XXXVII. Saling Menyalahkan

105 20 1
                                    

Seringnya berkurang waktu yang dihabiskan bersama, kecanggungan mulai tercipta antar Krystal dan Giyan. Krystal merasa Giyan semakin jauh darinya. Selalu ada alasan untuk mereka tidak bersama. Jujur saja, hal itu membuat Krystal kesal terhadap pasangannya itu. Ditambah lagi Giyan yang seakan tidak menyadari apa yang telah dilakukannya tersebut.

"Kamu lagi nggak nafsu makan?" tanya Giyan ketika memperhatikan Krystal hanya mengaduk-aduk makanannya dengan sendok.

Giyan sengaja mengajak Krystal makan siang di luar sebagai ganti batalnya nonton di akhir pekan kemarin. Ia juga merasa sikap Krystal mulai dingin terhadapnya. Seperti saat ini, Krystal bahkan tidak menggubris pertanyaannya.

"Kamu marah lagi sama aku?" Giyan menitikkan fokusnya pada raut wajah Krystal yang tak bereskpresi.

"Nggak ada tenaga untuk marah," ketusnya.

Giyan menyentuh punggung tangan Krystal. "Aku tahu kamu marah karena batal nonton. Aku sakit, sayang. Kalau aku paksa diri keluar, nanti aku makin drop malah nggak bisa masuk kerja. Lebih baik yang mana?" Giyan mencoba menjelaskan dengan sangat lembut.

Krystal menarik tangannya dari sentuhan Giyan. Terasa asing. Ia juga tidak menatap Giyan sama sekali. Isi kepalanya terlalu berkecamuk. "Aku sering dengar bahwa pasangan yang akan menuju ke pernikahan sangat banyak macam ragam ujiannya. Tapi, sulit aja bagi aku kalau ujiannya harus dengan berjarak dengan kamu. Kamu seakan-akan lari dari persiapan ini. Aku sibuk memikirkan pernikahan kita, hubungi vendor dan segala macam. Sementara kamu nggak hadir di saat-saat seperti itu. Pernikahan ini untuk kita berdua, bukan aku seorang.

"Aku perhatikan juga kerjaan lagi nggak membludak, tapi kamu seolah overworked sampai berimbas ke kesehatan kamu dan mengurangi waktu untuk aku. Dulunya, kamu setiap hari pasti menyisihkan waktu untuk sekadar nyapa aku. Sekarang, semakin dekat dengan pernikahan, hal-hal kecil itu hilang, Yan. Bisa kamu jelaskan sebenarnya kamu kenapa?" protes Krystal pada akhirnya.

Krystal merasa harus membicarakan hal ini sebelum berefek lebih jauh lagi. entah mungkin ini akibat pembicaraannya dengan Zay kala itu, atau memang sesungguhnya ia mulai merasa perubahan dalam hubungannya dengan Giyan. Selama ini memang hubungan mereka terasa baik-baik saja, dan sejak pendapat Zay didengar, ia mulai berpikir, mungkinkah ada masalah sebenarnya di balik baik-baik saja ini?

Giyan mendesau ringan. Ia memijat pelipis dengan dua jari karena keluhan Krystal. Tak pernah sebelumnya Krystal begini.

"Kamu sadar nggak kalau kamu itu seakan merendahkan pekerjaan aku? Aku memang bawahan kamu, Tal, tapi bukan berarti aku nggak punya pekerjaan. Aku harus memikirkan konsep baru lagi untuk memasarkan produk kita. Aku harus meninjau lagi kerja tim aku, dan masih banyak lagi. nggak seringan yang kamu pikir. Mungkin kamu karena atasan di sana, melihat satu tugas kelar, yaudah, selesai. Nyatanya nggak begitu. Aku harus terus bekerja dan berpikir untuk melariskan produk. Nggak bisa berhenti. Produk akan diluncurkan, maka kami harus bekerja ekstra. Kamu padahal tahu hal itu, tapi kenapa rasanya kamu nggak peduli ya?" Kini giliran Giyan yang emosi ketika mendapat tudingan dari Krystal yang dirasa menjatuhkan harga dirinya.

"Yan, maksud aku nggak gitu. Aku hanya melihat kamu seakan udah nggak bisa bagi waktu dan nggak hadir dalam persiapan pernikahan kita yang nggak lama lagi. Itu permasalahannya," tekan Krystal pada poin yang ingin dibahas.

Giyan menggeleng, "Bukan itu. Kamu sedang merendahkan pekerjaanku karena aku bawahan kamu," balasnya dengan sarkas. "Tentang persiapan pernikahan kita yang aku nggak bisa temani, kita udah bahas, udah clear. Kamu tiba-tiba bahas ini saat aku nggak bisa temani kamu nonton. Itu hal sepele banget yang nggak harus kamu besar-besari, Tal."

Krystal mengangguk-angguk ketika mendengar pernyataan terakhir dari Giyan. Ia membasahi bibirnya terlebih dahulu. "Sepele. Ternyata janji kita terlalu sepele buat kamu. Mungkin itu memang hal kecil, remeh, yang nggak penting buat kamu. Tapi buat aku, itu penting. Karena di saat itulah aku bisa berbagi cinta dengan kamu."

"Aku sakit, Tal. Sakit. Kamu nggak ngerti ya aku bilang kalau aku sakit? Kamu egois ya. Aku sakit kamu paksa harus nemanin kamu? Mikir dong, Tal." Giyan benar-benar meluapkan emosinya kali ini. raut wajah yang biasanya hangat, kini berubah merah dan sangar. Pertama kali dalam hubungan mereka Krystal melihat Giyan yang seperti ini.

Mungkin memang terdengar Krystal kejam dan menuntut banyak dari Giyan. Tapi, semua itu bukan tanpa alasan. Sepulang dari apartemen Berlian, Krystal berencana untuk menjenguk Giyan dengan membawakan buah segar. Namun, saat ia hendak memasuki kawasan apartemen, ia melihat Giyan yang sedang mengendarai mobil keluar dari apartemen.

Kekecewaan tidak dapat dipungkiri langsung menyelimuti diri Krystal. Dan ketika Krystal memutar mobil ia kehilangan sasaran. Mobil Giyan tidak terlihat lagi di depannya. Ia juga mencoba menghubungi Giyan, tapi tidak mendapat respons apa pun. Krystal dibohongi dan tidak senang diperlakukan demikian.

Sekarang, Giyan masih bersikukuh dengan alasan sakitnya setelah apa yang dilihat Krystal sore itu? Krystal dapat menarik kesimpulan, percaya apa kata Zay, bahwa hubungan yang baik-baik saja sebenarnya menyimpan sebuah masalah yang salah satunya tidak ketahui. Giyan menyimpan sesuatu darinya.

"Mungkin hubungan kita perlu jeda," putus Krystal setelah mendengar jawaban Giyan yang bersikeras dengan alasan pertamanya. Krystal tidak ingin dibohongi lebih jauh. Ia harus mencari tahu sendiri.

"Maksudmu?" Giyan benar-benar tidak mengerti dengan Krystal yang tiba-tiba memutuskan hal tersebut tanpa alasan yang jelas. Ini tidak masuk akal.

Krystal melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Jam istirahat udah habis. Kita harus kembali ke kantor."

Krystal segera bangkit meninggalkan sejumlah tanda tanya dalam diri Giyan.

Artificial LoveWhere stories live. Discover now