3.1 The Book

20 6 5
                                    

Mereka meledek, merendahkan, dan bahkan menyeretku dengan rangkulan mereka.

“Badanmu besar seperti sapi, tapi nyalimu kecil seperti semut, hahaha!” Mereka menertawakanku lagi.

Setelah sampai di depan pintu putih gading itu, salah satu dari antara mereka membuka pintu. Dua orang yang merangkulku mendorongku sampai aku jatuh tersungkur di lantai perpustakaan.

“Tinggalah kau di sini semalaman hahaha!!” Setelah berkata seperti itu, mereka mengunci pintu dan pergi.

Setetes bulir air mata mengalir dari sudut mataku. Mereka meninggalkanku sendirian di perpustakaan ini. Lebih tepatnya perpustakaan yang sudah tidak digunakan. Gelap, minim penerangan, dan berdebu. Sarang laba-laba menggantung di setiap sudut. Auranya yang mencekam membuat nyaliku menciut.

Benar kata mereka, aku hanyalah nyawa yang berada di dalam tubuh besar namun memiliki nyali sekecil semut. Aku tidak suka suasana seperti ini. Bekalku pun sudah habis dan uang jajanku telah dirampas mereka. Bagaimana aku bisa bertahan di sini? Aku ingin pulang! Aku ingin bertemu Ibu!!

“Ada orang di sana?”

Deg. Apakah aku tidak sendirian di sini?

“Ya! Tolong keluarkan aku dari sini!” seruku lantang.

Terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Aku menghela napas lega setelah tahu aku bersama manusia lain di ruangan ini.

“Apa yang sedang kau lakukan di sini, Nak?” Seorang bapak paruh baya menghampiriku. Yang membuatku lebih lega adalah ia mengenakan seragam karyawan sekolah. Hal itu meyakinkanku bahwa ia bukanlah seorang yang berniat jahat.

“Aku dikunci oleh mereka yang merundung ku. Aku ketakutan, aku ingin pulang, Pak!” ucapku terengah-engah.

“Baiklah. Tapi maukah kamu menunggu saya beres-beres? Saya juga sebenarnya takut jika disuruh masuk ke ruangan ini. Kira-kira saya selesai jam 7, bagaimana?”

Jam tujuh?! Sekarang saja sudah jam lima sore. Aku harus bilang apa kepada Ibu nanti? Aku akan dimarahi karena pulang terlambat. Tapi aku juga takut berjalan sendirian di kegelapan.

“Nanti saya akan mengantarmu dengan motor saya,” ucap bapak itu yang seolah tahu isi pikiranku.

“Oke. Saya akan menunggu Bapak sampai selesai,” jawabku.

“Wah, terima kasih, Nak! Oh ya, namamu siapa?” Ia bertanya sembari membantuku berdiri.

“Namaku Brandon.”

“Salam kenal, kamu bisa memanggil saya Pak Andri. Kamu pasti murid SMP, karena saya baru pertama kali ke gedung SMP. Sebenarnya saya bekerja di gedung SD,” jelasnya dengan ramah.

Mendengar itu aku hanya ber-ohh dan balas tersenyum. Setelah selesai berkenalan, Pak Andri langsung mengerjakan pekerjaannya. Aku pun bingung dan memilih duduk di lantai saja.

“Brandon, jangan duduk saja di situ. Kemarilah, disini banyak buku menarik ternyata.”

Aku terdiam.

“Jangan takut, saya ada di sini.” Pak Andri berteriak lagi dari salah satu rak buku di bagian belakang.

Aku mengiyakannya. Lagipula aku harus berbuat apa untuk menunggu selama dua jam? Aku berjalan di salah satu rak buku. Perpustakaan ini sudah tidak digunakan namun memiliki tempat yang paling luas di antara perpustakaan yang lain. Aku melihat banyak buku yang sudah dilapisi oleh sarang laba-laba dan debu.

Penglihatanku menangkap sebuah buku yang besarnya seperti kitab dan tebal. Warnanya coklat tua dan sampulnya terbuat dari kulit. Buku itu juga dipenuhi sarang laba-laba, tapi karena ukurannya membuatnya lebih mencolok. Aku mengambilnya dan membersihkannya. Terdapat kancing yang berfungsi untuk menutup buku itu. Ternyata tidak tertulis judul apapun di depannya. Halaman pertama yang menyambutku berisi sebuah gambar istana kuno. Beberapa lembar selanjutnya berisi tulisan dengan bahasa asing yang tak kumengerti. Sisanya ternyata hanyalah kertas putih kosong yang telah menguning.

Setelah beberapa detik aku mengamati kertas kosong itu, sebuah aroma asing melewati penciumanku. Sedetik kemudian seperti muncul sesuatu di dalam kertas kosong itu. Lama kelamaan semakin jelas dan… tampak seperti tetesan darah.

The Untold Secretober (End✅)On viuen les histories. Descobreix ara