25. Perubahan sikap

3.1K 451 316
                                    

25. Tersenyum

Berhati-hatilah dalam berkata. Luka hati tidak seperti luka fisik yang bisa disembuhkan oleh waktu. Sakitnya membekas bahkan tidak akan pernah bisa dibayar dengan kata maaf sekalipun

🦋

"Aku bisa mengatasinya."

Senyum terakhir anak itu tidak bisa membuat Tamara beranjak seinci pun dari depan pintu gedung yang pembangunan tak diselesaikan lagi itu.

"Kenapa?" tanyanya seorang diri meski ia tahu, ia tak akan pernah mendapat balasan. "Kenapa kamu melakukan semua ini setelah semua yang aku lakukan padamu?"

"CHANDRA!" teriaknya pilu. "APA PUN PENGORBANAN MU UNTUK KELUARGAKU, ITU TIDAK AKAN PERNAH BISA MEMBUATMU MENJADI BAGIAN DARI KELUARGAKU!"

"Kamu tidak akan pernah bisa menjadi Kakaknya Bulan!" tambahnya penuh penekanan. "Jadi sekarang buka pintunya! Apa pun yang kamu lakukan sekarang itu percuma dan sia-sia di mataku!"

"Kamu tetaplah seorang benalu yang hadir dan menjadi penghancur kebahagiaan keluargaku!"

"Aku tetap akan membencimu sekalipun kamu mengorbankan nyawa untukku! Aku akan terus membencimu!"

Tamara terdiam di sana. Menangis. Hatinya sangat sakit mengingat bagaimana perlakuannya pada Diaska sementara balasan dari anak itu adalah terus melindunginya.

Tiba-tiba pintu di depannya terbuka, Bayu berdiri di sana tersenyum miring memandangnya penuh nafsu. Anehnya Tamara tidak memikirkan dirinya saat itu dan malah ketakutan kalau seandainya anak itu tidak selamat di dalam.

"Di mana dia?" Tamara bergerak, tanpa sedikitpun ketakutan seperti sebelumnya, berjalan mendekati Bayu kemudian mencengkram kerah baju pria itu penuh emosi. "DI MANA ANAK ITU? JAWAB! DI MANA DIA?"

Tamara tidak mengerti apa yang terjadi, kepalanya pusing, pandangannya mengabur dan setelahnya gelap menjemputnya.

Saat tersadar, dia berada dalam sebuah ruangan yang sama seperti sebelumnya dengan kondisi kaki dan tangan terikat. Bedanya, ada Diaska di depannya yang kondisinya sama seperti dirinya.

"Kamu bilang, kamu sudah memanggil polisi. Di mana mereka?"

Diaska, wajahnya babak belur. Darah mengalir melalui sudut bibir dan telapak tangannya yang terkena pisau.

"Ternyata mereka tidak percaya laporan anak ingusan dari telepon," jawab Diaska datar.

"Kamu pikir kamu superhero yang bisa mengalahkan mereka dengan satu pukulan," sinis Tamara.

"Aku sudah memberimu waktu setengah jam untuk kabur tapi apa yang Tante lakukan?" balas anak itu kesal.

Tamara menatap tajam. "Karena aku mengkhawatirkan mu, bodoh!"

"Tante teriak-teriak dari luar bilang membenciku dan sekarang mengkhawatirkan ku?" Diaska menatap jengah. "Sulit dipercaya."

"Kenapa kamu melakukannya? Kamu suka melihat tubuhmu penuh luka seperti itu?" Tamara mengangkat kedua alisnya mencemooh.

Diaska tersenyum. "Itu hobby."

Tamara benar-benar tidak bisa memahami jalan pikiran anak di depannya.

"Hobby-ku adalah melindungi orang-orang yang aku sayang," lanjut Diaska membuat Tamara memandangnya lekat.

"Kamu menyayangiku?" tanya wanita itu sangsi.

HopelessWhere stories live. Discover now