9. pelindung tak kasat mata

4.8K 605 133
                                    

9. Diaska
Pelindung keluarga Adhytama

Harapan hanya mampu memberikanmu kebahagiaan semu yang menjanjikan

🦋

Diaska melihat dari kejauhan Tamara, Natta, Rio, dan Bulan yang tengah menyantap sarapan mereka dengan khidmat.

Cowok itu menghela napas panjang saat timbul harapan jika kelak ia juga bisa duduk di tengah-tengah mereka.

Tamara terlihat mengoleskan selai pada roti kemudian dia berikan pada Natta. Diusapnya lembut kepala Natta penuh sayang.

"Nanti Mama jemput kamu," kata Tamara membuat Natta menatap kesal.

"Ma, ayolah jangan berlebihan, aku bisa jaga diri dengan baik kok." Natta meneguk segelas susu di depannya hingga tandas.

"Natta benar, Ma. Lagian kan anak kita udah besa-"

"Tidak ada yang meminta pendapatmu di sini," semprot Tamara pada suaminya yang langsung bungkam.

Bulan tertawa kecil melihat ayahnya yang selalu takut pada ibunya.

"Sayang, kunci mobil ada di atas nakas kamu. Jangan naik motor lagi, banyak debu, Mama nggak mau kamu sakit," pinta Tamara. Natta mengusap wajahnya dan hanya bisa pasrah akan sikap berlebihan ibunya.

Tamara memanggil Bi Marsih untuk membersihkan meja makan sementara dia hendak menyusul Natta ke lantai atas tapi, di anak tangga dia bertemu Diaska yang ingin turun ke lantai bawah.

"Pagi Tante," sapa anak itu hangat. Tak lupa senyum terukir di wajahnya.

Tamara mengabaikan seperti biasa. Namun, tepat di anak tangga ketiga, ia berbalik menatap Diaska. "Bukannya kamu di larang menginjakkan kaki di lantai atas?"

Diaska tak melunturkan senyum, "bukannya larangan dibuat untuk dilanggar?"

"Aku akan memanggil Rio untuk menghukummu, dia akan memukulmu sampai kamu tidak bisa melangkahkan kaki ke sana," tegas Tamara menatap penuh benci.

Diaska tertawa kecil dibuatnya.

"Apa aku harus sembunyi?" tanya Diaska meledek.

Tamara benar-benar merasa geram, bagaimana bisa anak di depannya tidak terlihat takut sama sekali.

"Harusnya kamu sadar diri! Kamu ha-"

"Aku cuman anak haram dari pembantumu. Udah ribuan kali Tante bilang begitu," potong Diaska.

Tamara mengepalkan tangan merasa Diaska sama sekali tak punya sopan santun karena memotong ucapannya. Dia pikir, karena Diaska anak yang tidak diakui orang tuanya jadi pasti minus soal tata krama.

"Ayo ingin kita sarapan bersama," ucap Diaska. Entah punya keberanian darimana dia mengatakan kalimat itu.

"Lebih baik aku mati daripada harus satu meja makan denganmu." Tamara berucap sinis sembari menatap penuh benci ke arah Diaska kemudian melanjutkan langkahnya ke lantai atas.

Melihatnya, Diaska hanya bisa menghela napas. Tetapi, entah kenapa penolakan demi penolakan yang dilakukan Tamara padanya membuatnya semakin tertantang membuat wanita itu mau menerima kehadirannya di rumah ini.

"Den Chandra udah sarapan?" tanya Bi Marsih mengejutkan Diaska dari lamunannya. Cowok itu hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Ayo den, sarapan. Lagian, semuanya udah sarapan kecuali Aden," kata Bi Marsih tapi, Diaska menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil.

"Ka, lo liat chat grup?" Natta berlari menuruni anak tangga membuat Tamara yang di belakangnya menahan napas, takut anak itu terpeleset.

"Kata Loren mumpung sekarang tanggal merah dan besok hari Minggu, nanti malam kita camping ke pantai. Gimana?"

HopelessDonde viven las historias. Descúbrelo ahora