51. Rasa sakit

4.1K 494 192
                                    

ATTENTION!

PLEASEEEEE ..... baca ulang dua part sebelumnya sebelum baca part ini supaya lebih ngefeel
Kedua, putar lagu in the stars. Makasih.

1 bulan lebih, kenapa kalian masih menunggu cerita ini ges? Aku pantas dimaki2😭😭😭

Rasa sakit bukan sesuatu yang bisa aku sembunyikan lagi.

🦋

Pak Jehan memberikan ponselnya pada Tamara saat wanita itu sudah masuk mobil.

"Alex mengirimkan video cctv saat den Chandra berkunjung ke rumah, Nyonya," jelas Pak Jehan membuat Tamara mengangguk mengerti.

"Dan setelah saya perhatikan video itu, Den Chandra ternyata nggak kuat berdiri sama duduk dalam waktu yang lama," lanjut Pak Jehan membuat tubuh Tamara membeku.

"Jangan berbicara omong kosong, Pak kalau dia seperti itu, dia nggak mungkin sampai ke rumah." Tamara berusaha menepis semua pikiran buruk yang menimpali kepalanya.

"Dia kemungkinan sampai karena perasaan ingin bertemu nyonya jauh lebih besar dari rasa sakitnya," timpal Pak Jehan.

"Pak!" Tamara mendadak kembali menjadi emosional. "Anakku baik-baik aja. Berhenti berbicara seperti itu. Bapak sengaja menakuti ku hah?"

Tamara melihat ke arah layar ponsel di tangannya. Terputar jelas sebuah video saat langkah Diaska sampai di teras kediaman keluarga Adhytama, Bulan berlari dari dalam untuk memeluk anak itu erat dengan bahagia. Diaska menggendong Bulan. Entah apa yang mereka bicarakan tapi, Bulan tertawa senang sebelum akhirnya turun dari gendongan sang Kakak dan kemudian berlari masuk ke dalam. Sepertinya anak itu ingin menunjukkan sesuatu pada Kakaknya.

Mata Diaska berbinar terlihat bahagia dengan tangan kanan membawa sebuah kotak kado.

Namun, saat mencapai ambang pintu anak itu berhenti melangkah, tangan kirinya memegang tembok sebagai penyangga bobot tubuhnya, ia menundukkan kepala dalam.

Selang beberapa menit ia muncul dalam video itu. Tamara teringat jelas kata-kata yang ia ucapkan pada anaknya.

"Kamu nggak usah pura-pura sakit lagi. Bukannya kasian, aku malah makin jijik melihatmu."

Sekarang di video itu, ia melihat jelas anaknya melunturkan senyum. Matanya memperlihatkan kesedihan yang teramat dalam.

Tamara menutup ponsel itu. Tak sanggup lagi menontonnya.

"Aku menyesali setiap kata yang aku keluarkan padanya," ujarnya bergetar. "Setiap kalimat yang keluar dari mulutku untuknya sekarang terasa seperti pedang yang menghunus tepat jantungku."

"Saya akan menjalankan mobilnya, Nyonya," ujar Pak Jehan. "Den Chandra pasti masih menunggu Nyonya."

"Jam berapa sekarang, Pak?" tanya Tamara membuat pria itu melirik arloji di tangannya.

"Satu lebih lima menit, Nyonya," jawab Pak Jehan.

Tamara tersenyum kecil. "Kita harus bergegas. Chandra suka kebangun tengah malam karena kelaparan. Aku mau memasakkan anakku banyak makanan."

Mendengar ucapan Tamara membuat Pak Jehan tersenyum bahkan matanya menjadi berair. Seandainya Diaska mendengar ibunya sekarang, anak itu pasti sangat bahagia.

"Bapak menangis?" tanya Tamara terkejut saat melihat Pak Jehan mengusap air mata menggunakan sapu tangan yang ada di kantung kemejanya.

"Anak itu pasti bahagia mendengar niat nyonya sekarang," ucap pria itu. "Dia sangat menyukai masakan Nyonya."

HopelessWhere stories live. Discover now