahpahaman tentang kedekatannya dengan Zay. Sudah cukup segala pertengkaran antara mereka belakangan ini yang selalu saja disebabkan oleh kesalahpahaman. Ia ingin membangun rumah tangga dengan Giyan dalam waktu segera.

Langkahnya terhenti sekitar dua meter di belakang Giyan saat mendengar tunangannya itu sedang bertukar sapa via telepon.

"Aku juga nggak tahu kenapa dia peduli banget dengan anak baru itu. Aku tahu ini akan semakin mudah, tapi aku nggak bisa anggap enteng. Aku harus mempermasalahkan ini biar semua ini menjadi salah dia ketika segalanya usai. Kamu sabar ya. Aku akan menghabiskan akhir pekan ini dengan kamu."

Itulah kalimat-kalimat yang dilontarkan Giyan pada lawan bicaranya di ponsel. Mendengar pernyataannya, sudah pasti yang berbicara di seberang sana adalah perempuan. Krystal melemah sekarang. Jangankan untuk menemui Giyan, untuk mengambil langkah saja dia sudah tidak mampu. Lelaki yang selalu diharapkan untuk menemani sisa hidupnya ternyata berencana menghancurkan segalanya. Giyan mempunyai perempuan lain.

Artificial LoveWhere stories live. Discover now