45. Kakek

3.6K 551 1.4K
                                    

45. Kakek

Pada dasarnya orang yang membencimu hanya akan melihat kekuranganmu. Namun, karena mereka, kamu akan tahu apa yang perlu kamu perbaiki dalam hidup ini. Sementara orang yang menyayangimu hanya akan melihat kelebihan mu dan berkat mereka kamu tahu, apa saja yang perlu kamu syukuri dalam hidup ini.

🦋

"Chandra, sarapan dulu!"

Tamara berlari melihat anaknya yang sedang mengikat tali sepatunya, duduk di anak tangga teratas.

"Aku udah telat, Ma!" sahut Diaska sembari menarik tasnya dan berlari keluar rumah.

Tamara hanya bisa menghela napas panjang. Namun, tak bisa menahan keterkejutan saat anak itu kembali berlari masuk ke rumah hanya untuk mencium pipinya.

"Aku sayang Mama dah," katanya tersenyum manis kemudian kembali berlari keluar.

Tamara ikut berlari dan berdiri di ambang pintu saat melihat anak pertamanya itu memundurkan langkah dengan senyum lebar melambaikan tangan ke arahnya.

Tamara terbangun dari tidurnya dengan hembusan napas memburu dan keringat yang membanjiri wajahnya. Ia melihat ke arah tangannya yang gemetar hebat, kepalanya diserang pertanyaan yang serupa, nyaris setiap ia terlelap anak itu muncul di mimpinya.

"Aku sayang Mama."

Dia tersenyum tetapi matanya menangis. Ia tidak mengerti alasan apa yang membuatnya memiliki perasaan ini. Rasa marah, rasa sedih, dan sakit. Semuanya melebur menjadi satu.

Ia mengambil ponselnya. Mencari nama Alex di kontak dan memanggilnya. Butuh waktu 10 detik menunggu sebelum akhirnya panggilannya terhubung.

"Bagaimana keadaan anak itu?" tanya Tamara serak seraya mengusap lembut kepala putrinya yang dalam keadaan terpejam dan tidak sadar masih bergumam memanggil nama anak itu.

"K-kak Chan-dra udah janji."

"Dia kritis, Nyonya."

Waktu itu pukul 3:21 pagi saat Tamara menelpon serta mendengar suara gemetar dan tangisan tangan kanan suaminya saat memberitahunya tentang kondisi anak paling dibencinya.

"Dokter bilang, semua organnya mengalami kerusakan."

"A-apa separah itu?"

Suara tangisan Alex terdengar di telinga Tamara membuat dadanya seperti ditusuk ribuan panah.

"Saya seharusnya di sana untuk melindunginya. Saya seharusnya tidak pernah meninggalkannya sendiri."

"Dari kecil keinginannya untuk hidup selalu jauh lebih besar daripada rasa sakitnya. Dia selalu bangkit meski tumbang berkali-kali. Terlepas dari benar atau tidaknya tuduhan yang dia terima ..."

Dia tidak pantas menerima hukuman sekejam ini, Nyonya."

Pintu kamar tempat Tamara terbuka, Rio masuk dengan wajah kacau dengan setelan yang terdapat noda darah di bagian lengannya.

Air mata semakin deras mengalir ke pipi Tamara begitu melihatnya. Dia menutup panggilan sepihak lalu menarik tangan Rio keluar karena takut perdebatannya dengan suami bisa membangunkan Bulan putrinya.

"Kamu keterlaluan!" sentak Tamara kasar.

Rio tak dapat membela diri karena ia tak pernah menduga akan seperti ini keadaannya.

HopelessWhere stories live. Discover now