I. Kesempatan Dadakan

380 53 48
                                    

Lantai dua kantor mulai terlihat sepi ditinggalkan karyawan karena jam sudah menunjukkan angka 17:30. Hanya tim pemasaran yang beranggotakan tiga orang saja yang masih berkutat dengan komputer masing-masing. Ada yang sedang mengurus proposal rencana penjualan, merancang strategi promosi, serta ada pula yang mendata ulang target pasar mereka kali ini.

"Zay, kamu nggak lupa kalau kita akan ada acara makan bersama malam ini, kan?" tanya Ratu pada lelaki di sampingnya yang masih fokus memandang layar komputer. Ratu mematahkan kepalanya ke kiri dan ke kanan karena terlalu pegal.

"Bukannya besok ya?" Kali ini lelaki berhidung pesek tersebut mengalihkan atensinya pada Ratu dengan sedikit menelengkan kepala.

Ratu mendesah pelan. "Kesepakatannya malam Kamis, Zay, berarti hari ini."

Zay menepuk jidat. Bisa-bisanya ia melupakan hari penting yang telah diagendakan untuknya. Menurut penuturan Ratu, setiap ada anggota baru yang bergabung dengan tim mereka, maka akan ada makan malam penyambutan sebagai bentuk peresmian sekaligus mengakrabkan diri antar satu sama lain. Selaku karyawan yang baru bergabung awal pekan ini, maka Zay akan menjadi bintang malam ini.

"Tapi, Pak Giyan sejak istirahat siang tadi nggak balik ke kantor. Apa mungkin nggak akan ikutan nanti malam?" Niko yang duduk bersebrangan dengan mereka juga ikut nimbrung dalam pembicaraan. Ia bahkan sudah mematikan komputernya dan berencana melanjutkan kerjaannya esok pagi.

"Mana mungkin Pak Giyan nggak ikutan," sergah Ratu cepat. "Beliau paling senang menyambut karyawan baru. Mungkin sibuk ngurus pernikahannya."

"Enak ya, kalau punya hubungan spesial dengan atasan. Kerja bisa sesuka hati nggak ada yang marahi," nyinyir Niko yang dibalas dengan lemparan pensil dari Ratu.

Siapa yang tidak tahu tentang hubungan antara ketua tim pemasaran dan CEO perusahaan ini? Banyak berita miring yang mengarah pada Giyan. Meski keduanya diketahui menjalin hubungan sejak masih belum berada dalam lingkungan kerja yang sama, tetap saja mereka berpikiran negatif pada Giyan dengan menuding lelaki itu mengincar posisi yang diduduki oleh Krystal, sang CEO.

Zay tidak ambil pusing dengan perkataan Niko yang menyudutkan ketua tim mereka. Ia lebih tertarik mengajukan pertanyaan yang membuatnya penasaran. "Apa Bu Krystal pernah ikut dalam acara makan bersama karyawan tim?"

Ratu menggeleng diikuti jari telunjuk yang mengayun ke kanan-kiri. "Bu Krystal itu petinggi perusahaan, mana mungkin ikut makan dengan karyawan rendahan seperti kita. Bu Krystal juga sangat kaku dan jarang tersenyum. Bisa bayangkan apa jadinya acara makan malam kita kalau Bu Krystal ikutan? Pasti hanya akan ada bunyi sendok yang beradu dengan piring," paparnya seolah sangat mengerti karakter Krystal.

"Bukannya itu hanya sikap beliau di kantor? Gimana kalau misalnya beliau memiliki karakter yang berbeda jika berada di luar?"

Niko mengibaskan tangan. "Nggak ada bedanya. Kami pernah ke pabrik bersama dari siang sampai sore, dan asli beliau benar-benar sangat serius serta hanya membahas tentang pekerjaan. Nggak ada candaan sama sekali. Mungkin hanya dengan Pak Giyan beliau bisa berbagi tawa."

Zay mengangguk pelan. "Pantas aja perusahaan ini berkembang pesat, pemimpinnya pekerja keras."

"Kamu sepertinya tertarik dengan Bu Krystal," selidik Ratu dengan mata memicing.

"Tentu. Dia alasanku berada di sini sekarang," jawab Zay sekenanya. Mendapati tatapan penuh tanda tanya dari kedua rekan barunya, Zay segera menjelaskan. "Aku ingin meniru sifat pantang menyerahnya itu. Mana tahu nanti suksesnya nular," tuturnya dengan cengiran.

Belum sempat menggubris pernyataan Zay, Ratu mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya. Ia berbicara dengan sangat sopan dan hanya menggunakan dua kata yang terus diulang; baik, pak dan iya, pak.

Begitu panggilan terputus netranya segera menatap Zay dengan lekat. "Apakah ini yang disebut keberuntungan? Barusan Pak Giyan meneleponku dan bilang Bu Krystal akan ikut makan malam kali ini."

Jika Niko menanggapi hal ini dengan desahan, maka Zay melebarkan senyum manis hingga menampakkan deretan gigi rapinya.

Yes,akhirnya aku bisa bersitatap langsung dengan perempuan incaranku, batinnya penuh rasa bangga.

Artificial LoveTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon