6.1 The Child

2 2 0
                                    

Keseharianku menjadi pengurus panti asuhan telah merubah hidupku. Aku mendirikan panti ini sekitar lima tahun lalu. Sekarang, banyak anak-anak yang bergantung padaku. Aku bersyukur karena banyak pihak yang bersedia menjadi donatur panti asuhan ku.

Alasan aku membangun panti bisa dibilang sedikit kekanakan. Aku tidak mau menikah. Tentu saja orang tuaku kaget saat aku berkata seperti itu. Maka dari itu aku lebih memilih untuk berbuat sosial. Hatiku tergerak karena masih banyak anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tua mereka. Padahal mereka mempunyai talenta dan keunikannya masing-masing, hanya saja cara untuk melihatnya yang berbeda.

Namun selama bertahun-tahun menjadi pengurus panti, aku tidak pernah menerima seorang anak di tengah malam begini. Ditambah sedang turun hujan dan udaranya dingin. Tapi anak itu berdiri sambil menatapku dengan kondisi basah kuyup dari ujung kepala sampai kaki. Sangat jarang aku menerima anak yang terhitung sudah cukup besar, jika dilihat sepertinya ia berusia sepuluh tahun.

Biasanya aku menerima anak-anak berusia dua belas bulan sampai tiga tahun. Itu pun mereka diantar sendiri oleh orang tuanya yang sudah tidak mampu membesarkan anak dan bahkan ada yang hanya menaruh mereka di depan pintu dengan kardus.

"Astaga, apakah kau tidak membawa payung? Ayo cepat masuk, nanti kamu masuk angin." Aku langsung menarik anak itu ke dalam.

Aku berikan handuk dan pakaian ganti lengkap. Namun aku tidak menyuruhnya mandi karena hari sudah larut malam. Setelah ia selesai mengeringkan badannya, aku pun memberikan teh hangat kepadanya. Jika kuperhatikan, wajahnya tetap pucat walaupun ia sudah mengganti pakaiannya. Mungkin ia masih shock karena diminta orang tuanya untuk ke sini. Sungguh anak yang malang.

"Namamu siapa?" tanyaku ramah.

"Damien," jawabnya pendek.

"Berapa usiamu?"

"Tiga belas tahun." Perkiraanku salah ternyata. Ia tampak lebih muda dari usianya.

"Maaf jika aku bertanya tentang ini. Apakah kamu disuruh orang tuamu untuk datang ke sini?"

"Tidak… Aku datang sendiri ke sini."

"Begitu, ya. Apakah keluargamu tinggal jauh dari sini?" Anak itu terdiam sejenak.

"Bisa dibilang begitu."

Kasihan sekali. Jauh dari keluarga dan langsung menyerahkan diri ke panti asuhan. Aku belum pernah melihat anak semalang ini.

"Ya sudah. Sekarang kamu bisa tinggal di sini. Selamat datang di Panti Asuhan Jati Harapan," ucapku sekaligus menyambut kedatangan anggota baru.

Setelah itu aku mengantarnya ke kamar yang masih menyisakan satu kasur. Aku terkejut saat aku menggenggam tangannya yang ternyata sangat dingin. Sepersekian detik kemudian ia mengisyaratkan pandangan tidak enak kepadaku yang mencoba memegang tangannya. Aku lupa, ia lebih dewasa daripada anak-anak yang lain. Ia juga jauh dari keluarga dan mungkin agak canggung dengan tindakan seperti itu. Aku pun melepaskan genggamanku.

Dengan cepat aku mengantarnya ke kamar karena sepertinya ia sangat kedinginan.

The Untold Secretober (End✅)Where stories live. Discover now