Chapter 23

4.8K 589 16
                                    

Tidak pernah terbesit dalam pikirannya sebuah keraguan untuk membunuh Lilian, bahkan ketika mereka sudah saling dekat sebelum pada akhirnya Lilian mengetahui rencananya bersama Leo.

Tetapi sialannya, mengapa Sean merasa bergetar? seolah tidak sanggup untuk melenyapkan sosok perempuan yang tampak tersenyum tipis di hadapannya tatkala sedang mengaduk adonan omelet.

Tak lama kemudian, tersadar akan kehadirannya, Lilian menatap Sean sembari mengeryitkan dahi.

"Aku kira kamu tidur," ucapnya.

Sean menggeleng, kemudian dia duduk di depan meja yang memang terhubung langsung dengan dapur.

Kebetulan juga mangkuk berisi adonan omelet berada di meja tersebut sehingga jarak mereka tidak terlalu jauh.

Sean mengusap pipi Lilian ketika menyadari bahwa ada sesuatu--- mungkin sisa tepung yang menempel di sana. Alhasil perbuatannya sukses membuat Lilian sedikit tersentak.

Namun, perempuan itu tidak menjauh, malahan Lilian mendekatkan diri agar Sean semakin menyentuhnya.

Sontak saja, Sean menurunkan tangannya dari wajah Lilian.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Lilian.

"Hanya tidak ingin menganggu acara masakmu."

Senyum manis itu muncul lagi, membuat Sean kembali merasakan sensasi aneh yang bergejolak dalam tubuhnya.

"Sean, Do what you want. Even if it can hurt me, do it. I just want you to be happy."

"Hurt you?"

Lilian meraih tangan Sean kemudian mendekatkannya kembali pada pipinya.

"Do you want to kill me right?"

Sean tidak membalas, dia membiarkan Lilian berbicara apapun yang perempuan itu mau.

"Do I really not deserve to live?"

Dengan wajah sayu, yang tadinya Lilian menunduk untuk menahan tangisnya, kini perempuan itu memberanikan diri menatap Sean yang terlihat memasang raut wajah tidak berekspresi.

"I don't want to die..."

Mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut Lilian tak khayal membuat Sean kehilangan kendali.

Pria itu menarik tangannya dari genggaman Lilian, hingga karena itulah, tanpa sengaja Sean menjatuhkan adonan omelet yang baru saja dibuat oleh Lilian.

Suara pecahan kaca dari mangkuk yang menjadi wadah adonan terdengar keras.

Walaupun begitu, keduanya tidak bergerak sama sekali.

Sampai pada akhirnya, setelah sekian lama, suara tawa terdengar.

Bukan dari Sean, melainkan dari Lilian.

"Aku benar-benar terjebak ya?" Lilian menyampirkan helai rambut depannya ke belakang sembari menatap sendu ke arah Sean, "Tidak ada jalan lagi untuk melarikan diri dari jurang kematian yang kalian siapkan, benar begitu 'kan?"

Tidak mendapatkan respon yang berarti dari Sean, lantas Lilian nekat melangkahkan kakinya maju menuju pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Darah sukses membasahi lantai akibat perbuatannya. Namun tetap saja, tidak ada ringisan yang terdengar.

Malahan suara makian dari Sean yang terdengar. Pria itu langsung mengangkat tubuh Lilian agar perempuan itu tidak semakin jauh melangkah kaki hingga menimbulkan luka yang semakin parah nantinya.

Sean dengan cepat melangkahkan kakinya menuju ke dalam kamar. Setelah sampai, dia mendudukkan Lilian dengan perlahan di pinggir tempat tidur.

"Bukankah semakin cepat? Dengan begitu tidak ada yang perlu disalahkan."

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang