XXXVIII. Bertukar Pikiran

82 14 0
                                    

Langit sore sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Sejak satu jam lalu hujan turun dan sesekali petir terdengar. Beberapa karyawan yang seharusnya sudah pulang, kini masih menunggu hujan reda di lobi atau pun di depan kantor seraya berselancar di layar ponsel atau sekadar berbincang dengan teman.

Zay, salah satu karyawan yang tidak bisa pulang, sedari tadi melirik arloji di pergelangan kirinya. Meykha tadi mengirim pesan untuk menjemputnya karena perut adik kesayangannya itu sangat sakit. Zay bisa menebak bahwa sakit perutnya itu pastilah jatah bulanan. Meykha selalu saja akan menghubunginya jika sudah jatah bulanan seperti ini, kalau bukan karena keram perut berarti karena sudah tembus. Selaku lelaki penjaga paling setia, Zay tidak akan membiarkan adiknya malu karena noda merah mengotori celananya.

"Kamu resah banget dari tadi. Kenapa?" tanya Niko menepuk pundak Zay hingga mengagetkan.

"Anu, itu. Aku ada keperluan, tapi hujan kayaknya nggak akan berhenti sekarang ya?" jawabnya gelagapan sambil mempertanyakan sesuatu yang sudah pasti.

Ponselnya pun berdering. Panggilan dari Meykha yang ternyata sudah merengek di perpustakaan kampus. Rasa bersalah dari diri Zay semakin menjadi. Ia pun berniat menerobos hujan demi menjemput adiknya.

Ketika ia baru saja menuruni dua anak tangga, sebuah mobil hitam legam memperdengarkan klarkson yang mengundang perhatian karyawan lainnya.

"Mau ngapain kamu terobos hujan? Masuk." Krystal, si pengemudi mobil paling mewah di perusahaan itu memerintahkan Zay masuk tanpa memberi waktu menjawab, karena ia segera menutup kaca mobilnya.

Bukan salah Zay jika semua karyawan yang melihat kejadian itu segera berdesas-desus terkait apa yang baru saja mereka lihat. Niko yang mendengar dengan jelas pun apa yang dikatakan Krystal pada Zay segera mengirim pesan pada Ratu agar perempuan itu tidak ketinggalan informasi super penting.

Tidak hanya para karyawan yang menyaksikan hal tersebut, tetapi Giyan yang juga baru keluar dari lift melihat kejadian itu dengan hati yang mulai memanas. Hubungan mereka sedang keruh, dan Krystal menyuruh karyawan yang masih tergolong baru itu masuk dalam mobilnya di depan semua karyawan. Siapa yang tidak akan salah paham? Seorang petinggi perusahaan yang dikenal dingin terhadap karyawan, kini malah bertindak demikian.

"Ibu kenapa suruh saya masuk depan orang rame gitu?" tanya Zay dengan berbisik dan mata menatap pada Niko yang belum beranjak dari tempatnya melihat mobil Krystal melaju meninggalkan perusahaan.

"Nggak usah bisik-bisik. Kita cuma berdua di mobil ini," ketus Krystal membungkam mulut Zay.

Kenapa aku merasa asing ya dengan Bu Krystal yang sekarang? Wajahnya seperti sedang ada permasalahan dan aku dijadikan pelarian, batin Zay sembari memperhatikan wajah Krystal yang menatap lurus ke jalanan yang macet.

"Saya antar kamu ke rumah," cetus Krystal.

"Saya mau ke kampus Meykha, Bu," ucap Zay gugup. Jika biasanya ia akan berbicara santai dan merasa dekat dengan Krystal, kali ini ia menjadi canggung karena sikap Krystal yang super dingin.

Krystal baru sadar satu hal. "Karena itu kamu mau nerobos hujan? Adik kamu kenapa? Sakit?" Tidak dapat dipungkiri gurat wajah Krystal turut dihinggapi kekhawatiran.

"Biasalah, perempuan kalau lagi bulanan suka manja," sahut Zay seadanya dengan niat tidak ingin memperpanjang pembahasan tersebut. "Ibu kenapa?" lanjutnya dengan ujung mata melirik ke arah Krystal.

Krystal mendesah pelan. Isi kepalanya sedang berdebat; haruskah bercerita pada lelaki yang duduk di sampingnya itu atau biarkan saja berlalu? Akan tetapi, bukankah ia butuh juga sudut pandang lelaki dalam hal ini? Jika ia harus meminta pendapat Titan, tentu lelaki itu tidak mengerti apa pun tentang cinta. Buktinya, sampai detik ini tidak terlihar satu perempuan pun yang digandengnya.

"Kamu pasti pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis, kan?" tanya Krystal sebagai awalan pembawa kisah.

Ekspresi terkejut jelas tergambar di raut wajah Zay. Namun, tingkah jahilnya kembali muncul dengan pertanyaan, "Ibu mau jalin hubungan dengan saya?" sahutnya dengan terkekeh geli.

