XX. Kecelakaan Kecil

117 15 2
                                    

Krystal pagi ini terburu-buru karena telat bangun. Ia merasa bersalah pada diri sendiri karena telat pergi bekerja. Ia menerapkan kedisiplinan di kantor dengan kewajiban datang tepat waktu, begitu pula dalam menyelesaikan semua pekerjaan. Kini, ketika ia tidak melakukan apa yang ditetapkannya, ia merasa tidak nyaman. Mungkin saja para karyawan akan maklum, atau mungkin tidak ada yang menyadari keterlambatannya. Akan tetapi, ia tidak ingin menggunakan kedudukannya sebagai alasan untuk tidak disiplin. Ia adalah contoh untuk para karyawan. Ingin karyawan bekerja dengan baik, maka ia harus memperlihatkan kebaikan itu.

Semalam ia menghabiskan malam untuk menonton salah satu film horor yang belum sempat ditontonnya dari beberapa minggu lalu, Pengabdi Setan 2: Communion. Menonton seorang diri dalam kamar yang lampunya sengaja tidak dinyalakan, selain memacu adrenalin, berhasil mengalihkan pikirannya dari kisah cintanya yang sedang membingungkan.

Krystal tidak bermaksud curiga pada Giyan hanya karena ia lebih mementingkan bertemu teman-temannya setelah mengabaikan Krystal yang menemui WO seorang diri. Giyan juga sejak dulu memang senang berbaur dengan siapa pun dan tidak pernah terlihat bertingkah aneh. Namun, entah kenapa perasaannya seperti ada yang mengganjal. Mungkin saja benar apa kata mamanya, bahwa ini cobaan menuju pernikahan.

Ketika Krystal keluar dari kamar seraya menenteng tas hijaunya yang bermerek, ia mendengar riuh canda tawa dari ruang depan.

"Baru juga kemarin kami nanya kamu sama Krystal, eh pagi ini udah kelihatan," ucap Mauri dengan senyum anggunnya.

"Iya, Tante. Maaf aku nggak berkunjung belakangan ini." Lelaki yang menemani kedua orang tuanya di ruang depan ternyata adalah Giyan. Sepertinya lelaki itu datang untuk menjemput Krystal. Seingatnya, Krystal tidak meminta tolong untuk dijemput dan Giyan juga tidak mengabarinya akan mampir ke rumah.

"Krystal udah selesai itu. Kalian mau berangkat sekarang?" tanya Cakra melirik ke arloji di pergelangan tangan kanannya. Lelaki berusia enam puluh tahunan itulah asal muasal kedisiplinan yang melekat di diri Krystal.

"Tentu, Pa. Ini aja udah telat banget," jawab Krystal cepat dan segera berpamitan dengan kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Giyan yang turut menyalami calon mertuanya.

***

"Tumben kamu jemput aku pagi ini?" tanya Krystal ketika mereka telah dalam perjalanan. Dari rumah Krystal ke perusahaan diperkirakan butuh waktu dua puluh menit untuk tiba—kalau tidak macet.

"Kok tumben? Biasanya juga aku sering antar-jemput kamu." Giyan melihat Krystal yang duduk di sampingnya selama tiga detik dan kembali mengalihkan atensi pada jalan. "Kamu masih ngambek ya? Kita, kan, udah baikan," lanjutnya.

Benar. Krystal sudah memutuskan untuk memaafkan Giyan, lantas apa yang harus dipermasalahkan lagi sehingga moodnya belum juga kembali?

"Sayang ...." panggil Giyan sembari menggenggam jemari Krystal yang terletak di atas tas. Ia membawa tangan itu ke bibirnya untuk dikecup. "Jangan lama-lama dong ngambeknya. Nggak kasihan dengan aku? Nanti aku nggak fokus kerja, lho, karena mikirin kamu ngambek terus," rayu Giyan, mencoba meluluhkan tunangannya.

Krystal menarik napas dalam. Ia memutar kepala ke arah Giyan dan tersenyum simpul. "Maafin aku ya. Sepertinya aku terlalu terbawa suasana."

Giyan ikut tersenyum mendengar ucapan Krystal yang menandakan bahwa amarahnya sudah benar-benar mereda.

Karena rasa senangnya pada Krystal, Giyan tidak fokus memperhatikan jalan dan tiba-tiba harus menginjak rem dadakan sebab ada orang yang lewat di depannya. Krystal dan Giyan panik bukan main sebab tidak terlihat siapa pun di depan mobil. Keduanya segera turun, dan ternyata di depan mobil seorang perempuan bersurai panjang dengan warna kecokelatan terduduk dengan mata terpejam.

"Kamu baik-baik aja? Ada yang luka?" tanya Giyan panik memperhatikan perempuan yang diperkirakan lebih muda darinya itu masih saja menunduk.

"Aku nggak apa," jawab perempuan tersebut dengan tergagap. Ia mengangkat wajahnya menatap Krystal dan Giyan bergantian.

"Kamu yakin nggak apa-apa? Kalau ada luka kita bisa bawa kamu dulu untuk diobati." Krystal memastikan keadaan seseorang yang nyaris mereka tabrak.

"Aku benaran nggak apa. Tapi, itu—" Perempuan itu menunjuk ke bawah mobil Giyan. Di sana berceceran darah segar. Bukan milik perempuan itu, melainkan milik seekor kucing mungil yang sudah terkulai tak bernapas.

Krystal menutup mulutnya karena terkejut. Walau yang menjadi korban bukan manusia, tapi kucing juga makhluk hidup yang tidak bisa diabaikan.

Perempuan itu merangkak perlahan ke bawah mobil untuk meraih kucing yang sudah tidak bernyawa. Air matanya menetes tanpa dipinta.

"Dia kucingmu?" tanya Giyan penasaran karena melihat air mata pada perempuan yang mengenakan kaos kuning tersebut.

Perempuan itu menggeleng. "Dia yang menyelamatkanku. Ketika aku menyeberang dan mobil kalian melaju, ia berlari kencang dan seolah ingin mengorbankan dirinya untukku."

Krystal dan Giyan bergeming. Pengorbanan dari hewan kecil itu lebih mengharukan untuk dijadikan pengingat bagi manusia yang sering kali abai akan keselamatan manusia lain. Giyan benar-benar merasa bersalah.

"Siapa namamu?" tanya Krystal membantu perempuan itu untuk berdiri.

"Meykha," jawabnya dengan raut wajah sedih.

"Mari kita cari tempat untuk menguburkannya."

Meykha pun ikut dengan Giyan dan Krystal guna mencari tempat untuk mengubur kucing mulia tersebut.

🍁🍁🍁
Selamat malam, Chingu-deul...
Makasih ya udah ngikutin cerita ini setiap malamnya. Aku mau ngasih tahu, mulai chapter 21 akan update per minggu di hari Jum'at. Tunggu notifnya ya.
Bagi yang gak sabaran, aku punya alternatif lain, kok. Kalian bisa langsung ke akunku di Karyakarsa. Di sana tetap update setiap Selasa, Kamis, Sabtu. Bahkan sampe malam ini di sana akan update sampe chapter 30 😻

 Bahkan sampe malam ini di sana akan update sampe chapter 30 😻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy reading dan neomu gomawo ❤️❤️❤️

Artificial LoveWhere stories live. Discover now