8.1 The Broken Heart Chocolate

4 2 0
                                    

Carlos … Sudah berapa hari ia membiarkanku sendirian di sini? Padahal hanya demam, tapi ia sudah menginap selama tiga hari di rumah sakit. Aku sedikit sedih saat ibunya memintaku tidak menjenguknya untuk beberapa waktu karena Carlos butuh istirahat total. Masuk akal memang, tapi aku belum pernah berjauhan dengan Carlos selama ini.

Biasanya setiap malam minggu, kami selalu pergi ke taman kota atau membeli roti kesukaan kami. Jika orang-orang melihatnya sebagai laki-laki yang tinggi, berotot, dan kuat, aku malah melihatnya seperti anak kucing yang manis. Memang ia suka berolahraga sehingga muncul bicep yang keras di kedua tangannya. Tapi makanan favoritnya adalah roti isi krim stroberi yang berbanding terbalik dengan kesan macho nya. Bukankah itu sangat lucu? Itulah mengapa aku sangat mencintainya.

Bruk! Gawat, sepertinya aku menabrak seseorang.

“Maafkan aku! Aku tidak sengaja, sungguh.” Walaupun sudah menunduk beberapa kali, tapi laki-laki itu hanya menatapku dari atas sampai bawah.

“Tidak apa-apa,” katanya setelah semenit ia memandangi wajahku. Alisku berkerut, berpikir bahwa ia adalah orang aneh. Pakaian serba hitam, menggunakan banyak anting, cincin, bibir hitam, namun wajahnya terlihat kusam dan seperti kurang tidur. Mungkin saja ia perokok dan pemabuk berat.

“Aku bukan orang aneh.”

Uhuk! Aku terbatuk saat mendengar kata-katanya barusan. Ia bisa membaca pikiranku?!

“Tentu saja, Berta.” Sekali lagi aku tersedak air liur ku sendiri. Apa-apaan orang ini?

“Darimana kau tahu namaku? Apakah aku mengenalmu? Siapa kau?” Aku menghujaninya dengan banyak pertanyaan.

“Karena aku tahu dari pacarmu yang tampan itu,” jawabnya dengan senyum yang sulit aku artikan.

“Kau temannya Carlos?”

“Bisa dibilang begitu.” Mendengarnya aku hanya ber-ohh saja. Beberapa saat kemudian aku pun kebingungan karena ia tidak berbicara apa-apa lagi. Aku pun juga tidak tahu harus membuka topik pembicaraan apa.

“Ngomong-ngomong, aku pergi du—”

“Kalian pasangan yang lucu, ya. Berta dan Carlos. Huruf depan kalian sama dengan pasangan kriminal yang terkenal itu, Bonnie dan Clyde,” ucapnya setelah dua menit kami berhadapan dengan canggung. Aku menggaruk kepala karena bingung harus membalas apa.

“Sayangnya Carlos sedang sakit,” ujung bibirku tertekuk ke bawah saat mendengarnya, “oh ya, aku lupa memberikan obat ini kepadanya,” lanjutnya sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepadaku.

Coklat? Sejak kapan coklat bisa menjadi obat demam?

“Memang itu adalah coklat, tapi di dalamnya ada kandungan obat. Kau bisa melihat ada garis di tengah coklat hati itu. Nah, berikan Carlos setengah bagian dari coklat itu, dan kau bisa memakan setengah bagiannya yang satunya.”

“Kenapa aku juga harus ikut memakannya?”

“Kau ingin melihat Carlos sembuh, bukan? Maka dari itu kalian berdua harus memakan coklatnya.” Aku mendengarkan penjelasannya sembari memperhatikan garis tengah coklat hati itu yang terlihat seperti potekan.

“Baiklah, terima kasih. Akan ku sampaikan ini kepada Carlos.” Setelah aku berkata seperti itu, ia pun menyunggingkan senyumnya dan pamit pergi ke arah yang berlawanan denganku.

Tunggu, aku lupa menanyakan nama pria tadi. Bagaimana Carlos tahu jika coklat ini adalah pemberian dari temannya tapi aku tidak mengetahui namanya?

“Tunggu, aku belum tahu nama—” Aku mengedarkan pandangan. Ia sudah tidak ada. Padahal baru beberapa detik yang lalu kami berpisah. Cepat sekali langkah kakinya. Ya sudah, mau bagaimana lagi?

Aku pun melanjutkan perjalanan. Aku baru teringat, bagaimana caranya aku memberikan coklat ini jika ibunya Carlos tidak mengizinkanku untuk menjenguknya? Tidak mungkin aku makan coklat ini duluan. Semoga saja besok ia berbaik hati untuk membiarkanku menjenguk Carlos. Aku memutuskan untuk berjalan ke taman kota, tempat biasa yang selalu kami datangi untuk kencan.

“Carlos?!” Teriakanku spontan keluar dari mulutku setelah melihat Carlos ternyata sedang duduk di kursi taman pinggir di bawah pohon.

The Untold Secretober (End✅)Where stories live. Discover now