XXXVI. Tentang Zay

104 16 0
                                    

Krystal sedari tadi hanya melamun di balkon apartemen adiknya. Melamunkan kalimat-kalimat yang didengar dari mulut Zay tadi. Minuman botol yang sedari tadi dibukanya tak tersentuh sama sekali.

Berlian yang duduk di depannya sambil menyantap roti yang dibawa pulang oleh kakaknya sedikit terheran dengan ekspresi yang dipasang Krystal. Memang Krystal tidak banyak bicara, tapi bukan berarti wajahnya muram seperti ini. Jika Berlian bisa menebak, ini pasti terkait dengan urusan perasaan. Ia berpengalaman dalam hal itu, tentu ia sangat yakin dengan tebakannya.

"Bertengkar dengan Kak Giyan? Karena gak nonton bareng?" tanya Berlian sambil terus mengunyah roti keduanya. Badannya sangat kecil tapi asupannya begitu banyak.

Krystal menggeleng lemah dan masih saja menatap kosong ke udara.

"Terus? Kenapa? Coba curhat sini. Kali aja aku bisa bantu. Tahu dong pengalamanku dalam hal cinta," ujar Berlian seakan bangga dengan kisah cintanya yang tidak berakhir sempurna.

"Kamu berpengalaman dalam hal patah hati. Percintaanmu nggak ada yang berhasil," ketus Krystal berhasil memanyunkan bibir Berlian. Padahal hanya dua kali dia menjalin hubungan dengan lelaki, tapi entah kenapa yang dikatakan Krystal benar, dua-duanya membuatnya patah dan susah untuk pindah. Apalagi mantannya yang terakhir, Zay.

"Kamu kenal Zay di mana?" tanya Krystal tiba-tiba yang membuat Berlian tersedak dan batuk-batuk.

Krystal sama sekali tidak menyodorkan minuman melainkan melihat reaksi yang diperlihatkan adiknya dengan begitu jeli. Sangat mencurigakan.

"Kenapa tiba-tiba bahas dia?" tanya Berlian balik dengan tingkah gelagapan.

"Dia bukan mantanmu, kan?" Krystal lagi-lagi bertanya, kali ini matanya memicing yang membuat Berlian risih dengan tatapan itu.

Berlian mengibaskan tangannya ke udara. "Ya, nggak dong. Kalau dia mantanku, aku pasti udah heboh di perusahaan Kakak kemarin," elaknya.

Krystal manggut-manggut sementara Berlian menghela napas lega karena sepertinya kakaknya itu percaya dengan alasan asalan tersebut.

"Menurutmu dia lelaki seperti apa?"

Berlian kaget mendengar pertanyaan itu. Pasalnya, Krystal bukan perempuan yang suka menanyakan tentang lelaki lain padanya. Bahkan dari sebelum ia menjalin hubungan dengan Giyan. Di mata Berlian, Krystal tipikal perempuan yang tidak terlalu memusingkan laki-laki mana yang tertarik padanya atau pun lelaki mana yang bisa dijadikan incarannya. Namun, ketika ia telah menjalin suatu hubungan maka ia akan berupaya untuk terus mempertahankan hubungan itu selama tidak ada alasan yang harus menyudahinya.

Sebelum dengan Giyan, setahu Berlian, Krystal pernah dekat dengan seorang laki-laki selama tiga tahun. Menurut pernyataan Krystal, tidak ada istilah yang tepat untuk hubungan keduanya, karena mereka hanya sebatas dekat tapi tidak saling ungkap perasaan. Perpisahan keduanya juga bukan dikarenakan perselingkuhan ataupun kekerasan lainnya, melainkan si lelaki itu harus pindah ke luar negeri ikut dengan kedua orang tuanya. Krystal galau? Tentu saja. Melepaskan kepergian seseorang yang tidak berbuat salah sama sekali adalah hal tersulit dalam hidupnya.

"Kakak suka Kak Zay?" Berlian mencoba memastikan dengan hati-hati. Ia tidak ingin menuduh, tapi ia juga khawatir.

Krystal menghela napas berat, seakan banyak sekali isi pikirannya yang menumpuk dan membebani. Ia menyenderkan tubuh di badan kursi dan memeluk kedua kaki dengan menumpukan dagu di atasnya.

"Kamu ingat ketika Kakak bercerita tentang staf baru yang selalu muncul ketika Kakak ada masalah? Itu dia. Zay. Dia muncul ketika Kakak buru-buru harus ketemu klien dari Singapura, ketika Kakak harus ke WO sendirian, termasuk tadi ketika Kakak nggak ada teman nonton. Kakak nggak tahu kenapa dia selalu ada di waktu yang tepat, tapi perasaan Kakak yakin kalau itu bukan bentuk kesengajaan." Krystal berhasil mengutarakan isi hatinya yang selama ini ditutup rapat karena kebimbangan.

"Dia memang begitu," gumam berlian yang terdengar ke telinga Krystal.

"Memang begitu? Maksudmu?"

Berlian gugup karena ternyata ia bergumam tanpa sadar. Bibirnya pun sempat tertarik kedua sudutnya karena mengenang kebaikan Zay. Disebabkan sudah terlanjur berbicara, maka tidak ada salahnya ia memaparkan lebih lanjut tentang pribadi Zay yang dikenalnya.

"Begitulah dia yang aku kenal. Dia itu lelaki ajaib yang bisa muncul kapan aja orang butuh bantuannya. Aku mengenalnya juga berawal seperti itu. Aku mengenalnya di sebuah acara. Dia ternyata dikenal oleh orang-orang karena sifatnya yang mudah berbaur dan siap ada bagi siapa yang butuh. Dia juga nggak pilih-pilih dalam berteman, jadi jangan heran kalau temannya ada di mana-mana, walau yang di sampingnya cuma ada satu perempuan," papar Berlian yang dirasa cukup sebatas itulah Krystal tahu.

"Pacarnya?" tebak Krystal terdengar sangat ingin tahu.

"Sahabatnya. Kurasa kalau disuruh pilih antara pasangan atau sahabat, ia akan memilih sahabatnya itu," pikir Berlian.

Krystal mendengus kesal. "Kenapa nggak pacaran aja dengan sahabatnya itu? Makanya dikata nggak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan. Pasti dia itu punya rasa dengan sahabatnya itu makanya nggak mau lepas," tuding Krystal dengan ketus.

Berlian mendekati wajahnya ke muka Krystal. "Kenapa Kakak sewot? Kakak suka dia?"

Kini giliran Krystal yang gelagapan hingga menurunkan kaki dan membenarkan posisi duduknya. "Kata siapa? Ceritain tentang satu laki-laki bukan berarti punya perasaan sama dia," kilah Krystal seadanya.

Berlian menarik diri dan memicingkan mata. Kalau Kak Krystal suka Kak Zay apa aku harus kasih tahu kalau Kak Zay adalah mantanku?

Artificial LoveWhere stories live. Discover now