11.2 The Fourth Floor

3 2 1
                                    

Hari ini terasa lebih panjang dan waktu seperti berjalan lambat sekali. Untung saja hari ini tidak hujan sehingga aku tidak perlu naik bus agar aku bisa berhemat. Walaupun agak jauh, tapi aku tetap memilih berjalan kaki untuk pulang karena aku jadi bisa lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Aku tersenyum saat menengok ke arah hamster putih yang ada di kantong bajuku.

"Akhh!!" Aku merintih karena tiba-tiba lengan kanan ku kebas.

Lalu tangan kananku seperti kesemutan dan tidak bisa merasakan apa-apa. Sepertinya orang-orang di sekitar sedang memperhatikanku yang berjalan dan tiba-tiba tersungkur karena sakit di lengan ku ini. Aku yakin sedari tadi pagi aku tidak berbuat apa-apa. Aku tidak meminum obat apapun dan makan makanan biasa. Tapi mengapa bisa sangat sakit seperti ini?

"Arin ... Ayah pulang!" kataku dari luar pagar rumah. Sakit di lenganku masih terasa bahkan setelah aku sampai di rumah.

Putriku keluar dan membawa kunci pagar rumah. Seperti biasa, ia hanya menjawab sapaanku dengan senyuman tipis. Namun alisnya berkerut saat ia melihatku masuk ke dalam rumah. Ia memandangku dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.

"Oh ya, Ayah membawa sesuatu untukmu. Tada! Teman baru kecilmu! Sekarang kamu tidak akan kesepian lagi karena setelah pulang sekolah kamu bisa bermain dengan hamster lucu ini!" jelas ku dengan semangat sambil menunjukkan hamster itu di tanganku.

"Ada seseorang di belakang Ayah."

Deg. Aku baru ingat, Arin bisa melihat mereka yang tak terlihat oleh semua orang.

"Eh? Maksudmu?"

"Mungkin dia marah karena Ayah telah mengambil teman bermainnya."

Jadi, itu sebabnya tanganku kebas sedari tadi?

"Tapi tunggu dulu." Tiba-tiba wajah Arin berubah menjadi lebih cerah. Ia memperhatikan sesuatu di belakangku dengan serius. Aku pun hanya bisa berdiri mematung.

"Dia bilang dia hanya ingin menuntun Ayah karena tadi Ayah memberi makan hamster itu. Dia minta supaya kita merawat teman bermainnya karena ia tidak bisa menyentuhnya," lanjut Arin dengan senyum yang lebih lebar.

"Jadi maksudmu, ada seseorang di belakang yang menuntun Ayah dari tadi?"

"Iya. Itulah sebabnya lengan Ayah kebas. Ia hanya ingin menuntun Ayah pulang dan berterima kasih."

Aku bergidik ngeri. Aku menunduk ke arah pagar rumah karena orang itu tidak membuatku terkena penyakit sesuatu, walaupun sebenarnya aku tidak bisa melihat siapa-siapa di sana. Kemudian Arin meminta hamster ini dari tanganku dengan wajah gembira. Aku tersenyum lega dalam hati. Baru kali ini aku melihat senyum Arin selain pada hari ulang tahunnya.

The Untold Secretober (End✅)Where stories live. Discover now