37. Kepercayaan

2.5K 481 356
                                    

37. Kepercayaan

Kepercayaan itu mahal karena sekalinya hancur ibarat gelas yang pecah, tak akan lagi bisa kembali ke bentuk semula.

🦋

Diaska menatap jam yang ada di dinding kamarnya. Pukul 2:25 A.M dan matanya masih belum bisa terpejam. Segala macam pertanyaan yang terus berputar di otaknya seakan tidak membiarkan ia merasakan lelap barang sedetik pun. Kepalanya semakin sakit memikirkan ia menderita sendirian sementara orang-orang yang menjadi penyebab keadaanya sedemikian rupa bahagia dan bisa terlelap di luar sana.

Anak itu duduk di lantai seraya bersandar di tembok, kepalanya mendongak menatap langit-langit kamarnya. Waktu demi waktu terlewati. Tanpa sadar, Diaska akhirnya bisa melewati malam yang cukup berat untuknya.

Selesai mandi, ia bersiap keluar untuk lari pagi setidaknya ia butuh dunia luar untuk membuat kepalanya tetap waras. Tapi, deringan di ponsel menghentikan niatnya. Saat menjawab panggilan video dari nomer Tamara, senyum cowok itu terlukis begitu pemandangan yang dilihatnya adalah Bulan, malaikat kecilnya.

"Kenapa nangis hm?"

"Bulan kangen Kak Chandra," Isak anak itu sesenggukan.

Diaska tertawa kecil. "Kan baru satu malam,  princess."

"Bulan ingin pulang terus tidur dipeluk Kak Chandra, diceritain dongeng juga."

Diaska tersenyum semakin lebar mendengar celotehan polos adiknya. "Bulan adik Kakak yang kuat. Bulan nggak boleh nangis. Nanti kalau udah pulang, kita jalan berdua seharian."

"Kalau Bulan menangis berarti Bulan bukan adeknya Kak Chandra?"

"Kalau Bulan menangis Kak Chandra ikut sedih," balas Diaska melunturkan senyumnya.

"Tapi Bulan tidak suka liat Kak Chandra sedih."

"Makanya Bulan jangan nangis nanti Kak Chandra jadi sedih."

"Bulan janji nggak nangis lagi ..."

"Itu baru Bulan adeknya Kakak. Tos dulu!"

Diaska menempelkan tangannya di ponselnya. Kemudian, kembali menatap kamera seraya tak berhenti menelesik wajah menggemaskan adiknya.

"Kak Chandra! Kak Chandra! Kak Chandra sayang nggak sama Bulan?"

"Tentu saja. Bulan adalah orang paling Kak Chandra sayang di dunia ini."

"Bulan juga sayang Kak Chandra. Sayang banget."

"Udah kan bicaranya? Sini handphone Mama, mau Mama pake."

Senyum Diaska menjadi luntur saat bukan wajah adiknya lagi yang ada di layar ponselnya.

"Bulan belum selesai bicaranya Mama! Bulan masih kangen Kak Chandra!"

Panggilan diputuskan secara sepihak dari seberang sana sementara Diaska hanya bisa menghela napas panjang.

Cowok itu kemudian melanjutkan apa yang sudah ia rencanakan yakni keluar untuk mencari udara dan berolahraga. Sepanjang perjalanan yang dilalui hanya sepi, Diaska berupaya tidak peduli dengan menutup kedua telinganya menggunakan headset berwarna putih.

Ketika ia sudah lumayan jauh dari rumahnya, sebuah mobil terasa mengikutinya dari belakang, baru akan menoleh sebuah suara mengejutkannya.

"Woy!"

HopelessOnde histórias criam vida. Descubra agora