"Kamu itu nggak bisa serius ya?" balas Krystal sambil berdecak kesal.

"Oh, Ibu mau serius dengan saya? Terus Pak Giyan gimana? Nggak boleh berkhianat, Bu. Itu dosa besar dalam hubungan," peringatnya dengan nada serius.

Krystal semakin kesal dengan cara Zay menanggapi pertanyaannya. Ada rasa menyesal dalam dirinya karena berpikir bisa cari solusi dari lelaki yang tidak pernah serius ini.

Terlihat Zay memperbaiki duduknya menjadi lebih tegap. "Saya laki-laki normal, Bu. Pernah suka terhadap lawan jenis sampai pada tahap yang benar-benar cinta. Tentu saja hal ini membuat saya pernah menjalin hubungan dengan mereka."

Krystal terdiam sejenak. Apa ini saatnya berbicara? Akankah lelaki itu kembali mengoloknya seperti tadi? Ah, sepertinya lelaki itu sedang normal sekarang.

"Pernah selingkuh?" Dua kata yang ditanyakan itu sangat menohok Zay sampai membuatnya gelisah. Itu pertanyaan atau tebakan yang sangat tepat diajukan untuk Zay. Kini, giliran Zay yang bingung untuk menjawabnya. Haruskah ia berbohong untuk keberlangsungan kedekatan mereka? Ataukah ia jujur dan akhirnya kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hati Krystal?

"Kenapa diam? Pernah ya? Atau sering?" Lagi-lagi tepat sasaran pertanyaannya. Sering.

"Ibu lagi ada masalah dengan perselingkuhan? Atau Ibu sedang melakukan riset?" Zay mengajukan pertanyaan sebagai jawaban. Ini adalah cara yang aman untuk mengelak dan melarikan diri dari hal yang tidak bisa dipenuhinya.

"Saya pernah baca di internet, katanya orang yang selingkuh itu bertingkah terlalu manis pada pasangannya. Tapi, ada juga pasangan yang memang manis sejak awal. Ada pula yang mulai menghindar. Gimana kalau misalnya dia menghindar karena ada permasalahan yang nggak bisa diceritakan, bukan karena ada orang lain dalam hubungan itu?" cerocos Krystal dengan nada tidak senang.

Krystal benar-benar terbuka pada Zay sekarang, dan Zay menyunggingkan senyuman kecil menyambut hal ini. Krystal yang biasanya judes, kini lebih bebas bercerita tanpa mempertahankan sikap dinginnya. Sepertinya Zay sudah bisa melunakkan atasannya tersebut, yang entah dengan cara apa.

"Ada berbagai cara orang bisa berselingkuh. Yang terlihat paling setia sekalipun bisa melakukannya. Nggak harus menghindar untuk bisa main belakang, karena bisa jadi selingkuhannya adalah orang samping atau malah orang yang selama ini ada di depan mata. Kalau ingin memastikan pasangan kita sedang berselingkuh atau nggak, itu hanya bisa dipastikan dengan melihat sendiri bukti nyatanya. Nggak cukup dengan tebak-tebakan atau feeling. Zaman sekarang apa pun bisa terjadi tanpa sepengetahuan kita. Yang terlihat baik sebenarnya buruk, begitu pun sebaliknya," papar Zay seolah sedang mendeskripsikan dirinya sendiri. Dirinya yang terlihat lelaki paling setia nyatanya selama ini hanyalah pemain wanita.

Krystal mengangguk-angguk mengerti. Ia kembali sependapat dengan yang disampaikan oleh Zay. Sebuah kebenaran bukankah kebenaran jika belum dilihat dengan mata kepala sendiri. Berprasangka hanya akan memperburuk suasana. Ia sedang bermasalah dengan Giyan sehingga ketika melihat Giyan pergi saat berkata padanya sedang sakit, maka pikirannya mulai negatif yang belum tentu begitu adanya.

Jika dipikir, andai ia membahas hal ini dengan Giyan dengan mempertanyakan apa yang terjadi hari itu, mungkin ia bisa mendapatkan jawabannya. Mungkin ada hal mendesak yang membuat lelaki itu harus keluar.

"Ibu ada masalah dengan Pak Giyan?" Zay memberanikan diri bertanya demikian setelah memperhatikan raut wajah Krystal yang sedari tadi cemas dan tampak berpikir keras.

Krystal terbengong mendengar pertanyaan Zay. "Nggak. Nggak ada apa-apa. Aman," jawabnya tergagap dan kembali memfokuskan diri untuk menyetir.

Ini waktunya aku untuk sigap. Krystal akan mudah aku dapatkan ketika hubungan mereka nggak baik-baik aja, batin Zay memperingati dirinya sendiri.

Artificial LoveWhere stories live. Discover now