1.2 The Silent Student

22 6 6
                                    

“Mengapa kamu menodong pisau kepada seorang perempuan?!” Pak Bayu menutup laptop dengan kasar.

“Pak.. Ini salah paham,” aku berusaha memberitahu.

“Pantas saja nilaimu tidak pernah bagus, ternyata kamu tinggal di lingkungan kriminal. Siapa yang mengajarimu seperti itu?!” Bu Rita ikut menghentak.

“Percayalah, Pak, Bu. Waktu itu saya sedang berusaha menyelamatkan adik kelas yang terancam nyawanya karena perempuan itu.”

“Dimana? Saya tidak melihat orang lain selain kalian berdua.”

Oh ya, anak itu bersembunyi di titik buta CCTV. Tapi aku sangat ingat bahwa ia tak bisa berlari pulang karena sangat ketakutan.

***

Aku merogoh pisau lipat yang selalu kubawa dari tas ku. Aku berjalan mengendap-ngendap dan langsung menendang punggung perempuan itu ke samping adik kelas itu. Kalau tidak salah ingat, namanya Indra. 

“Berani sekali anak ini.”

“Lari!” suruhku kepadanya. Tapi karena sangat ketakutan, ia hanya mampu merangkak dan terkulai lemas di balik tembok di belakangku.

“Siapa kau?! Kenapa kau menakut-nakuti dia?”

Perempuan itu berbalik sambil tertawa cekikikan. Aku terkejut bukan main. Wajahnya sangat cantik. Lebih cantik daripada aktor film-film barat. Pakaiannya kulit ketat mengkilap dan rambut cokelat panjangnya menjuntai terbawa semilir angin. Ujung bibirnya tersenyum seperti sedang merendahkanku.

“Ujung pisau kecilmu itu bahkan tidak bisa membuat satu gores luka pun di kulitku,” ucapnya dengan suara tinggi.

“Pergi dari sini atau aku akan menelpon polisi!”

“Memangnya kau siapa? Kau tidak berhak mengusirku untuk mencari mangsa.”

Deg. Mangsa dia bilang?

Tanganku yang memegang pisau mulai bergetar.

Perempuan itu mulai berjalan mendekat dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Bola matanya menyala lebih terang di kegelapan. Alisnya menyatu di dahi.

“Aku tak akan pergi dari sini. Tidak mungkin aku meninggalkan mangsa yang kutemukan, dan bahkan ada satu mangsa lain yang datang sendiri kepadaku.” Suaranya terdengar lebih tajam.

Auranya berubah menjadi lebih kuat. Ia maju dengan langkah yang lebih cepat sambil mendongakkan kepala. Tiba-tiba keluar sesuatu dari belakangnya yang menyerupai… ekor?! Makhluk macam apa itu?!

Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari sekuat tenaga. Saat melihat Indra masih terduduk lemas di balik tembok, aku langsung menarik dan menggendongnya di punggungku. Aku berlari secepat yang aku bisa karena aku merasakan sepertinya pisau kecilku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatannya.

***

“Pak, perempuan itu bukan manusia. Ia ingin memangsa saya dan adik kelas saya!”

The Untold Secretober (End✅)Where stories live. Discover now