21. Target selanjutnya

4.9K 627 528
                                    

21. Target selanjutnya

Terkadang, orang yang paling kita sayang dan orang paling berharga buat kita bisa menjadi kelemahan terbesar kita

🦋

Diaska memasuki mobilnya, di sana ia sudah menemukan Loren duduk di depan kemudi. Setelah perdebatan panjang dengan dokter yang menanganinya, ia akhirnya berhasil pulang meski harus 'memaksa'.

Saat dalam perjalanan, ia hanya duduk diam, tubuhnya masih sangat terasa lemas.

Minggu depan hasil pemeriksaannya akan keluar. Tapi, dokter malah menyuruh ia membawa wali. Ia sudah beralasan kalau tidak ada orang tuanya yang bisa menjadi walinya dan sialnya dokter itu malah menyuruhnya datang bersama wali kelasnya di sekolah. Padahal, Loren saja sudah cukup 'kan?

Diaska tak menjawab. Loren yang tak tahan dengan keheningan bertanya, "lo mau langsung pulang?"

"Ke rumah lo," jawab Diaska menghela napas panjang. "Gue belum siap ketemu Bulan sama Anna. Gue lagi mikirin alasan kenapa gue menghilang kalau mereka nanya nanti."

"Gue bahkan belum berani buka Hp," lanjutnya.

"Waktu lo tiba-tiba pingsan, gue panik langsung bawa mobil ugal-ugalan buat ke rumah sakit sampai lupa bawa HP, waktu di sana gue nggak berani ninggalin lo sedetik pun, takut lo beneran mati kan soalnya lo nggak boleh mati dulu, lo masih punya banyak dosa sama gue yang belum lo tebus. Kebayang nggak, gimana paniknya nyokap gue sekarang?" jelas Loren panjang lebar.

Diaska melirik lewat ekor matanya sembari berkata, " nggak nanya."

Dia sedang sakit, batin Loren. Sabar, Loren, sabar.

"Terus gimana caranya lo menyelesaikan administrasinya?" tanya Diaska.

"Lo nanya gitu sama aja lo lagi menghina gue," kesal Loren.

Diaska lebih memilih diam daripada kesal berbicara dengan Loren sampai pada saat Loren menghentikan mobilnya di pekarangan rumah cowok itu. Saat keluar mobil, mereka disambut isak tangis Maminya Loren.

Wanita itu tak berhenti menangis sembari memeluk anak kesayangannya membuat Diaska berpikir bahwa apa yang diucapkan Loren di mobil tadi benar adanya.

Diaska yang sedang berbaring di kamar Loren mengangkat alis saat Loren memasuki kamar sembari mendengkus sebal.

"Punya nyokap kok lebay banget, ya," gerutunya.

"Itu namanya lo disayang, goblok! Lihat gue, mau jungkir balik dan mati jatuh ke jurang pun nggak bakal ada yang peduli," timpal Diaska membuat Loren mengangguk-anggukan kepala.

"Gimana rasanya dikhawatirkan sampai segitunya?" tanya Diaska.

"Nyokap gue terlalu over jadi, gue risih," jawab Loren seadanya.

"Nanti kalau gue mati, nyokap gue bakal nangis, nggak, ya?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Diaska entah kenapa membuat Loren merasa sesak di dadanya.

"Btw, gue haus. Ambilin minum dong," ujar Diaska.

Loren menatap tajam ke arah Diaska, napasnya naik turun mengebu-gebu. "Lo masih belum puas nyusahin gue selama dua hari ini hah?"

"Lo nggak mau ambilin gue minum gitu?" Diaska balik bertanya dengan memasang wajah tak berdosa.

"NGGAK!" semprot Loren.

"Oke," kata Diaska menarik napas dalam-dalam kemudian, "TANTE! LOREN LAGI NONTON BOKEP, TANTE!"

Loren langsung melompat ke ranjangnya untuk membekap mulut Diaska sembari berkata cepat, "oke, setan. Gue ambilin lo minum. Anak iblis lo!"

HopelessWhere stories live. Discover now